Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 14

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Nyamannya perempuan menguji rasa sabar, karena yang ditampilkan bukan lagi sandiwara melainkan sebenar-benarnya fakta."

"Capek ya, Bang?" seloroh Dipta saat mendapati menantunya tengah asik melamun seorang diri dengan pandangan kosong.

Sontak Hamizan pun menoleh cepat lalu berujar, "Ehh, Ayah dari kapan di sini?"

Dipta terkekeh kecil lantas menepuk lembut pundak sang menantu. "Mau sampai kapan lari dari kenyataan terus? Nggak capek emangnya?"

Hamizan memilih untuk terdiam, bibirnya kelu untuk mengeluarkan sepatah kata pun.

"Pulih itu harus dari kitanya dulu, percuma ada orang baru kalau kitanya masih stuck di masa lalu. Fase paling sulit dalam mencintai itu ya melupakan, hatinya masih terpaut tapi keadaan memaksa untuk menyudahi. Nggak papa, dinikmati dulu aja, namanya juga sedang berproses. Tapi, Bang sekarang bukan lagi tentang hati dan diri Abang sendiri, melainkan ada istri dan juga calon buah hati kalian yang mana haruslah jadi prioritas Abang."

Dipta menjeda kalimatnya, dia tersenyum cukup lebar lantas kembali berucap, "Salah emang kalau sembuh melibatkan orang baru, karena pasti akan ada yang tersakiti. Sadar atau nggak, itulah faktanya. Bang, Ayah percaya kalau takdir Allah itu selalu baik dan sudah pasti terbaik. Bisa ya pelan-pelan berdamai dengan kenyataan?"

"Papa sama Buna pasti ingin kumpul sama semua anak-anaknya, apalagi saudari kembar Abang baru pulang setelah 20 tahun lebih kalian terpisah. Nggak mau emangnya lihat Papa sama Buna senang? Bahagianya orang tua itu sederhana," tukas Dipta.

Tanpa kata Hamizan mengangguk patuh dengan diiringi senyum tipis.

Dirangkulnya bahu sang menantu. "Abang boleh cerita apa pun sama Ayah, bebas, kita sharing dan deeptalk bareng. Ayah ingin membangun suasana yang hangat, karena sekarang Abang sudah menjadi bagian dari hidup putri semata wayang ayah."

"Ayah berhasil menjadi figur orang tua yang paket lengkap, sampai Naqeesya begitu memimpikan sosok suami seperti ayahnya sendiri. Tapi maaf ya, Yah, Abang belum bisa jadi suami seperti Ayah yang didambakan Naqeesya," ujar Hamizan.

"Kita itu nggak bisa menyerupai orang lain, untuk dicintai cukup dengan menjadi diri sendiri. Capek kalau ngikutin maunya orang, udah Abang nggak usah terlalu mematok diri. Kalau soal Naqeesya jangan terlalu diambil pusing, dia itu sebenarnya gampang suka, asalkan kitanya bisa men-treatment dia dengan sebaik mungkin. Tapi emang perlu extra sabar aja, manjanya nauduzbilah."

Hamizan terkekeh kecil lantas mengangguk setuju. "Abang kira akan banyak drama di awal-awal pernikahan, tapi ternyata nggak terlalu. Yang cukup drama ya cuma gara-gara testpack garis dua aja."

Dipta tertawa dibuatnya. "Abang kira Naqeesya anti physical touch gitu? Dia mah paling suka, apalagi kalau ubun-ubunnya udah dielus-elus. Hobinya gelendotan kayak bocah lima tahun mau nyeberang. Tapi, emang kalau soal hilangnya kesucian itu udah di ambang batas wajarnya dia mungkin ya. Pantes dia sampai sedrama itu, apalagi pas tahu pelaku utamanya ibu kandung dia sendiri."

"Abang juga ikut andil sebenarnya, coba kalau bisa menguasai hawa nafsu dan mengandalkan pikiran jernih, mungkin nggak akan sampai kebablasan."

"Kebablasan juga udah halal, Bang. Udah nggak usah dipikirin banget, lama-lama juga Naqeesya akan enjoy sama kehamilannya, sekarang mah mungkin cuma masih shick shack shock aja," sahut Dipta begitu santai.

"Abang mau tanya banyak hal tentang Naqeesya sama Ayah boleh?"

"Ya boleh atuh, sok mau tanya apa."

Hamizan bertanya apa pun yang berkaitan dengan Naqeesya, dari mulai yang perempuan itu sukai dan tidak sukai, hal-hal yang sekiranya bisa menaikkan mood sang istri yang cukup sulit dimengerti, dari sesuatu yang remeh hingga besar.

Sejatinya memang mereka belum saling mengenal, maka dari itu Hamizan berusaha untuk mengenal Naqeesya dari sumbernya langsung. Sekalian belajar supaya bisa jadi suami spek sang mertua yang begitu didambakan Naqeesya.

"Kalau soal makanan, Naqeesya itu pemakan segala, nggak rewel, apa aja dia suka. Hobinya traveling, healing, hiking, tapi karena Ayah dan Bunda batasi dia belum bisa meng-eksplor itu semua. Katanya ni yah dia kalau udah nikah mau meng-qodo ketidakmampuan itu sama suaminya. Naqeesya tipikal orang yang senang kalau ke-notice walau itu perkara hal-hal remeh. Kayak semisal Abang inget hari ulang tahunnya, lihat skincare dia yang habis langsung dibelikan, tanpa harus minta dulu. Perkara Abang pulang kerja terus mampir ke Indomerit buat beliin dia camilan aja, udah kegirangan banget pasti."

"Dia juga suka banget jajan, sekte peraci-acian garis keras, tapi kalau soal makan harus masakan rumah, paling anti makan di luar. Suka banget sama masakan bundanya, tapi paling antipati kalau disuruh masak. Perempuan itu makhluk paling ribet, tapi kalau dia bisa menyederhanakan diri sama kita, berarti memang kita orangnya. Sejauh ini Naqeesya bikin ribet Abang nggak?"

Hamizan menggeleng pelan. "Bikin ribet sih nggak, bikin ngelus dada iya, apalagi gara-gara testpack garis dua," keluhnya.

"Kalau soal itu sih disabar-sabarin dulu aja, emang perempuan kalau udah nyaman suka nguji rasa sabar. Gampang banget ngomel dan marah-marah, Bunda juga sama kalau lagi kumat ya kayak gitu, Bang."

"Sekalem Bunda bisa juga ngomel, Yah?"

Dipta terkekeh kecil. "Ya bisa atuh, namanya juga manusia. Kalau emang ada yang nggak dia suka, ada yang nggak sesuai kehendaknya ya mencak-mencak juga. Kalem itu hanya topeng luar, aslinya suka tantrum malah."

Hamizan meringis kecil. "Papa sama Buna juga suka saling adu mulut, tapi itu sih pas Abang masih kecil, sekarang nggak terlalu. Buna lebih bisa dijinakkan kayaknya, nada bicaranya juga selalu di bawah Papa, katanya pas awal-awal nikah hobi Buna teriak-teriakin Papa."

"Maklum, Bang, Papa sama Buna itu nikahnya di luar nalar. Sebelas duabelas lha sama yang Abang dan Naqeesya alami."

"Berarti turunan ya, Yah? Jadi penasaran gimana nanti Hazman sama Hazami ketemu jodohnya kayak gimana."

"Sama jodoh kembarannya nggak penasaran, hm?" kekehnya menanggapi.

Refleks Hamizan pun menoleh, di tersenyum samar lantas berujar, "Kalau Teh Astha kayaknya lurus-lurus aja, ketemu jodoh paling lewat jalur normal, semacam melalui proses ta'aruf mungkin."

"Sudah siap kalau waktu itu tiba?"

"Kenapa Ayah tanya gitu?"

"Cuma bertanya, emangnya nggak boleh ya?"

"Siap-siap aja kayaknya, Yah, lagi pula Abang udah punya kehidupan baru juga sama Naqeesya. Kan kata Ayah harus mencoba untuk berdamai dengan takdir, capek kalau harus lari dari kenyataan terus."

Dipta mengacungkan dua jempolnya. "Abang berusaha, dan Ayah akan bantu dengan doa."

"Kok Ayah baik banget sih sama Abang?"

"Sama mantu sendiri masa jahat? Harus baik atuh, kita singkirkan jauh-jauh tentang stigma buruk perihal anak dan menantu. Kita bangun hubungan yang rukun dan damai."

"Di masa lalu Buna punya pengalaman buruk dengan sosok bernama 'mertua', tapi sekarang saat Buna menyandang gelar mertua justru Buna jadi figur idaman di mata Naqeesya. Apa Ayah juga sama?"

"Ayah justru kurang beruntung karena saat menikahi Bunda, dia sudah dalam kondisi yatim. Maka dari itu, biarkan sekarang Ayah merealisasikan apa yang memang sudah terencana, tapi belum terealisasi karena keterbatasan yang dimiliki."

Dipta kembali merangkul hangat Hamizan. "Ayah titip Naqeesya sama Abang ya? Kalau sekiranya ada yang nggak berkenan dalam diri putri ayah, tolong diingatkan dan diarahkan dengan lembut dan hati-hati. Ayah percaya, Abang nggak akan mungkin bertindak kasar, maka dari itu Ayah dan Bunda mempercayakan Naqeesya untuk menjadi pelengkap separuh agama Abang."

"Kalau Abang merasa nggak sanggup untuk mengemban amanah ini, tolong pulangkan Naqeesya tanpa sedikit pun lecet di tubuhnya." Dipta terdiam sejenak, dia pegang tangan sang menantu lantas kembali berucap, "Tangan ini cukup Abang pakai untuk mencari nafkah, mengasihi dan menyayangi Naqeesya, jangan sampai tangan ini Abang gunakan untuk mengkasari putri ayah ya?"

Hamizan mengangguk tanpa ragu. "Insyaallah, Yah."

Padalarang, 11 Oktober 2024

Kangen banget sama Dipta, huhu 🤧☺️ ... Adakah yang kangen juga? Pembaca lama masih adakah? 😅

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro