HAMSYA || PART 19
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Usahakan mempunyai imam yang ucapannya penuh akan doa, lembut dalam bertutur kata, serta ia yang mampu mengendalikan amarahnya."
"Sya pamit ke kampus ya, Bang!" teriaknya saat keluar dari kamar, dan berpapasan dengan Hamizan yang baru saja selesai mencuci piring.
"Jadi, urus berkas-berkas buat persiapan yudisiumnya?"
Naqeesya mengangguk cepat, lalu mengambil tangan Hamizan untuk dia salami. "Sya udah pesen Go-Jek kok, Bang. Udah nungguin pasti di depan."
Hamizan menahan kedua pundak Naqeesya yang hendak berlalu pergi, dia menilik dari atas sampai bawah penampilan istrinya.
Menghela napas berat itulah yang utama, lalu dia sentil kening sang istri pelan. "Korset pelangsingnya dilepas atuh, Sya. Masih aja bandel, omongan Abang nggak Sya denger!"
"Sya, kan mau ke kampus, Bang. Berabe kalau ada yang ngeh sama perut Sya, ketahuan lagi hamil gimana?"
Hamizan menggeleng keras. "Mau dilepas sendiri atau Abang yang lepasin?"
"Abang, kan udah janji nggak akan protes lagi soal pakaian Sya. Terus ini apa coba?!"
"Gimana Abang nggak protes, korset pelangsing itu nggak baik digunakan untuk ibu hamil. Bahaya, Naqeesya," tegasnya.
Perempuan itu mencebik sebal. "Sya udah telat, Abang!"
Tanpa aba-aba Hamizan menarik tangan Naqeesya hingga memasuki kamar, lalu melepas pashmina dan kemeja yang dikenakan oleh Naqeesya. "Pake kerudung itu yang bener, jangan asal disampirin doang. Abang, kan udah beliin Sya peniti, leher juga aurat. Itu lagi anak rambutnya ke mana-mana, ciputnya nggak Sya pake?"
Tidak hanya sampai di sana saja, Hamizan pun melepas paksa korset pelangsing yang dikenakan Naqeesya, dia menggeram tertahan melihat ke arah perut sang istri yang berbekas. "Perutnya sakit dan sesak, kan!"
"Lepas rok span jeans ketatnya, Sya," imbuh Hamizan memerintah.
Naqeesya menghentakkan kaki kesal. "Tuh, kan Abang mah gitu, ingkar janji. Apa yang Sya pake selalu salah di mata Abang!"
Hamizan kembali menyentil pelan kening Naqeesya. "Nggak ingat apa kata dokter, hm? Hindari pakaian-pakaian ketat terlebih di usia kehamilan trimester dua dan tiga. Seenggak peduli itu Sya sama keselamatan diri sendiri dan calon buah hatinya?"
"Bukan gitu, Bang. Sya janji outfit kayak gini cuma Sya pake buat ke kampus aja, selebihnya nggak," sahutnya seraya menunjukkan dua jari.
"Nggak ada pengecualian ya, Sya. Abang membebaskan Sya dalam berpakaian bukan berarti Sya bisa berbuat seenaknya kayak gini. Cerewet Abang buat kebaikan Sya."
Hamizan dibuat geleng-geleng kepala. "Naqeesya! Naqeesya! Kamu itu bukan perempuan yang hamil di luar nikah, tapi kenapa sampai segininya menutupi kehamilan?"
"Orang-orang tahunya Sya belum nikah, apa kata mereka kalau tiba-tiba lihat perut Sya yang membuncit. Jadi bahan ghibah seantero kampus nanti!"
Lagi-lagi Hamizan menghela napas berat, dia membuka lemari, pandangannya jatuh pada sebuah rok plisket dan juga tunik, lalu menyerahkannya pada Naqeesya. "Sya mau ganti baju sendiri atau Abang yang gantiin?!"
Buku kuduk Naqeesya berdiri seketika. "Abang ngancem? Sok aja kalau berani!" sahutnya berusaha untuk terlihat setenang mungkin.
Merasa ditantang dia pun tersenyum tipis. "Ohh, gitu ya maunya Abang yang gantiin, hm?"
Naqeesya menggeleng cepat dan mundur beberapa langkah hingga tubuhnya mentok di tembok. "Sya bisa sendiri. Abang keluar sekarang!"
Diangkatnya dagu Naqeesya lembut. "Kalau sampai ketahuan lagi sama Abang, Sya pake korset pelangsing awas. Abang hukum!"
Naqeesya mendengus kasar seraya menggerutu. Dengan tak ikhlas dia pun mengganti pakaiannya setelah memastikan Hamizan sudah keluar kamar.
Dia mematut diri di depan cermin. "Kalau kayak gini masih kelihatan kayak orang hamil. Aarrgh!"
"Ciput itu bikin pusing dan sakit kuping. Bang Hamizan sih enak cuma nyuruh doang, dia nggak ngerasain penderitaan perempuan. Pake jarum pentul itu ribet, mana suka ilang tiba-tiba, repot!" ocehnya tiada henti.
Naqeesya berteriak frustrasi lalu berjongkok seraya memegang kepalanya yang berdenyut. "Apa kata orang-orang di kampus nanti kalau ketahuan lagi hamil. Bang Hamizan mah emang nggak bisa banget diajak kerja sama. Dia sih enak nggak akan kena ghibah!"
"Yuk, Abang anterin Sya ke kampus," katanya di balik pintu kamar.
"Sya udah pesen Go-Jek," jawabnya seraya bangkit berdiri.
"Go-Jek-nya udah Abang suruh pulang, hayuk buruan katanya udah telat."
Naqeesya memelas dan memohon. "Izinin Sya pake korset atuh, Bang, Sya janji pakenya cuma kalau mau ke kampus doang. Sumpah."
Hamizan menggeleng tegas. "Nggak ya, Sya."
"Ayolah, Bang, ini juga demi kelangsungan hidup istri Abang yang paling cantik, manis, dan baik hati ini. Nggak kasihan apa kalau istrinya jadi bahan ghibah?"
"Abang lebih memilih keselamatan Sya dan juga calon anak Abang, ketimbang harus pusing mikirin anggapan orang!"
Naqeesya mengerucutkan bibir kesal.
Hamizan mendekat ke arah Naqeesya lantas berkata, "Selagi Sya sama Abang, insyaallah semuanya akan aman. Coba Sya lihat di kaca, perutnya nggak kentara banget kok. Daripada Sya harus menyiksa diri kayak tadi, kayak gini jauh lebih baik."
Naqeesya berdiri menyamping. "Masih kelihatan ini, Abang!" keluhnya.
Hamizan menjauhkan tangan Naqeesya yang berada di bagian perut bawahnya. "Kalau dipegangin kayak gitu ya kelihatan atuh. Tangannya nggak usah gatel, simpen sesuai tempatnya. Orang-orang juga nggak akan se-detail itu merhatiin Sya."
"Kalau ada yang ngeh bilang aja kebanyakan makan peraci-acian, belum BAB juga, makanya buncit. Udah simpel, nggak usah dibuat ribet. Lagi pula Sya ke kampus nggak tiap hari, selesai yudisium terus wisuda. Kelar," tukasnya tak menerima bantahan.
Naqeesya merotasi matanya. "Oke terserah Abang!"
"Jangan marah-marah atuh, janjinya mana? Katanya nggak mau banyak ngeluh dan mencak-mencak, hm? Lupa, perlu Abang ingetin lagi."
Naqeesya melengos pergi. "Tahu ah, Sya males sama Abang!"
Hamizan terkekeh kecil, dia rangkul bahu sang istri lembut. "Pulang dari kampus Abang traktir Sya jajan."
"Sya nggak menerima sogokan dalam bentuk apa pun!" sahutnya seraya menjauhkan tangan Hamizan, dan berlalu pergi keluar kamar.
"Serius?"
"Buruan katanya mau nganterin," omel Naqeesya tak menghiraukan kalimat tanya sang suami.
Hamizan pun berlari cepat menyusul langkah Naqeesya yang sudah berdiri seraya bersidekap dada di ambang pintu.
"Asem banget tuh muka, senyum dikit napa, Sya."
"Maaf senyuman Sya nggak gratis ya, Bang!"
Hamizan tertawa puas. Biasanya Naqeesya akan luluh kalau diiming-imingi jajanan, tapi kenapa sekarang tidak mempan?
Hamizan pun segera menyalakan motor, dan Naqeesya duduk berjarak di jok belakang.
"Majuan! Abang nggak usah modus buat deket-deket Sya!"
Pria itu menurut saja, akan panjang jika terus diladeni. "Segini cukup?"
Hanya deheman singkat yang Naqeesya berikan.
"Sya ..., kenapa sih setakut dan sekhawatir itu sama asumsi dan anggapan orang lain?" seloroh Hamizan di tengah perjalanan.
"Tanpa Sya jawab juga seharusnya Abang udah tahu."
"Kadang orang yang benar-benar berzina aja nggak sampai segininya. Malah terkesan biasa aja, dan di zaman sekarang rata-rata masyarakat menormalkan hal tersebut. Bukan menganggap remeh sebuah zina, tapi memang sudah seperti itu adanya. Paling cuma jadi bahan gosip satu atau dua hari aja, selebihnya lupa."
"Setiap orang, kan beda-beda, Bang. Sya belum siap aja untuk menghadapi berbagai macam omongan orang."
Hamizan memundurkan tubuhnya, dia tarik pelan tangan Naqeesya agar memeluk pinggangnya. "Selagi kita sama-sama, insyaallah semua akan baik-baik aja. Sya percaya, kan sama Abang?"
Naqeesya melemah, dia menjatuhkan dagunya di pundak Hamizan. "Sya cuma takut anak kita dicap sebagai anak haram."
Hamizan menoleh cepat. "Nggak ada yang namanya anak haram, yang haram itu perbuatan orang tuanya, karena yang berzina, kan mereka. Lagi pula ni ya, Sya, kehamilan Sya itu sah karena ada setelah berlangsungnya akad nikah. Abang yang akan pasang badan buat jadi pelindung Sya!"
Padalarang, 17 Oktober 2024
Marahnya Hamizan tuh ya cuma bisa nyentil kening Naqeesya doang. 🤣😂 ... Doi nggak berani lebih dari itu, takut sama ayah mertua 🤭😬
Nggak kerasa banget udah jalan satu bulan. Boleh sini kasih masukan kalau ada yang kurang dan keliru 😊👉
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro