Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 40

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ada satu fakta yang sulit untuk disangkal, perempuan tidak bisa menahan kecemburuan."

Naqeesya memukul-mukul kepalanya saat sekelebat bayangan hadir, kilatan akan bayang-bayang masa lalu sekilas mampir dengan disertai rasa nyeri yang lumayan menyiksa.

Zanitha yang melihat hal tersebut sudah lebih tenang, berusaha untuk membiarkan Naqeesya menyelami apa yang perempuan itu rasakan. Dia baru saja mengulang cerita-cerita masa lalu, dengan memamerkan beberapa potret sebagai penunjang.

Sesuai anjuran dokter, ingatan Naqeesya harus terus diasah dengan hal-hal yang sekiranya bisa membantu perempuan itu pulih secara perlahan-lahan. Bukan hanya sebatas bergantung pada terapi dan obat-obatan.

Berbagai macam ikhtiar Zanitha lakukan, dia memulai dengan sesuatu yang ringan dan sederhana. Mengingatkan sang putri akan masa kecilnya, lebih fokus untuk membangun ingatan akan siapa Naqeesya Dilara Hirawan itu sendiri.

Sebab, untuk bisa mengingat orang lain diperlukan untuk mengenali dirinya sendiri terlebih dahulu. Dengan adanya kemauan dalam diri sang putri membuat Zanitha semakin bersemangat untuk memulihkan ingatannya agar bisa kembali seperti semula lagi.

"Jangan terlalu keras, Sya, pelan-pelan ya, Nak," ujar sang ibu mengingatkan.

Naqeesya tak menanggapi, karena rasa sakit di kepala terlalu mengambil alih fokus perempuan itu.

"Naqeesya Dilara Hirawan merupakan putri semata wayang Ayah Dipta dan juga Bunda Zanitha, yang sekarang sudah genap berusia 22 tahun," ucapnya kembali mengulang.

"Sya kuliah di FKIP Universitas Pasundan dengan Prodi PGSD, dan saat ini sedang menunggu jadwal wisuda," imbuh Zanitha lagi.

Naqeesya menatap dalam diam manik mata sang ibu. Sekilas bayangan hadir di kepala, sebuah percakapan sederhana terngiang-ngiang.

"Ampun kamu ini malah cosplay jadi Makcomblang, inget harus lulus tepat waktu, kamu udah semester 6 ya, Sya."

"Bunda mah gitu, jangan bahas kuliah terus atuh. Iya, iya, Sya janji akan lulus tepat waktu."

Samar-samar dia seperti melihat sosok lain, mirip dengan perempuan bercadar yang kemarin dia temui saat berada di kediaman Hamizan. Kenapa sosok perempuan itu tiba-tiba muncul?

"Minggu depan kamu sudah mulai PPL lho, Sya. Sudah sampai mana persiapannya?"

"Mentok, Bunda."

Naqeesya menggelengkan kepalanya beberapa kali. Sekarang bayangan itu bukan hanya samar, tapi cukup jelas. Dia menatap ke sekeliling, menyakinkan diri jika gambaran yang baru saja menghampiri memang terjadi di tempat ini.

"Sya inget sesuatu, Nak?"

Mengangguk pelan lantas berujar, "Siapa sebenarnya perempuan bercadar itu, Bunda? Kenapa dia bisa berada di tengah-tengah kita?"

Zanitha sejenak terdiam. "Maksud Sya, Teh Astha? Apa yang Sya inget, Nak?"

Naqeesya memejamkan matanya beberapa saat. "Wajah Bunda dan perempuan bercadar itu tergambar jelas, sepenggal percakapan terngiang-ngiang di kepala saya."

Senyum Zanitha sedikit mengembang. "Sya tunggu sebentar, Bunda mau ambil sesuatu."

Naqeesya hanya menurut patuh.

Zanitha kembali dengan menenteng sebuah kamera, dia duduk di tempat semula, lantas menunjukkan kamera itu pada sang putri sembari berkata, "Sya cukup sering menghabiskan waktu sama Teh Astha. Lihat ini, Nak, ada beberapa potret yang kalian ambil saat berada di Selasar Sunaryo Art Space. Tempat yang paling sering Sya kunjungi yang juga merupakan tempat favorit Sya."

Naqeesya kembali diam, mencoba untuk mencerna kata demi kata dengan sebaik mungkin.

"Jika memang saya dan perempuan bercadar itu pernah dekat, lantas kenapa kemarin saya merasa sangat tidak menyukainya?" gumam Naqeesya bertanya-tanya.

Zanitha mengedikkan bahunya. "Mungkin Sya cemburu?"

"Cemburu?"

Anggukan kecil Zanitha berikan. "Sya nggak suka ada perempuan lain yang mendapat perhatian suaminya, ada kekhawatiran kalau Harastha akan mengambil apa yang Sya miliki, Hamsya. Sya nggak memberi sedikit pun kesempatan untuk Harastha menggendong putrinya, kan? Alam bawah sadar Sya seakan memberi sinyal bahaya. Bunda jadi sedikit curiga, kayaknya dulu Sya sempat memiliki rasa iri dan takut tersaingi karena Sya tahu Abangnya menaruh hati sama kembarannya sendiri. Ini hanya tebakan dan asumsi Bunda sih."

Lagi-lagi Naqeesya berkawan geming, ikut mempertanyakan hal serupa pada dirinya sendiri.

"Sekarang Sya inget-inget, seberapa ketus Sya kemarin sama Teh Astha? Padahal itu pertemuan pertama kalian, tapi respons yang ditunjukkan seolah Sya sudah memendam rasa kesal sedari lama. Sekarang Sya nggak bisa ngelak dan nyangkal lagi. Harus Sya akui kalau memang Hamizan Rasyid Wiratama itu merupakan suami sah dari Naqeesya Dilara Hirawan, dan Niskala Hamsya Alshameyzea itu merupakan putri kalian."

Ringisan kecil lolos dari sela bibir Naqeesya, saat rasa sakit di kepalanya kian menjadi. Dengan segera Zanitha merengkuh tubuh sang putri, berusaha untuk menenangkan semampunya.

Dia mengikuti arahan dari Dipta untuk membisikan banyak dzikir tepat di samping telinga sang putri, melangitkan doa-doa baik di dalam hati, memohon pada Allah untuk segera mengangkat penyakit sang putri.

"Tenang, Sayang, tenang ada Bunda," bisiknya kemudian.

Dia tangkup wajah yang dihiasi linangan air mata itu secara lembut. "Cukup dulu ya, Nak."

Naqeesya mengangguk dalam tangisnya. Air mata perempuan itu berjatuhan tanpa sebab yang jelas. Entah karena rasa sakit yang mendera, atau karena hal-hal lain yang belum mampu untuk dia jabarkan dengan kata.

Dituntunnya sang putri untuk menuju kamar, dia tahu betul jika yang saat ini Naqeesya butuhkan hanyalah istirahat. Membantu untuk menyelimuti tubuh Naqeesya yang terasa bergetar setelah berbaring di atas ranjang. Dengan penuh perhatian Zanitha menghapus keringat dingin di sekitar kening dan leher sang putri.

Reaksi tubuh Naqeesya selalu seperti itu kala dirinya berhasil mengingat sesuatu yang cukup berat. Antara hati dan pikiran saling berkecamuk hebat, dan akhirnya dia hanya bisa menangis tanpa sebab.

Zanitha memilih untuk ikut bergabung di balik hangatnya lindungan selimut. Dia peluk erat sang putri yang menenggelamkan kepala di dadanya. Dengan telaten dan penuh hati-hati Zanitha membelai surai sang putri.

"Sepertinya Bunda harus kembali mempertemukan kamu dengan Harastha, Sya. Dia bisa sedikit membantu untuk memulihkan ingatan kamu. Ketakutan dan kekhawatiran kamu akan kehadirannya, tanpa sadar membuka kilas-kilas masa lalu," gumam Zanitha dengan suara pelan.

"Di satu sisi kamu merasa terancam akan keberadaan Hamizan, yang semula kamu anggap bisa diandalkan untuk memberi kamu perlindungan. Tapi di lain sisi kamu juga merasa takut kalau ada sosok lain yang mengambil alih perhatian Hamizan. Hanya Harastha yang bisa memunculkan rasa cemburu di hati kamu. Kalaupun kamu selalu menyangkal akan fakta Hamizan adalah suami kamu, tapi sepertinya hati kamu sudah mulai meluluh dan melunak sekarang," monolog Zanitha lagi.

Saat dirasa napas Naqeesya mulai terdengar teratur, dengan perlahan Zanitha membelai wajah putrinya. "Bunda nggak pernah tahu kalau Sya memiliki kecemburuan berlebih sama iparnya. Ya Allah, Sya, bisa-bisanya Bunda nggak ngeh sama semua ini."

Zanitha sejenak terdiam, dia tersenyum lebar lantas kembali berujar, "Tapi Sya nggak perlu khawatir, Harastha itu bukan rival, Sayang, melainkan ipar. Cinta dan kasih sayang Hamizan hanya milik Sya seorang. Jangan pupuk hati Sya dengan ketidaksukaan, terlebih Harastha merupakan kembaran dari suami Sya sendiri."

"Sepertinya Bunda harus bertindak lebih berani, Bunda akan membangkitkan kembali rasa cemburu itu agar Sya bisa mengakui kalau Hamizan memang suami Sya," tekadnya begitu bulat.

Padalarang, 25 November 2024

Rencana selesai di Part 40, tapi ternyata molor entah sampai di part berapa 🤧😬 ... Semoga aja nggak pada bosen ya. Target aku harus kelar di akhir tahun. Nggak mau dibawa ke awal tahun, semoga bisa ya 🤲☺️😅

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro