Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

HAMSYA || PART 1

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Pentingnya kesetaraan dalam sebuah pernikahan, agar tidak merasa excited sendirian."

Hamizan berkacak pinggang menatap Naqeesya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Jangan curang dong, Sya."

Alisnya terangkat satu. "Curang apa sih maksud Abang?"

Pria itu menunjuk menggunakan dagu, menilik penampilan Naqeesya yang tanpa rasa malu hanya mengenakan crop top serta hotpants. "Lihat aurat Abang keberatan banget kayaknya, padahal aurat laki-laki hanya sebatas pusar sampai lutut. Terus apa ini maksudnya? Padahal, kan Sya tahu kalau aurat perempuan itu sekujur tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan."

"Kalau Abang keberatan nggak usah dilihat. Sya kalau di rumah, apalagi di kamar ya kayak gini. Repot banget sih, Bang Hamizan!"

Dia pun berdecak seraya geleng-geleng kepala. "Ya beda atuh, Sya. Nggak risih atau malu gitu?"

"Kalau telanjang depan Abang baru malu. Lagian, masih pake baju juga ih. Perasaan Ayah aja nggak pernah protes deh," keluhnya.

"Beliau ayah kandung kamu, beda sama Abang."

"Sama, Bang hukumnya tetap mahram."

Hamizan pun menghela napas panjang. "Okee, terserah kamu, Naqeesya."

"Ya udah tidur, ngantuk. Udah malem juga," sambungnya lalu menaiki ranjang.

"Terus Abang tidur di mana?"

"Maunya Abang di mana? Terserah Abang, suka-suka Abang. Lagian ini, kan kamar Abang. Kok jadi malah Abang sih yang linglung!"

Hamizan dibuat cengo seketika. "Nggak ada drama rebutan tempat tidur?"

Alis Naqeesya terangkat satu. "Buat apa? Ribet, orang cuma tidur doang juga. Udah deh, Bang apa susahnya sih tinggal rebahan terus merem, nggak usah banyak wawancara. Sya udah ngantuk berat ini."

"Kita? Tidur satu ranjang?"

"Ternyata aslinya bawel ya, Abang. Daritadi ngoceh mulu perasaan. Iya, Bang, iya. Udah sini, tidur."

Bukannya mengikuti titah Naqeesya, Hamizan justru memutar arah seraya berkata, "Kayaknya Abang tidur di kamar Hazman aja deh, Sya."

Naqeesya yang sudah rebahan, kembali duduk seketika. "Ya sok atuh silakan, tapi jangan minta bantuan Sya buat bohong sama Papa dan Buna ya kalau besok pagi kena interogasi. Sya nggak mau nambah dosa lagi."

"Sya ini kamu serius nggak keberatan tidur satu ranjang sama Abang?"

"Nggak. Kalau Abang masih nanya lagi, Sya nggak mau ya tidur samping-sampingan sama Abang, tidurnya gelar tikar aja sana di bawah!" putusnya lalu kembali berbaring dan menutup seluruh tubuh dengan selimut.

Terlihat sangat ragu, Hamizan memacu langkah hingga dia tertahan sebatas duduk di tepian. Dia tidak pernah menduga, akan seperti ini perlakuan Naqeesya.

"Malah bengong lagi. Tidur, Bang, tidur!" ujar Naqeesya kembali menurunkan selimut hingga sebatas dada.

Merasa jengkel, dia pun menarik tangan Hamizan sampai pria itu ikut berbaring di sisinya.

"Sya!" pekiknya cukup terkejut.

"Apa?" sahut Naqeesya singkat.

Dia menatap Hamizan dengan pandangan heran. "Salah ya? Abang sampai keringat dingin kayak gini. Abang demam?" imbuhnya saat melihat bulir-bulir keringat di dahi Hamizan.

Pria itu menutup sejenak matanya, berulang kali menarik napas, sampai akhirnya berkata, "Sya kamu nggak lagi godain Abang, kan?"

Refleks Naqeesya pun menjauhkan tangannya. "Dihh, apaan. Kurang kerjaan banget godain Abang. Nggak ada ya, Sya cuma mau mastiin doang kening Abang panas atau nggak. Jangan ngaco deh mikirnya!"

"Ini Abang panas dingin, sampai deg-degan parah. Kok bisa-bisanya kamu biasa aja?"

"Lebay deh, Sya juga baru pertama kali kok tidur satu ranjang sama cowok, tapi ya udah. Sekarang, kan Abang suami Sya, dosa juga kalau nyuruh Abang tidur di bawah, bisa-bisa kena geprek Buna, Papa, Bunda sama Ayah. Kita perlu istirahat, Bang, Sya nggak mau terlalu mendramatisir hidup. Jalannya udah gini, ya udah mau digimanain lagi?"

"Maafin Abang ya, Sya ...," katanya tulus.

Naqeesya tersenyum tipis. "Nggak papa, Abang nggak usah minta maaf."

Tanpa ada sedikit pun keraguan Naqeesya membagi selimutnya pada Hamizan. "Sekarang kita tidur, Abang jangan ngoceh lagi. Sya bener-bener ngantuk."

Seakan terbius, Hamizan pun mengangguk kecil. Dia menatap Naqeesya yang sudah mulai menutup kedua matanya. Perempuan yang beberapa jam lalu dinikahi itu tampak terlelap nyaman.

Tak ingin terlalu berlama-lama, Hamizan memutuskan untuk membelakangi Naqeesya. Berharap rasa kantuk segera datang, tapi dia dibuat tersentak saat ada sepasang tangan yang melingkar apik di pinggang.

Perlu beberapa detik untuknya menahan napas, mengontrol debaran jantung yang berdetak dengan sangat rusuh. Dia hapus peluh yang membanjiri kening, wajah, hingga lehernya.

Percayalah Hamizan segugup itu mendapat perlakuan tak biasa Naqeesya. Ini merupakan kali pertama baginya, dan jujur dia gemetar sampai berdebar parah, hingga rasanya seluruh persendian tubuh melemah dalam waktu yang bersamaan.

Ternyata dia secupu itu, tak pernah terlibat kontak fisik dengan perempuan membuatnya kagok, canggung, dan juga mati kutu.

"Sya kalau kayak gini kamu nyiksa Abang namanya," cicit Hamizan berusaha untuk menjauhkan tangan Naqeesya.

Bukannya kantuk datang, yang ada malah perasaan resah tak tenang. Mungkin seperti ini juga yang dirasakan oleh orang-orang yang menikah tanpa dimulai dengan sebuah pacaran. Campur aduk tak keruan.

Nikah jalur cidukan warga, deg-degannya bukan hanya pas akad saja, tapi juga pasca akad karena ternyata perempuan yang dia nikahi tidak sesuai ekspektasi. Sangat jauh, benar-benar speechless dibuatnya.

"Perasaan dulu Papa pernah cerita, kalau Buna sadisnya nggak kira-kira pas awal nikah. Jangankan tidur satu ranjang, kerudung aja nggak dibuka sampai berbulan-bulan. Kenapa kamu beda? Padahal kasus yang kita alami pun nggak jauh beda sama Papa dan Buna."

Dia terus berceloteh banyak hal, malah sibuk membandingkan tingkah polah dan perlakuan sang ibu dengan Naqeesya. Dua perempuan beda generasi itu memiliki perbedaan yang sangat jomplang dalam hal menyikapi takdir.

Naqeesya yang dia kira akan banyak mendramatisir, justru bisa selegowo itu. Malah dia yang jadi kagok dan bingung dalam menyikapi sikap serta perilaku Naqeesya.

Hamizan sudah merasa cukup frustrasi, dia paksa tangan Naqeesya untuk menjauh dari tubuhnya lalu turun dari ranjang dan keluar kamar. Kalau terus bertahan, dia yakin rasa kantuk tidak akan kunjung datang padahal waktu sudah menunjukkan tengah malam.

Dapur menjadi tujuan utama, tiba-tiba merasa haus dan butuh asupan air dingin untuk menetralisir pikiran yang terasa panas mendidih.

"Mau sampai kapan tuh gelas dipegangin, Bang?"

Hamizan tersentak bukan main saat mendengar pertanyaan yang dilayangkan oleh Hazman, sedangkan adiknya itu malah terkekeh tanpa sedikit pun merasa bersalah.

"Ngagetin aja sih, Haz untung gelasnya nggak jatuh dan pecah!" omel Hamizan.

"Ya lagian Abang, ngapain tengah malam nongkrong depan kulkas sambil pegang gelas. Mana pintu kulkasnya masih terbuka lagi, khusyuk banget bengongnya."

"Abang cuma haus, mau minum. Kamu juga ngapain tengah malam ke dapur? Bukannya tidur."

"Hazman baru selesai tahajud, karena perut keroncongan ya udah niatnya mau masak mie instan," terangnya jujur.

"Ya udah sekalian kalau gitu, Abang mau satu."

Hazman mengangguk patuh, lalu segera menyalakan kompor dan mengeksekusi mie instan yang berada di atas kabinet dapur. Sedangkan Hamizan memilih untuk menunggu seraya duduk di meja bar.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM!" pekik Hazman kaget bukan main, refleks dia pun mematikan kompor lalu menutup rapat kedua matanya dengan telapak tangan.

Hamizan yang tengah asik melamun, tersadarkan seketika, dan dia terbelalak tak percaya melihat kehadiran Naqeesya yang tanpa dosa tengah mengucek-ngucek kedua matanya.

Dia bergerak cepat menghampiri Naqeesya, membawa tubuh kecil itu dalam sekali gendongan lantas berteriak pada sang adik, "Mie instan-nya nggak jadi, Haz!"

Setelahnya Hamizan pun berjalan cepat menuju kamar, mengunci pintu, lalu menurunkan Naqeesya. "Sya, kalau mau keluar kamar jangan kayak gini dong penampilannya. Sya, kan tahu Abang punya dua saudara laki-laki."

"Sya cuma mau nyariin Abang, perasaan tadi ada kok tapi pas kebangun tiba-tiba nggak ada. Abang ke mana?"

Hamizan menghela napas berat. "Abang cuma ke dapur, haus mau minum. Kenapa bisa tiba-tiba kebangun?"

"Guling Sya hilang, jatuh nggak tahu ke mana."

Pria itu menggaruk kasar kepalanya. "Yang kamu peluk itu Abang, bukan guling. Lagian sejak kapan Abang tidur pake guling. Nggak pernah, Sya."

Dengan polosnya Naqeesya pun menjawab, "Sya biasa tidur meluk guling. Kalau nggak, berasa ada yang kurang dan suka tiba-tiba kebangun aja."

Padalarang, 19 September 2024

Baru bab pertama tapi Hamizan udah shock dan kalang kabut karena tingkah polah Naqeesya 🤣😂 ... Disabar-sabarin aja, Bang istrinya emang agak lain 😭🤧

Gaskennn???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro