HAMSYA || PART 18
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Dalam berumah tangga haruslah diisi dengan canda serta tawa agar jauh lebih berwarna, hingga menghadirkan rasa tenang dan bahagia."
Naqeesya tidur dengan menjadikan tangan kiri Hamizan sebagai bantal, sedangkan tangan kanan sang suami dia biarkan untuk mengelus perutnya. Ada rasa nyaman yang ditawarkan, oleh sebab itu dia tak banyak mengeluarkan suara.
"Amalan sebelum tidur selain baca Al-Mulk apa, Bang? Yang ringan dan mudah-mudah aja tapi, Sya paling lemah kalau disuruh ngapal," tanya Naqeesya seraya mendongak.
"Rasulullah pernah berkata kepada putrinya, Sayyidah Fatimah Az-Zahra, 'Wahai putriku, janganlah engkau tidur sebelum melakukan empat amalan ini. Pertama, janganlah engkau tidur sebelum mengkhatamkan Al-Quran. Kedua, jadikanlah para nabi sebagai syafaatmu kelak. Ketiga, janganlah engkau tidur sebelum meminta rida kepada seluruh kaum muslimin. Keempat, janganlah engkau tidur kecuali engkau telah melaksanakan haji dan umrah'." sahut Hamizan.
"Maksud Abang gimana? Sya kurang paham."
Dengan lembut Hamizan menyingkirkan surai yang menghalangi wajah Naqeesya. "Pertama membaca surat Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, di mana pahalanya sama seperti kita meng-khatamkan al-qur'an. Kedua, bershalawat sebanyak tiga kali juga supaya kita mendapat syafaat dari Nabi Muhammad, Allahumma sholli ala muhammad wa ala ali muhammad. Ketiga, membaca istighfar sebanyak tiga kali dengan bertujuan untuk memohon ampun sekaligus meminta keridaan Allah dan juga kaum muslimin. Astagfirullahaladzim. Keempat, membaca tasbih sebanyak tiga kali, di mana pahalanya serupa dengan haji dan umrah. Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallooh walloohu akbar."
Naqeesya mengangguk paham. "Abang selalu ngamalin itu setiap hari?"
"Iya atuh."
"Ya udah Sya juga mau coba buat amalin atuh."
Hamizan tersenyum sumringah. "Sya tahu nggak ada amalan apalagi sebelum tidur?"
"Apa, Bang?"
"Coba tangannya ditengadahin, terus ikutin Abang ya?"
Lagi-lagi Naqeesya mengangguk patuh.
"Bismillahirrahmanirrahim ...."
"Bismillahirrahmanirrahim ...."
"Allahumma Janibbanassyaithana ...."
"Pelan-pelan ih, Bang susah itu kata keduanya," protes Naqeesya.
Hamizan terkekeh kecil lantas kembali berucap, "Allahumma ...."
"Allahumma ...."
"Janibbanassyaithana ...."
"Ja-ja-nibbanassyaithana ...."
"Wa jannabban syaithana ...," katanya kembali menuntun.
"Wa jannabban syaithana ...."
Hamizan menahan senyum sebelum kembali berujar, "Maarazaqtana ...."
"Maarazaqtana ...."
"Aamiin ...," tutupnya seraya mengarahkan kedua tangan Naqeesya agar mengusap seluruh permukaan wajah.
Tanpa izin Hamizan mengecup kening, pipi, serta terakhir bibir Naqeesya secara bergantian. Perempuan itu mematung linglung, sampai akhirnya tersadar saat kembali mendengar suara Hamizan.
"Ya udah hayuk atuh. Doanya udah, tinggal praktik dan diamalin."
Kening Naqeesya mengernyit. "Maksud Abang?"
Hamizan mati-matian menahan tawa melihat ekspresi menggemaskan yang ditampilkan oleh sang istri. "Sya serius nggak tahu itu doa apa?"
Naqeesya menggeleng lemah. "Emang doa apa?"
Hamizan berbisik pelan di samping telinga Naqeesya.
Refleks Naqeesya pun menggeplak lengan bagian atas Hamizan, lalu menggerutu, "Abang mah ihh ngerjain Sya!"
Hamizan tertawa puas dibuatnya. "Kan katanya mau tahu amalan sebelum tidur, ya udah Abang kasih tahu."
"Ya nggak yang itu juga atuh."
Hamizan mendekap hangat tubuh Naqeesya, dia kecup ubun-ubun sang istri pelan. "Bercanda, Sya, ya udah hayuk tidur."
"Nggak papa emang?"
"Apanya yang nggak papa?"
"Doanya udah, praktiknya di-cancel nggak dosa, kan?"
Hamizan menyentil kening Naqeesya. "Nggak papa, asalkan kita sama-sama rida, lagi pula nggak harus malam ini. Masih banyak malam-malam lain."
Naqeesya terdiam beberapa saat. "Sya nggak mau nanggung dosa lagi ah, ya udah nggak papa kalau Abang mau. Tapi, ajarin lagi doanya ya?"
Hamizan tersenyum sumringah dan mengangguk antusias.
Naqeesya membuka matanya secara perlahan saat merasakan ada yang menepuk-nepuk lembut pipinya. "Sya, bangun yuk!"
Naqeesya menggeliat dan malah kembali bergelung di balik selimut.
"Abang mau ke masjid, jama'ah subuh. Sya bersih-bersih dulu gih, bentar lagi azan. Abang nggak tenang kalau ningalin Sya masih dalam keadaan tidur. Takutnya kebablasan dan salat subuhnya tertinggal."
Perempuan itu pun memaksakan diri untuk bangun, dia terduduk dan menatap Hamizan yang sudah rapi dengan balutan sarung, koko, serta peci. "Abang bawa kunci rumahnya aja, supaya Sya merasa aman. Takut ada orang asing yang tiba-tiba masuk."
"Nggak papa gitu Abang kunciin dari luar?"
"Iya, itu jauh lebih baik."
"Sya mau dibeliin sarapan apa? Supaya sekalian, nanti Abang cari di jalan."
"Apa aja terserah Abang, jangan lama-lama ya? Sya masih agak ngeri sendirian di rumah. Belum terbiasa."
Hamizan mengangguk cepat. "Pasti, ya udah mandi dulu gih. Perlu Abang bantuin nggak?"
Naqeesya menggeleng kecil. "Sya bisa sendiri, Abang mending pergi sekarang aja."
Hamizan mengelus puncak kepala Naqeesya, lalu mengecupnya singkat, "Abang pamit dulu kalau gitu, Sya hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Abang ya?"
Hanya anggukan kecil yang diberikan Naqeesya.
Sepeninggal Hamizan, dia langsung mengayunkan langkah menuju kamar mandi guna membersihkan diri. Sepertinya mulai dari sekarang dan seterusnya dia harus mulai terbiasa dengan mandi pagi-pagi buta. Padahal sebelumnya mana pernah, lebih senang mandi siang atau bahkan hanya mandi sore saja.
Tepat saat keluar kamar mandi, kumandang azan terdengar. Dia pun segera menggunakan pakaian lantas menggelar sajadah. Menunaikan dua rakaat qobliyah subuh, lalu disusul dua rakaat salat subuh.
Setelahnya Naqeesya malah kembali bergelung di atas sajadah, masih cukup mengantuk terlebih memang sudah jadi kebiasaan juga. Tidur selepas subuh memang tidak dibenarkan, tapi rasanya nikmat dan sangat nyenyak.
Entah berapa lama, yang jelas perempuan itu terbangun kala merasakan ada sepasang tangan yang mengguncangkan tubuhnya cukup kencang.
"Abang mah ihhh, Sya masih ngantuk tahu!" protesnya.
"Abang panik tahu, Sya. Pulang dari masjid ngelihat Sya terbaring di atas sajadah. Abang takut Sya kenapa-kenapa."
"Sya cuma ngantuk doang ih, Abang mah mikirnya kejauhan."
"Posisi Sya yang buat Abang panik, mana susah banget dibangunin lagi."
Naqeesya mengucek kasar matanya. "Gara-gara Abang juga tahu, jadwal tidur Sya jadi keganggu. Habis makan Sya mau tidur lagi pokoknya."
Hamizan mengangguk pelan. "Iya, iya, terserah Sya aja. Sarapan dulu, Abang barusan beli nasi kuning. Nggak papa, kan?"
"Nggak papa yang penting bisa bikin kenyang."
Dengan lembut Hamizan membuka mukena yang dikenakan Naqeesya. "Hayuk atuh, kenapa matanya malah mau ditutup lagi."
Tanpa aba-aba Naqeesya malah nemplok di balik punggung Hamizan. "Gendong, Sya males jalan."
"Gendong depan aja ih, kasian perutnya keteken. Nggak sakit emangnya?"
"Nggak, cuma bentaran doang mah. Yuk atuh, Sya udah laper banget," ajaknya yang langsung dipatuhi Hamizan.
"Ganti channel tv-nya, Sya nggak suka nonton berita. Mau makan sambil nonton kartun, Mentari TV ya, Abang," pinta Naqeesya.
Hamizan menyetujui tanpa banyak berkomentar. Dia bantu Naqeesya untuk membuka bungkus nasi kuning. Memastikan istrinya makan dengan lahap terlebih dahulu, lalu setelahnya dia pun ikut menikmati sarapan sederhana itu.
"Kayaknya kita perlu belanja untuk kebutuhan sehari-hari deh, Sya. Ada waktu luang nggak kalau sore nanti kita Borma?"
"Boleh, tapi nanti kalau belanja Abang gandeng Sya ya? Jangan dilepas, bahaya soalnya, Sya bisa menguras habis isi dompet Abang."
Hamizan tertawa kecil. "Nggak papa kalau yang dibeli makanan, asal jangan mainan."
"Yeeee! Abang kira Sya anak kecil apa?"
"Ya kali aja gitu," ceplosnya lalu memasukan sesuap nasi kuning ke dalam mulut.
Padalarang, 15 Oktober 2024
Tadinya mau up malem, tapi udah banyak yang nagih, ya udah sekarang aja, hehe 🤭☺️ ... Gimana? Ada yang kurang, kah??
Gaskennn???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro