Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 46

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Karena besarnya rasa kasih sayang dan takut kehilangan, apa pun dilakukan."

Sesampainya di kontrakan, Naqeesya langsung turun dan memasuki hunian tanpa menunggu Hamizan terlebih dahulu yang tengah memarkirkan motor. Pemandangan Harastha yang sedang menyuapi Hamsya menjadi hal yang kurang begitu indah untuk dipandang.

Naqeesya menyerobot begitu saja mangkuk dan sendok yang tengah dipegang Harastha, mengambil alihnya lalu menyuapi sang putri tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Sedangkan Harastha dengan segera mundur dan memilih untuk melihat bagaimana sang ipar menyuapi keponakannya. Ada rasa lega yang menghampiri, tapi dia pun merasa kurang nyaman dengan sikap Naqeesya yang sekarang.

Seakan memusuhi dirinya, menganggap dia saingan yang patut untuk diawasi dan dicurigai. Padahal dirinya tidak seperti itu, justru ikut senang jika memang sekarang Naqeesya bisa lebih membuka diri pada Hamsya serta sang kembaran.

"Daripada ngelamun mending makan sate maranggi yang Hamizan beli, Teh. Nggak pake lontong sama acar, kan?" katanya.

Harastha terkesiap lalu mendongak karena posisi sang kembaran yang masih berdiri tegak sembari menentang kantung keresek.

"Sebentar, Hamizan ambilin dulu piring. Minumnya mau apa? Sekalian diambilin."

Naqeesya yang mendengar hal tersebut berdecak dibuatnya. Seperhatian itu Hamizan pada sang kembaran, dia semakin yakin jika memang pria yang katanya berstatus sebagai suaminya itu memang masih menaruh perasaan.

Buktinya tadi Hamizan memilih untuk sejenak melipir membeli sate maranggi, dengan dalih lapar tapi nyatanya apa? Dia ingin membelikan sang kembaran makanan kesukaan. Meksipun dirinya pun dibelikan tapi tetap saja tujuan awalnya pasti untuk Harastha.

Modus!

"Laki-laki itu yang dipegang omongannya. Lupa ya sama janjinya sendiri!" cetus Naqeesya berhasil mengambil alih fokus sepasang saudara itu.

"Iya nanti atuh, Sya, Abang nggak akan ingkar janji," sahutnya sembari membuka bungkusan sate lalu menyerahkan pada Naqeesya.

"Sya makan dulu, Hamsya biar Abang yang lanjut suapin," titah Hamizan.

Naqeesya menggeleng tegas. Dia mendadak tidak berselera makan, terlebih melihat piring Hamizan dan Harastha yang memiliki isi serupa. Iya tahu kembar, tapi apa semua hal yang disukai harus selalu sama?

Muak!

Harastha melirik ke arah Hamizan, berdialog melalui sorot mata. Mencoba menerka apa yang sebetulnya diinginkan Naqeesya, karena mood perempuan itu anjlok seketika.

"Teteh habiskan dulu aja satenya ya," tutur Hamizan menenangkan.

Harastha hanya menurut saja, karena memang perutnya sudah keroncongan, terlebih mubazir jika tidak dihabiskan.

"Nasinya mau ditambah lagi, Teh?" tawarnya saat melihat piring berisi nasi yang sudah kosong, sedangkan masih ada sisa beberapa tusuk sate lagi.

"Ng---"

"Romantisnya makan sepiring berdua!" seru Naqeesya menyindir.

Padahal bukan sepiring berdua, Hamizan hanya sedikit mengambil porsi nasi milik Harastha. Namun, perempuan itu mengartikan hal yang berlainan.

Helaan napas berat kompak dikeluarkan keduanya.

"Mubazir kalau dibuang, masih ada lima tusuk lagi buat kamu aja. Teteh mau pulang, kasihan Buna sendirian di rumah," ungkap Harastha kemudian.

"Hamizan pesankan taksi online dulu buat Teteh ya," cegahnya.

"Nggak usah, Teteh bisa naik angkutan umum."

Hamizan menggeleng tegas. "Teteh itu tang---"

"Kamu teh jangan semakin mengobarkan api yang tengah menyala di hati seseorang. Sudah, jangan khawatirkan Teteh. Insyaallah, Teteh bisa jaga diri."

"Nah gitu dong tahu diri!"

"Sya!" tegur Hamizan tak suka.

Sedangkan Harastha menggeleng, meminta sang kembaran untuk tidak melanjutkan perkataannya. "Teteh besok ke sini lagi di jam biasa, kan?"

"Nggak perlu. Mulai hari ini dan seterusnya Anda tidak perlu repot-repot datang kemari lagi. Karena saya akan tinggal di sini dan saya sendiri juga yang akan merawat serta mengasuh Hamsya. Paham?!"

Harastha tersenyum di balik cadarnya. "Alhamdulillah."

Ditepuknya lembut pundak Hamizan. "Selamat berjuang, sudah memasuki tahap baru nih. Lakukan ikhtiar dengan semaksimal mungkin."

Hamizan hanya mengangguk dan sedikit tersenyum samar.

"Sya, Teteh pamit pulang dulu atuh ya, assalamualaikum," katanya sembari mengelus sayang puncak kepala sang ipar.

Naqeesya sedikit mendongak, dan hanya sekadar menjawab salamnya, "Wa'alaikumusalam."

Hamizan mengantar Harastha sampai di ambang pintu. "Maafin sikap dan perkataan Naqeesya ya, Teh. Hamizan jadi nggak enak sama Teteh."

"Apa sih, nggak papa. Wajar, lagi cemburu buta istrinya. Apalagi salah kita juga yang dulu sengaja mematik api cemburu di hati Naqeesya, sampai dia memiliki asumsi yang macam-macam. Jangan pikirkan soal Teteh, fokus aja sama istri dan putrinya."

Hamizan pun memilih untuk mengangguk patuh, dan membiarkan sang kembaran berjalan semakin menjauh.

"Pintar ya makannya ...," puji Naqeesya saat isi mangkuknya sudah habis tak tersisa.

Hamsya menanggapi dengan tawa riang.

Naqeesya mengambil tissue basah untuk mengelap sekitar bibir Hamsya yang belepotan.

Melihat bagaimana lembutnya Naqeesya memperlakukan sang putri membuat Hamizan sejenak bisa bernapas lega. Sungguh pemandangan langka, yang bahkan baru pertama kali ini dia bisa melihatnya.

"Sya serius mau tinggal sama Abang?" tanya Hamizan saat Naqeesya baru saja menurunkan Hamsya dari kursinya, lantas dia dudukan di pangkuan.

"Sya mau tinggal sama Hamsya, bukan sama Abang."

"Abang sama Hamsya, kan satu rumah."

Naqeesya sejenak merotasi mata. "Intinya Sya mau tinggal sama Hamsya, terserah mau Abang artikan apa!"

Hamizan memilih untuk mengangguk saja. "Abang boleh ngomong sesuatu sama Sya?"

"Apa?"

"Abang minta tolong banget sama Sya buat bersikap baik sama Teh Astha. Jangan judes-judes atuh ya? Nggak enak Abang, apalagi kalau sampai Buna sama Papa tahu. Sya ngerti, kan maksud Abang?"

"Tergantung?"

"Maksud Sya?"

"Sikap Sya ya tergantung sikap Abang sama perempuan bercadar itu. Abang bisa nggak janji sama Sya untuk menjaga jarak dan nggak terlalu perhatian sama dia. Nggak usah berlebihan dengan notice segala hal yang perempuan itu sukai dan tidak sukai. Sya nggak suka!"

"Berlebihan bagaimana maksud Sya? Abang memperlakukan Teh Astha selayaknya saudara kandung, nggak lebih."

"Tuh, kan Abang nggak mau nurutin maunya Sya!"

Lagi-lagi Hamizan menghela napas berat. "Ya udah iya."

"Jangan kepaksa gitu dong. Yang ikhlas!"

"Iya, Sya, iya Abang nurut manut sama Sya."

"Bagus!"

Naqeesya kini beralih pada Hamsya yang berada dalam pangkuannya. "Hamsya jangan dekat-dekat dengan perempuan mana pun, hanya boleh dekat sama Sya aja ya?"

Dia memeluknya cukup erat. "Sya nggak suka kalau Hamsya dekat-dekat sama orang lain. Hamsya itu milik Sya, nggak boleh ada yang ngambil alih. Hamsya harus janji, oke?"

Hamizan dibuat geleng-geleng kepala.

"Sya minta kertas putih polos, Bang," pintanya detik kemudian.

Sedikit bingung, tapi dia memilih untuk menurut saja.

Saat sudah mendapatkan yang dia pinta, Naqeesya pun merogoh isi tasnya dan mengeluarkan washable paint pad. Dia buka lantas menempelkan tangan Hamsya di sana, lalu setelahnya ditempelkan di atas kertas tersebut.

Naqeesya tersenyum sumringah, lalu bergerak untuk mencuci terlebih dahulu tangan sang putri. Setelah dirasa bersih, dengan segera dia menyerahkan Hamsya dalam pangkuan Hamizan.

"Ngapain sih, Sya?"

"Sya lagi buat perjanjian tertulis sama Hamsya, " jawabnya.

Kening Hamizan terlipat seketika. "Hah? Gimana?"

Naqeesya tak menjawab, dia lebih memilih untuk membubuhkan kata demi kata di atas kertas yang sudah terdapat cap tangan putrinya itu.

Senyum perempuan itu kian mengembang kala sudah menyelesaikan kegiatannya.

Lain hal dengan Hamizan yang melongo dengan mulut terbuka lebar membaca isi dari kertas yang baru saja diserahkan oleh istrinya tersebut.

"Ya Allah, Ya Rabbi!" pekik Hamizan tak habis pikir.

Dengan bangganya Naqeesya justru tersenyum lebar. "Nanti Abang beliin bingkai ya. Mau Sya pajang di dinding biar semua orang tahu, kalau Hamsya itu milik Sya. Nggak boleh ada yang ngambil!"

Padalarang, 30 November 2024

Kelakuan Naqeesya emang agak out of the box 🤣😂 ... Ada aja gebrakannya yang bikin orang-orang di sekitar dia cengo dan melongo 😆😅

Jangan gila dulu ya, Hamizan. Baru hari pertama ini soalnya. 😬🤧😭

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro