HAMSYA || PART 4
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Berdamai dengan takdir itu harus, agar kita tak merasa kurang terus-menerus."
Merasa mendapat tatapan aneh dari para tetua, kontan Hamizan pun menyenggol lengan Naqeesya hingga perempuan itu refleks langsung menoleh, meminta penjelasan lebih ihwal perlakuan tak terduga yang telah dilakukan oleh suaminya.
"Jalannya biasa aja, jangan kayak bocah baru selesai sunat," bisiknya dengan suara sepelan mungkin.
Naqeesya melotot seketika. "Sya udah berusaha semaksimal mungkin, senormal dan sebiasanya," desis perempuan itu tak terima.
Hamizan hanya mampu menghela napas pasrah, dia harus menyiapkan banyak alibi untuk menjawab segala macam pertanyaan yang sudah pasti dilayangkan oleh orang tua dan mertuanya.
"Kok jalannya gitu, Sya? Kenapa, Sayang?" tanya Dipta lebih dulu.
"Kepeleset di kamar mandi, Yah," jawabnya asal.
"Kapan?" Satu kata itu dilayangkan secara kompak oleh ke-empatnya.
Naqeesya mencubit pinggang Hamizan, meminta lelaki itu saja yang merangkai kebohongan. Otaknya mendadak nge-blank.
"Tadi subuh."
"Kok bisa sih, Bang? Nggak dijagain ya istrinya? Dibawa ke rumah sakit atuh," omel Hamna yang dengan sigap langsung menuntun menantunya untuk ikut duduk bergabung.
"Biasa lha, Naqeesya rusuh berebut kamar mandi eh malah kepeleset sendiri, mana pake split lagi. Makanya jalannya jadi kayak gitu," ceplos Hamizan asal.
Naqeesya menghadiahi tatapan tajam, tapi dia dibuat tidak bisa berkutik karena Hamizan balik menatapnya tak kalah sengit.
"Lain kali hati-hati atuh, Sya. Yang sakitnya mana aja, hm?" seloroh Zanitha penuh perhatian.
"Cuma sela---"
"Sela antara kedua kaki, Bunda," ralat Hamizan cepat yang dengan sigap langsung membekap mulut istrinya agar tidak keceplosan.
"Papa antar ke rumah sakit atuh ya? Sakit banget itu pasti," timpal Hamzah.
"Sakit, Pa, sakit banget, rasanya Sya nggak kuat. Lebih perhatian Papa ya ketimbang Bang Hamizan, padahal Sya kayak gini itu gara-gara dia!" ocehnya menyudutkan.
"Dihh, karena ulah kamu sendiri kali!" sengit Hamizan tak mau kalah.
"Gara-gara Abang juga!"
"Kan kamu yang mulai duluan!"
"Nah itu salahnya, kenapa malah dilanjut?!"
"Ya nanggung lha, Sya."
Detik itu juga sebuah bantal sofa melayang apik di kepala Hamizan.
Para tetua hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah polah anak-anaknya.
"Bang berhenti atuh ah, malah jadi perang bantal. Kasihan atuh istrinya, udah mah lagi sakit malah kamu tambah lagi," tegur Hamna melerai.
Merasa dibela, Naqeesya menjulurkan lidahnya meledek habis-habisan sang suami. "Lebam-lebam pasti ini, Buna, termasuk dalam tindak KDRT, kan ya namanya?"
"Sya, jangan dilebih-lebihkan deh. Kamu juga sama aja, bukannya nurut sama suami, malah kayak gini. Nggak baik atuh kasar sama suami sendiri," imbuh Zanitha.
Senyum Hamizan terbit seketika, ibu mertuanya ada di pihak dia. Satu sama, tinggal melihat respons Hamzah dan Dipta. Berada di pihak siapakah mereka?
"Sudah ya? Ributnya dilanjut lagi nanti. Kita bahas yang jauh lebih penting dari sekadar tragedi jatuh Naqeesya," lerai Dipta.
"Kok Ayah nggak belain Sya sih? Ini anak semata wayang lho!"
"Mau dibela kayak gimana, hm? Kalian sama-sama salah kok. Damai aja, nggak usah memperbesar masalah."
Naqeesya mengerucutkan bibirnya, merajuk karena tak mendapat respons yang sesuai keinginan.
Dengan usil Hamizan pun meraup bibir sang istri menggunakan tangan. Lantas terbahak puas saat terang-terangan Naqeesya beradu perang mata dengannya.
Tak mau kalah, dia cubit keras pinggang Hamizan sampai lelaki itu menjauhkan tangannya, dan tanpa ampun Naqeesya pun menggigit kasar bahu Hamizan yang saat ini terbungkus kaus hitam.
Hamizan berteriak kesakitan, kekuatan gigi istrinya itu bisa menandingi vampir yang tengah kehausan darah. Daya hisap dan cengkeramnya sangat amat kuat.
"Sya! Yang sopan atuh sama suaminya," tegur Zanitha tegas.
Naqeesya pun sontak langsung menunduk dalam. "Maaf, Bunda."
"Kok sama Bunda minta maafnya. Sama suaminya atuh, Naqeesya."
"Iya ..., iya ..., maaf, Bang ...," katanya syarat akan ketidakikhlasan.
Hamizan sedikit merasa bersalah melihat Naqeesya tersudutkan. Dia elus puncak kepala Naqeesya yang tertutup pashmina secara hati-hati. "Abang juga minta maaf ya Sya?"
"Ya," singkatnya ketus.
"Sudah, kan? Drama kalian dilanjut nanti lagi di kamar. Kami nggak mau terlalu banyak berbasa-basi, kalian mau melanjutkan atau mengakhiri pernikahan ini?" seloroh Hamzah serius dan langsung pada intinya.
Mereka sama-sama bungkam. Mungkin jika kejadian semalam tidak terjadi dengan gamblang mereka lebih memilih untuk mengakhiri. Namun nyatanya sekarang apa?
Untuk memutuskan lanjut atau tidak saja rasanya bingung setengah mati.
"Kalau mau diakhiri ya silakan Abang ucapkan talak, mumpung nama kalian belum tercatat di negara sebagai sepasang suami istri, belum ada yang tahu juga kecuali kami sebagai orang tua. Kalau mau dilanjutkan syukur alhamdulilah maka kami akan segera melegalkan pernikahan kalian agar ke depannya tidak menimbulkan fitnah," terang Dipta menambahkan.
Sebagai orang tua, mereka mencoba sebijak mungkin untuk mengambil jalan tengah. Tak ingin mendesak dan memaksakan kehendak.
"Sebentar kita berembuk dulu," sahut Naqeesya lalu duduk menghadap Hamizan.
Dia dekatkan bibirnya ke dekat daun telinga Hamizan lantas berbisik, "Status janda emang nggak akan Sya sandang, tapi keperawanan Sya nggak bisa Abang kembalikan, kan?"
Sontak Hamizan pun menoleh dengan mata membulat sempurna, dia juga ikut berbisik pelan, "Status duda juga nggak akan Abang sandang, tapi apa Sya bisa mengembalikan keperjakaan Abang seperti semula?"
"Abang nggak ada bekasnya, nggak berjejak. Beda sama Sya!" desisnya tak mau kalah.
"Sama, Sya, intinya kita sama-sama telah kehilangan sesuatu yang selama ini kita jaga."
"Ish, ringan banget sih itu mulut. Sampai sekarang sakitnya masih berasa, sedangkan Abang yang jelas-jelas pelaku utama malah biasa aja. Jelas beda, nggak sama!"
"Sya yang menjebak Abang, kok sekarang jadi malah nuduh Abang sebagai pelaku?"
"Ya, kan emang bener!"
Hamzah dan Dipta kompak berdehem, karena putra dan putrinya malah asik berbisik-bisik.
"Ekhem!"
"Diskusinya belum selesai, Ayah," sela Naqeesya.
"Terus mau sampai kapan bisik-bisiknya, hm?"
"Ya sampai nemu jalan tengah atuh."
"Jalan tengahnya apa?"
"Ya nggak tahu, makanya ini lagi dicari dulu."
Hamizan menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan. Dia melirik sekilas ke arah Naqeesya lantas berkata, "Jalan tengahnya udah ada, kan, Sya?"
Kening Naqeesya mengernyit. "Apa?"
"Masa masih muda udah pikun, baru aja tadi Sya bisikin Abang kalau katanya mau lanjut. Udah kepalang basah dan cinta, kan sama Abang?"
Bola mata Naqeesya hampir meloncat dari tempatnya. "Apa-apaan itu! Nggak ada!"
Tanpa ragu Hamizan pun memegang pinggang ramping Naqeesya. "Biasalah, perempuan itu, kan gengsinya tinggi. Malu Naqeesya kalau ngomong langsung, jadi tadi bisik-bisik. Mau lanjut, kan Sya?"
"Lanjut apaan sih. Nggak ada ya. Sya nggak mau!" katanya seraya menjauhkan tangan Hamizan.
"Sekarang Abang tanya deh sama Sya, kalau seandainya Sya punya barang yang sangat amat berharga terus diambil paksa dan hilang. Apa Sya bisa mengembalikannya lagi?"
"Emangnya Abang juga bisa mengembalikan milik Sya yang udah Abang curi?!"
"Nggak bisa atuh."
"Kalau Abang udah tahu jawabannya, kenapa masih nanya?"
"Sekarang kita sama-sama tahu, kalau di antara kita nggak bisa saling mengembalikan. Maka solusinya ya udah jalanin, lanjutin."
"Sebentar ..., ini kalian lagi pada bahas apa sih? Jangan buat kami pusing," ujar Hamna dilanda rasa penasaran akut.
"Lagi bahas soal kelanjutan pernikahan kita, kan?"
"Terus apa hubungannya sama obrolan kalian?" timpal Zanitha.
"Saling terikat dan berkaitan, Bunda. Iya, kan, Sya?"
Naqeesya hanya membalasnya dengan putaran bola mata malas. Merasa jengkel dan kesal dalam waktu yang bersamaan.
"Intinya apa? Nggak usah banyak berkelit," tuntut Hamzah.
"Mau melanjutkan pernikahan, Pa," putus Hamizan.
"Kok ngambil keputusan sepihak sih, Bang?" protes Naqeesya.
Hamizan membawa tangan Naqeesya dalam genggaman. "Kepalang basah, Sya, mending kita nyebur bareng-bareng aja. Siapa tahu bisa kayak Papa dan Buna, kan ke depannya? Awalnya kepaksa, lama-lama cinta juga."
Sontak Naqeesya pun menjauhkan tangan Hamizan. "Kepalang basah Abang bilang? Jangan mentang-mentang semalam habis basah-basahan terus sekarang mendadak berubah pikiran. Ab---"
"Basah-basahan?" pekik ke-empatnya dengan mata membulat sempurna.
Padalarang, 25 September 2024
Definisi mantan jadi besan yang sesungguhnya 🤭😅 ... Rukun-rukun ya kalian 🤣✌️
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro