HAMSYA || PART 39
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Perasaan tidak suka muncul pasti karena ada sebabnya, bukan yang tiba-tiba ada."
"Bisa berhenti memerhatikan saya?!" sarkas Naqeesya merasa tidak nyaman karena dilihat sedalam itu oleh Hamizan.
Lelaki itu gelagapan seketika lalu memasang mimik wajah biasa. Dia sedikit meringis kecil lantas berkata, "Maaf, Sya."
Naqeesya tak menanggapi, lebih memilih untuk memakainya baju pada Hamsya yang baru saja selesai dimandikan. Perasaan kala melihat Hamsya sangatlah bertolak belakang dengan saat melihat Hamizan. Padahal sepasang bapak dan anak, tapi auranya bisa sangat jomplang.
Wajah Hamsya begitu manis menggemaskan, memberi rasa tenang sekaligus senang. Lain hal dengan Hamizan, sekadar melirik saja rasanya ogah, terlebih terjebak dalam situasi seperti sekarang. Cukup membuat perempuan itu risih sekaligus merasa kurang aman.
Namun, dia mencoba untuk mengabaikan keresahan hati karena rasa inginnya untuk berada di dekat Hamsya jauh lebih mendominasi. Sebisa mungkin, bersikap tak peduli dan menganggap Hamizan tidak ada di sini.
Tepat saat Naqeesya menuntaskan kegiatannya, suara salam dari arah luar menguar dan dengan segera Hamizan pun bergegas untuk membukakan pintu.
"Teteh cuma mau anterin sarapan dari Buna, katanya Naqeesya nginep di sini, kan?" ujar Harastha setelah dipersilakan masuk oleh sang kembaran.
Hamizan mengangguk. "Bukan nginep sih, ketiduran lebih tepatnya."
Harastha hanya manggut-manggut saja. "Boleh nggak kalau Teteh ketemu istrinya?"
"Ya sok atuh silakan, ada di kamar lagi main sama Hamsya. Makanannya biar Hamizan siapkan dulu, Teteh sekalian makan di sini juga, kan?"
"Boleh."
Interaksi di antara keduanya sudah tidak selaku dan secanggung dulu. Sekarang selayaknya sepasang saudara yang saling menghargai dan mengasihi satu sama lain. Kehangatan yang terjalin di antara keduanya jelas mendatangkan rasa lega di hati Hamzah dan juga Hamna.
Akhirnya setelah penantian panjang dengan kesabaran yang tidak terkira, mereka bisa menyaksikan anak-anaknya berkumpul dan rukun dalam satu kesatuan. Nikmat yang sungguh patut untuk disyukuri, setelah banyaknya hal yang telah keluarga mereka lalui.
Meksipun pintu kamar terbuka, Harastha tetap mengetuknya. "Sya? Boleh Teteh masuk?"
Kening Naqeesya mengernyit, dia menatap penuh tanya serta sedikit waspada, pasalnya ini merupakan kali pertama pertemuan mereka pasca Naqeesya dinyatakan amnesia.
"Maaf Anda siapa?"
Di balik cadarnya Harastha tersenyum. "Teh Astha ini, Sya. Dulu sempat kerja sama Bunda, malah Teteh deket banget sama Sya. Ngobrol bentar boleh nggak?"
Dengan sedikit ragu Naqeesya pun mengangguk.
Harastha berjalan perlahan mendekat ke arah ranjang. "Teteh boleh duduk di sini?" tanyanya yang langsung diperbolehkan oleh Naqeesya.
Perempuan bercadar itu lebih dulu menyapa sang keponakan yang tengah berada dalam pangkuan Naqeesya, sedikit mengajak berceloteh lalu beralih fokus pada iparnya yang sedari tadi diam saja.
"Lihatin Tetehnya gitu banget, Sya, takut sama Teteh?" ujar Harastha sembari membelai puncak kepala Naqeesya penuh sayang.
Naqeesya memilih untuk diam. Kebingungan sangat amat kentara pada wajahnya.
Harastha menyodorkan tangannya, mengajak Naqeesya untuk bersalaman. "Kenalan dulu atuh. Ini Teh Astha tepatnya Harastha Razqya iparnya Sya, kembaran dari suaminya."
Mata Naqeesya mengerjap beberapa kali. Seketika dia teringat akan cerita sang ibu akan perempuan bercadar di depannya ini. Cukup tercengang, karena tidak menduga akan dipertemukan secara langsung.
Perempuan bercadar yang katanya sempat menjadi seseorang yang dicintai oleh Hamizan, yang juga terlibat dalam peristiwa tak diinginkan hingga terciduk warga, yang katanya juga menjadikan sebab adanya akad di antara dirinya dan Hamizan.
Ternyata perempuan bercadar yang diceritakan sang ibu benar-benar ada, dan apakah benar jika cerita yang disampaikan Zanitha itu benar-benar terjadi juga? Sungguhkah pria asing yang sudah memiliki seorang bayi itu benar-benar suaminya?
Kepala Naqeesya rasanya berdenyut seketika, banyak sekali pertanyaan yang tumpang-tindih di sana. Lumayan sedikit menyiksa kala dia mencoba untuk memaksa keras mengingat sesuatu. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk tetap mengendalikan diri, berlagak tidak kesakitan sama sekali.
Membalut apa yang dirasa dengan keterdiaman, serta mengalihkan fokus untuk melihat lebih lekat pada sosok yang duduk di hadapannya.
Harastha terkekeh kecil. "Kaget banget kayaknya, tahu Teteh dari versi cerita siapa, hm?"
"Rileks aja atuh, Sya, meni kayak sama siapa aja ih. Teteh cuma mau ketemu Sya aja, mau tahu kabarnya, sekalian nengokin ponakan yang masyaallah lucu dan menggemaskan ini," sambungnya lantas sedikit mencubit pipi Hamsya.
Bayi perempuan itu justru tertawa lepas, dan mengoceh tak jelas. Harastha jelas semakin ingin mengajak keponakannya untuk bermain.
Hamsya merentangkan tangannya meminta digendong, tapi Harastha tidak langsung menyambut keinginan sang keponakan karena melihat reaksi Naqeesya yang cukup di luar dugaan.
Naqeesya memegang Hamsya dengan erat, seakan takut sang putri akan diambil alih. Padahal Harastha belum menunjukkan reaksi apa-apa.
"Teteh mah nggak akan gendong Hamsya, apalagi berniat untuk membawanya tanpa izin dari Sya. Sayang banget ya sama putrinya, masyaallah seneng Teteh lihatnya," terang Harastha berusaha untuk menenangkan sang ipar.
Perempuan bercadar itu cukup dibuat kesulitan menghadapi Naqeesya yang sekarang lebih senang berkawan geming. Karena biasanya Naqeesya yang lebih dominan dalam sebuah obrolan, sisanya dia menyimak dan sesekali tersenyum. Namun, sekarang kondisinya justru berbanding terbalik.
Dia dituntut untuk mencari topik obrolan, sedangkan dia bukan tipikal orang yang senang berbincang.
"Teh sarapannya udah disiapin, Sya mau sarapan bareng juga, kan? Bunda sama Ayah jemput rada siangan katanya," ujar Hamizan di ambang pintu kamar.
"Saya belum lapar!" ketus Naqeesya menolak mentah-mentah.
"Yakin nih nggak lapar? Sya paling suka sama masakan Buna lho, mana yang Buna buat makanan kesukaan Sya semua lagi. Udah se-effort itu lho mertuanya," bujuk Harastha lembut.
Naqeesya memalingkan wajah. "Silakan nikmati sarapan kalian, saya tidak berminat untuk menjadi penengah ataupun orang ketiga."
Sontak Hamizan dan Harastha pun saling berpandangan.
"Ngomong apa sih, Sya. Teh Astha ini kembarannya Abang, saudara sekandung, satu rahim. Hayuk atuh sarapan bareng-bareng," sahut Hamizan merasa heran.
Naqeesya mendelik tak suka. "Saya tidak lapar!"
Harastha pun seketika berdiri. "Teteh pulang atuh kalau gitu, kalian nikmati sarapannya berdua aja."
"Kok malah langsung pulang, Teh? Tadi, kan katanya mau sarapan dulu. Hamizan yakin Teteh belum sarapan, kan," cegah sang kembaran.
Harastha menggeleng keras. "Pulang ah, nggak enak ganggu kalian berdua. Sya juga kayak kurang nyaman dengan kehadiran Teteh."
Hamizan sejenak menghela napas. "Pulang sekarang banget, Teh?"
Sebuah anggukan dia berikan.
"Ya udah Hamizan anter ke depan atuh, sekalian Hamizan pesankan taksi online juga."
Harastha hanya menurut saja. "Teteh pamit ya, Sya," katanya beralih pada Naqeesya yang masih memeluk erat Hamsya.
Naqeesya tak menanggapi sama sekali. Entah kenapa ada perasaan tidak suka di hati, padahal ini merupakan kali pertama mereka bertemu. Sepertinya ada yang salah dengan dirinya, tapi entah apa.
Hamsya merengek ingin digendong Harastha, tapi tak sedikit pun diperbolehkan oleh Naqeesya. Bahkan tangis bayi itu sampai pecah seketika.
Dengan lembut dan hati-hati, Harastha mendekat ke arah sang ipar. "Boleh ya Teteh gendong sebentar putrinya? Kasihan ih nangisnya lumayan kejer."
Naqeesya memilih untuk turun dari ranjang dan menggendong Hamsya keluar. "Saya bisa menenangkannya sendiri!"
Hamizan meringis pelan. Benar-benar tidak habis pikir melihat tingkah polah Naqeesya yang di luar dugaan. Sedangkan Harastha memilih untuk diam seraya menunduk dalam.
"Lebih baik dijudesin sama diamuk-amuk sih, Teh, daripada traumanya kambuh jauh lebih riweh dan susah dijinakkin. Maafin Naqeesya ya, Teh?" ungkap Hamizan sedikit tidak enak hati.
Padalarang, 24 November 2024
Harastha ada lagi nih 😆 ... Si Naqeesya agak sensi lagi nyambut kedatangan iparnya. 😊🥺
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro