Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 43

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Kehangatan yang terjalin dalam sebuah keluarga, haruslah diusahakan bukan hanya sekadar diangan-angan."

Hamna tersenyum mendengar penjelasan sang putra, dengan lembut dia belai puncak kepala Hamizan lantas berkata, "Sepenasaran itu Abang dengan maksud dari perkataan istrinya, hm?"

Hamizan yang tengah merebahkan tubuh dengan posisi kepala berada di atas pangkuan sang ibu pun mengangguk seraya memainkan jari-jemari Hamna, yang dia tarik hingga berada persis di atas dadanya.

Hamna terkekeh kecil, dia kecup kening putranya yang walau sudah memiliki seorang anak tapi masih manja ini secara singkat. "Abang, kan tahu istrinya itu sering banget ngadu sama Buna kalau katanya, dia menginginkan Buna sebagai mertua, tapi nggak menginginkan Abang sebagai suaminya. Pernyataan itu sering banget Naqeesya ulang-ulang, tapi pada saat terakhir kali kalian mengunjugi Buna. Ada satu kalimat baru yang dia bisikan."

"Apa?"

"Kurang lebih seperti ini, 'Dulu Sya pernah bilang gini sama Buna, 'Mau ibunya, tapi nggak mau anaknya'. Sekarang Sya mau tarik ucapan itu, 'Sya menginginkan keduanya'. Nggak papa, kan?'. Seharusnya sekarang Abang ngerti sih, tanpa Buna jelaskan juga," terang Hamna diakhiri senyuman lebar.

Hamizan terdiam cukup lama.

"Konteksnya hampir mirip-mirip sebetulnya. Dari cerita Abang, Naqeesya meraung menginginkan Hamsya, tapi detik berikutnya diikuti dengan kalimat, 'Menginginkan keduanya'. Bisa ditarik kesimpulan jika secara tidak sadar Naqeesya mulai belajar untuk menerima kehadiran Abang, menyadari kalau memang Hamsya dan Abang itu satu paket. Sebagaimana dulu, awalnya Naqeesya hanya menginginkan Buna, kan? Lambat laun luluh juga hatinya sampai keluarlah statement kalau dia menginginkan Buna sebagai mertua include dengan Abang sebagai suaminya."

Hamna menunjuk ke arah sang cucu yang tengah bermain dengan Harastha dan juga Hamzah. "Berterimakasihlah sama putrinya, yang meksipun belum mampu berbicara dengan fasih dan lancar, tapi sudah ikut berpartisipasi dalam menyatukan hati Abang dan Naqeesya. Sekarang tugas Abang cukup ikhtiar semaksimal mungkin, jalannya sudah dibukakan Hamsya. Bahkan, Naqeesya nggak takut dan histeris lagi sebagaimana awal-awal pasca sadar dari koma, kan?"

Hamizan pun mengangguk paham.

"Kepingan-kepingan ingatan Naqeesya yang belum tertata sesuai tempatnya itu tinggal Abang susun dan rapikan. Dengan cara apa? Melalui pendekatan, beri dia kenyamanan, dan yakinkan kalau kekhawatirannya terhadap Abang itu keliru. Memang Abang sempat gagal dalam memberi Naqeesya keamanan dan juga perlindungan, tapi buktikan kalau sekarang sudah tidak lagi seperti itu. Tunjukkan kalau Abang mampu melindunginya," ungkap Hamna begitu lembut penuh akan dukungan.

Hamizan mengangguk patuh, dia genggam erat kedua tangan sang ibu seraya mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Sedangkan Hamna kembali membubuhkan kecupan singkat di puncak kepala sang putra.

Hamizan pun beranjak dari pangkuan Hamna, dia berjalan untuk ikut bergabung dengan Hamzah, Harastha, dan juga Hamsya yang tengah asik bermain di ruang keluarga.

Hamsya didudukan di tengah-tengah mereka, dengan ada sejumlah mainan di sekelilingnya. Dari mulai, board book, rattle stick, boneka, bola, teether, sampai donat susun.

"Tebak Teh, Hamsya ngambil apa kira-kira?" tutur Hamzah begitu antusias.

Harastha berpikir sejenak. "Paling ngambil donat susun, Pa. Gen Naqeesya lebih kuat, doyan jajan pasti Hamsya besarnya."

Hamizan yang mendengar hal tersebut tertawa dibuatnya. "Valid banget sih yang Teteh bilang, tapi kayaknya kalau mainan Hamsya pasti ngambil rattle stick."

Hamna yang baru saja muncul ikut bersuara, "Teether pasti yang diambil, bayi seusia Hamsya yang lagi tumbuh gigi maunya gigit-gigit sesuatu."

"Bola atuh, Nona, lihat itu matanya fokus banget sama benda bulat yang warna-warni," ungkap Hamzah tak mau kalah.

Mereka saling beradu argumen masing-masing, tapi ternyata yang bayi berusia 7 bulan itu ambil justru board book. Dia tertawa riang seraya membuka tutup mainan edukasi yang dibelikan oleh ayahnya tersebut.

"Payah, salah semua," ucap Hamizan yang disambut gelak tawa oleh semuanya.

"Ngambil board book, curiga gedenya bakal hobi baca kayak Enin Zani ya, Hamsya?" ujar Hamna lalu membawa sang cucu dalam gendongan.

Hamsya merasa kegelian saat Hamna menghadiahinya banyak kecupan hampir di seluruh wajah.

Sedangkan Harastha menjawil pipi gembul Hamsya yang kelewat menggemaskan. "Jangan cepet-cepet gede ih, nggak ada yang bisa diunyel-unyel lagi nanti."

Hamna pun melirik sekilas. "Ya bikin sendiri atuh, Teh. Bebas sampai puas mau diunyel-unyel juga kalau udah punya sendiri mah."

Bulu kuduk Harastha meremang seketika. "Naudzubillah ih, Buna nikah dulu atuh baru punya anak."

Hamna terkekeh kecil. "Ya iya atuh, maksud Buna teh Tetehnya nikah dulu baru bisa punya yang kayak Hamsya. Masa mau nanam saham di lapak yang belum halal. Dosa!"

Harastha meringis kecil. "Santai dulu nggak sih, Buna? Baru 25, kan ya."

Anggukan kecil Hamna berikan. "Terserah Teteh mau dan siapnya kapan, nggak usah buru-buru. Ya, kan, A?"

Hamzah mengangguk setuju. "Jangan mematok diri dengan standar yang menjamur di masyarakat. Papa sama Buna juga masih mau ngabisin waktu bareng Teteh. Tapi, kalau udah ada calonnya mah ya nggak papa mau cepet-cepet juga. Bebas, suka-suka Teteh aja."

"Seleksinya harus diperketat sih, harus lolos verifikasi dari Papa, Hamizan, Hazman, sama Hazami dulu," imbuhnya kemudian.

Hamizan mengangguk setuju.

Lain hal dengan Harastha yang geleng-geleng. "Papa ini ada-ada aja ih."

"Buat anak perempuan satu-satunya apa sih yang nggak. Diusahakan yang terbaik atuh, Nak," timpal Hamna.

Harastha pun mengangguk pelan.

"Naqeesya gimana, Bang sekarang?" tanya Hamzah kemudian.

Hamizan dan Harastha saling melempar pandangan.

"Kenapa malah tatap-tatapan ini, hm?"

Hamizan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Alhamdulillah sudah jauh lebih baik, tapi kayaknya Teh Astha agak parno kalau semisal ketemu Naqeesya lagi."

"Lho, emangnya kenapa?" seloroh Hamna seraya menepuk-nepuk pantat Hamsya agar sang cucu segera terlelap.

"Kemarin Naqeesya ngamuk, Buna. Tiba-tiba datang ke kontrakan dan ngusir Teh Astha, sampai narik-narik niqabnya segala," jelas Hamizan.

"Kok bisa?" tanya Hamzah dan Hamna.

"Nggak terima kalau Hamsya lebih dekat sama Teh Astha ketimbang dirinya. Kemarin, kan emang Hamsya agak kurang sehat, maunya nempel terus sama Teh Astha. Bunda datang, lha sama Naqeesya buat jenguk Hamsya, dan Naqeesya mau gendong Hamsya tapi ditolak mentah-mentah sama anaknya. Malah Hamsya sampai nangis kejer pas dipaksa Naqeesya."

Hamizan sekilas melirik ke arah Harastha yang kini tampil tidak menggunakan niqab. "Tuh pipinya Teh Astha kena cakar Naqeesya, karena terlalu kuat narik niqabnya."

Hamna dan Hamzah pun seketika melihat ke arah wajah sang putri yang memang masih meninggalkan bekas garis lurus kemerahan.

Sang ibu membelai wajah putrinya secara perlahan. "Masih sakit?"

"Nggak papa kok, Buna, sedikit doang ini. Refleks Naqeesya terlalu kuat aja pas maksa buat gendong anaknya, yang pada saat itu Hamsya spontan narik niqab Teteh untuk dijadikan pegangan. Ditepis, lha sama Naqeesya dengan sekuat tenaga sampai nggak sengaja kukunya kena kulit wajah Teteh."

"Udah diobatin?"

Harastha mengangguk pelan. "Udah, langsung dibeliin salep sama Hamizan."

"Cemburu itu pasti Naqeesya sama kalian berdua," ujar Hamzah.

"Emang sengaja, disuruh Bunda. Tapi kalau kejadian cakar-cakaran dan tarik-tarikan niqab nggak ada dalam rencana. Di luar prediksi itu," jelas Hamizan.

"Cari penyakit kamu mah, Bang. Buat apa atuh? Bisa ngerusak hubungan baik di antara Teteh sama Istrinya kalau kayak gitu," tegur Hamna.

"Rencana Bunda buat pulihin ingatan Naqeesya dengan cara mematik api cemburu di hatinya Naqeesya, Buna," beritahu Harastha.

Hamna menggeleng tegas. "Udah, jangan dilanjutin lagi. Yang ada nanti pada saat ingatan Naqeesya pulih, dia nggak bisa memberikan kepercayaan penuh sama Abang. Bawaannya curiga terus, khawatir kalau Abang bener-bener kecantol sama kembarannya lagi."

"Nauduzbilah atuh, Buna. Nggak akan!" sahut keduanya kompak.

"Makanya udah, jangan dilanjut lagi. Perempuan kalau lagi cemburu suka lepas kendali, kemarin kena cakar, nanti apalagi? Jangan coba-coba pokoknya!"

Padalarang, 27 November 2024

Hobi Naqeesya tuh emang nyakar orang, dulu Hamizan yang jadi korban sekarang Harastha 😆😅😂 ... Panjang nih, awas kalau ada yang bilang masih kurang. 🤧😬

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro