Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 41

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Seakan jadi sosok yang lalai akan tanggung jawab, karena tak mampu mendampingi setiap hari dalam berbagai kondisi."

"Masakan Bunda cocok, kan sama lidahnya, Astha?" tanya Zanitha di tengah kegiatan makan siang.

Harastha mengangguk kecil. "Sebelas duabelas sama masakannya Buna."

Zanitha terkekeh kecil. "Dimakan yang banyak atuh, sok nambah lagi. Anteng-anteng aja dulu di sini, jangan buru-buru pulang. Naqeesya juga belum menyelesaikan kegiatannya yang sedang memompa ASI."

"Jadi nggak enak, harusnya Astha ke sini agak pagian tapi karena ada sedikit keperluan jadinya siang. Hamizan juga agak hectic di kafe, makanya Hamsya dititipin ke Buna dulu dan jadi Astha deh yang ngambil ASIP-nya ke sini," terangnya.

Zanitha hanya manggut-manggut saja. Justru ini bagus untuk melancarkan rencananya.

"ASI-nya nggak keluar, Bunda, hanya dapat dua kantung itu pun nggak full," keluh Naqeesya seraya menjatuhkan cooler bag di atas meja, lalu duduk di samping sang ibu.

Zanitha menghentikan kegiatan makannya. "Stres kali kamunya, Sya. Jangan banyak pikiran atuh, itu bisa mempengaruhi produksi ASI, baik secara kuantitas maupun kualitas."

Naqeesya menghela napas berat. "Tahu ah!"

"Persediaan ASIP masih ada, kan, Astha?" cetus Zanitha mempertanyakan.

"Habis, Bunda, makanya Astha diminta buat ngambil ke sini sama Hamizan. Hamsya semakin banyak minumnya, padahal sekarang sudah diimbangi sama MPASI."

Zanitha menghela napas singkat. "Nggak rewel sekarang cucunya bunda, kan? Mau minum susu di dot?"

"Alhamdulillah, Bunda sejak diganti botol susunya. Hamizan membeli banyak jenis botol susu dengan bentuk dot yang beragam, atas saran dari Buna. Karena mungkin ada ketidakcocokan yang Hamsya rasakan saat menyusu, ternyata benar sekarang Hamsya sudah terbiasa. Tapi, minusnya nggak mau lagi minum susu formula, sangat bergantung sama ASI-nya, Sya. Kalau dulu, kan masih mau-mau aja ya, Bun pas mereka masih tinggal di sini?"

Sedikit banyak Harastha mengetahui akan tumbuh kembang sang keponakan dari cerita Hamna dan juga Hamizan. Terlebih, semenjak kembarannya memutuskan untuk tinggal mandiri dan keluar dari rumah Zanitha, dia cukup berkontribusi untuk merawat dan mengasuh Hamsya. Meksipun hanya sesekali, tapi bisa dikatakan lumayan sering.

"Iya emang, kalau Hamsya kebangun tengah malam, Hamizan suka membuatkan susu formula. Tahu sendiri, putri bunda ini kalau udah tidur, susah bangun, kan, Astha," timpal Zanitha diakhiri kekehan ringan.

Naqeesya hanya diam, tidak sedikit pun menanggapi celotehan sang ibu yang terkesan menyudutkannya.

"Nanti agak sorean datang lagi aja ke sini ya? Mungkin nanti ASIP-nya bisa agak banyak," titah Zanitha.

"Insyaallah sore nanti Astha ke si---"

"Tidak perlu repot-repot mengambil ke sini. Saya yang akan memberikan ASI secara langsung pada Hamsya!" potong Naqeesya ketus dan cepat.

Zanitha menahan senyumnya. "Nggak usah aneh-aneh deh, Sya. Hamsya udah mulai terbiasa minum ASI pake dot. Jangan kamu rusak lagi, susah lepasnya kamu yang ribet."

Naqeesya merotasi matanya. "Hamsya bisa tinggal bersama saya, dia tidak memerlukan dot lagi!"

Alis Zanitha terangkat satu. "Hamsya itu sepaket sama bapaknya. Nggak bisa kamu asal comot anaknya aja."

Naqeesya terdiam dan menatap dengan sorot tak terbaca pada sang ibu yang dengan santainya meneguk air putih.

"Definisi mau anaknya tapi nggak mau bapaknya," cetus Zanitha kemudian.

Naqeesya mematung linglung, dia seakan tidak asing dengan kalimat yang baru saja diungkapkan sang ibu. Seakan dia pernah mengutarakan hal yang hampir serupa, tapi entah kapan dan di mana?

Perempuan itu kembali terdiam, kepalanya sedikit berdenyut tapi tidak begitu terasa sakit. Masih cukup bisa bisa ditolerir.

"Mau ibunya, tapi nggak mau anaknya."

"Sya menginginkan keduanya."

Dia sontak menggelengkan kepala beberapa kali, bahkan tanpa sadar dia pun memukulnya sedikit kencang.

"Kamu kenapa sih, Sya? Jangan buat Bunda panik," tutur Zanitha sedikit khawatir.

Dipejamkannya mata serapat mungkin, berharap ada gambaran lebih yang bisa menjawab beragam pertanyaan perempuan itu. Namun, dia tidak bisa sedikit pun mengingat, siapa sosok yang ikut terlibat dalam perbincangan tersebut.

Berusaha sekeras mungkin, tapi tak membuahkan hasil. "Aaaakkkh!" teriaknya cukup frustrasi.

Dengan gerakan cepat Zanitha menghampiri Naqeesya dan berusaha untuk menenangkan sang putri. Sedangkan Harastha hanya mampu terdiam dan menyaksikan. Dia merasa iba akan kondisi dari sang ipar, tapi dia pun tidak bisa membantu banyak selain mendoakan.

Di tengah kesulitan Zanitha yang sedang menenangkan Naqeesya yang sekarang lumayan histeris dengan diwarnai teriakan, terdengar suara salam dari arah luar. Namun, kedua perempuan beda generasi itu sama sekali tak menyadari karena terlalu fokus pada Naqeesya.

Zanitha cukup kewalahan, apa yang terjadi sekarang pada sang putri jauh lebih parah dari sebelum-sebelumnya. Karena biasanya hanya sebatas rintihan kecil, dan raung kesakitan. Namun, sekarang ditambah dengan teriakan nyaring dengan air mata yang tak henti berjatuhan.

Hampir serupa dengan yang dulu sempat dialami Naqeesya kala tengah bersama Hamizan di kontrakan.

"Hamsya milik saya, dia putri saya, perempuan bercadar itu tidak sedikit pun memiliki hak atas Hamsya!" racau Naqeesya dalam pelukan Zanitha yang terus memberontak.

Harastha mundur beberapa langkah, dia berusaha untuk tetap tegap berdiri menyaksikan apa yang saat ini terjadi.

"Sya menginginkan keduanya, Bunda, Sya menginginkan keduanya!" lirih Naqeesya penuh akan penekanan.

Zanitha mengelus punggung putrinya lembut. "Iya, Sya, iya Hamsya hanya milik Sya, Nak. Yang tenang, Sayang ...," tutur sang ibu berusaha untuk tetap menenangkan.

Naqeesya terus meracau dan meraung, penuturan sang ibu sama sekali tak membuat kegelisahannya menyingkir, justru dia malah menatap tajam pada Harastha.

Di tengah kondisi yang tidak kondusif, terdengar langkah seseorang yang hendak menghampiri ketiganya. Di sana, Hamizan berdiri kaku saat harus kembali menyaksikan sang istri jauh dari kata baik-baik saja.

Niat hati ingin menjemput Harastha agar bisa pulang bersama ke rumah sang orang tua, dia malah mendapat kejutan tak disangka-sangka yang tengah dilakoni Naqeesya.

Hamizan sama sekali tak berani untuk melanjutkan gerak tungkai, dia tak ingin kehadirannya memperkeruh keadaan. Hatinya ikut menjerit sakit melihat Naqeesya yang tengah merintih kesakitan, air mata sudah beranak pinak membanjiri hampir keseluruhan wajah perempuan itu.

Ingin memberi sang istri pelukan hangat, tapi dia yakin itu bukanlah sesuatu yang bijak. Bukannya tenang, Naqeesya justru akan semakin menjadi saat menyadari kehadirannya. Dia pun memilih untuk memutar langkah, akan lebih baik menunggu di teras rumah sampai Naqeesya benar-benar bisa ditenangkan oleh Zanitha.

"Maafin, Abang karena nggak bisa selalu ada di samping Sya. Sebagai suami Abang nggak bisa berbuat apa-apa, nggak bisa mengusahakan kesembuhan Sya," gumam Hamizan penuh akan rasa sesal dan bersalah.

Dia meraup kasar wajahnya. "Harus dengan cara apalagi supaya ingatan Sya bisa pulih. Setidaknya Sya bisa sedikit tenang, nggak lagi kesakitan kayak sekarang."

Hamizan menatap kosong pada sekitar, suara tangis dan teriakan Naqeesya masih cukup terdengar. Namun, dia hanya diam dan bergelut dengan pikiran yang saling berkecamuk.

Benar-benar suami tidak berguna. Tidak bisa diandalkan!

Padalarang, 26 November 2024

Menurut kalian ini awal dari kesembuhan Naqeesya atau justru kian memperparah sakitnya? 🤔😅

Diusahakan daily update, kalau ada waktu luang double up itu pun kalau vote sama komennya rame 🤣😂✌️ ... Tapi kalau emang lagi agak hectic sebisa mungkin up dua hari sekali ya. ☺️ 😊

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro