Extra Part "What if" | Hamsya Tahun Baruan
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Perayaan tahun baru identik dengan kegiatan bakar-bakar, begadang sampai larut malam, peluncuran kembang api tepat di pergantian tahun, dan hal-hal lainnya yang bernuansa akan sukacita kegembiraan.
Namun yang dilakukan Hamizan justru meminta sang istri untuk tidur lebih awal, sebisa mungkin selepas isya harus segera berlindung di bawah hangatnya selimut tebal. Naqeesya jelas menentang keras, tapi dengan bujukan maut, perempuan itu pun dapat diluluhkan juga pada akhirnya.
Padahal Naqeesya sudah sangat antusias, berekspektasi akan merayakan tahun baru sebagaimana lumrahnya yang dilakukan orang-orang. Melihat kembang api hanya tinggal angan, dan dia harus menguburnya dalam-dalam.
Mana dia sudah berjanji pula pada sang putri kecil akan melihat indahnya kembang api. Untuk pertama kalinya, dia berjanji tapi harus diingkari karena ulah suaminya yang tak satu pemikiran.
Tanpa pernah Naqeesya duga, tepat pukul dua dini hari suaminya itu justru berulah dengan membangunkannya. Cukup geram, di saat orang lain baru saja beristirahat karena padatnya kegiatan di malam pergantian tahun, dia justru diminta untuk membuka mata selebar-lebarnya.
Hamizan benar-benar lain daripada yang lain. Sungguh sangat amat bertolak belakang.
"Abang mah ..., Sya ngantuk atuh. Telat kalau mau ngajakin buat lihat kembang api," ocehnya seraya asik mengucek mata, dan sesekali menguap.
Dia genggam tangan Naqeesya untuk menuruni ranjang. "Hayuk salat malam, di malam 1 Rajab kita harus banyak-banyak beribadah, dzikir, shalawat, sama besok puasa ya. Selesai salat kita sahur bareng-bareng."
Naqeesya membulatkan mata seketika. "Ihhh, Abang mah gitu. Sya kira mau ngajakin buat lihat kembang api!"
Hamizan terkekeh kecil seraya mengacak gemas puncak kepala sang istri. "Abang minta Sya buat tidur lebih awal, supaya Sya nggak susah dibangunin buat salat malam."
Naqeesya mengerucutkan bibir sebal. "Abang mah nggak asik!"
Dengan usil Hamizan menyomot bibir itu dengan tangannya sembari tertawa puas saat melihat bola mata Naqeesya yang membulat sempurna, serta bergerak memutar. Ada-ada saja memang tingkah polah ibu satu anak ini.
Hamizan mendorong pelan Naqeesya untuk masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan dia berdiri dengan tubuh bersandar pada pintu serta tangan yang bersidekap. "Wudu dulu gih."
Meskipun dengan ogah-ogahan, tapi dia tetap menuruti titah suaminya. Tepat saat akan keluar, dia menyipratkan air pada wajah Hamizan. "Buruan bersuci, nggak pake lama. Telat dikit, Sya tinggal tidur lagi!" katanya lalu melesat pergi.
"Siap, Istri."
Naqeesya menggelar sajadah serta menyiapkan sarung, koko, serta peci. Tak lupa dia pun bersiap dengan menggunakan mukena lantas duduk bersila di sana. Menoleh singkat ke arah ranjang, putrinya begitu lelap tertidur. Kasur dan selimut seolah melambai, mengajaknya untuk kembali bergelung.
"Gagal kita lihat kembang api di pergantian tahun. Maafin Ibu ya ...," cicitnya merasa bersalah.
Saking asiknya menatap sang putri, dia sampai tidak sadar akan kemunculan Hamizan. "Sya kalau duduk anteng kayak gitu manis banget, berasa lagi lihat Hamsya versi jumbo," ungkap Hamizan.
Naqeesya sedikit mendelik. "Versi sachet, kan lagi tidur nyenyak!"
Hamizan yang tengah memakai sarung tertawa kecil. "Hamsya versi jumbo kalau mau lanjut tidur boleh kok, tapi nanti ya. Tidur siang."
"Ish, masih lama Abang!"
Sebelum istrinya kian mengamuk, dengan segera Hamizan mengambil posisi untuk berdiri tegak di atas sajadah yang sudah Naqeesya gelar. Tak lama dari itu suara takbir bergema di tengah heningnya malam.
Naqeesya yang masih terkantuk-kantuk, berusaha untuk se-khusuk mungkin menikmati merdunya suara sang suami, yang seolah menjadi pengantar tidur agar kembali terlelap dengan nyaman.
Selesai salam digaungkan, Naqeesya dengan segera mengambil posisi berada di samping Hamizan. Menyandarkan kepala di pundak sang suami yang hendak menyodorkan tangan meminta untuk disalami, tapi berakhir menggantung di udara.
Hamizan hanya geleng-geleng saja, tangan pria itu bergerak mengambil al-quran yang berada tak jauh darinya. Membuka lantas membacanya dengan suara yang tak begitu kencang, karena khawatir akan mengganggu tidur sang istri.
Setelahnya dia letakkan mushaf ke tempat semula, lalu menarik tangan Naqeesya. Dia berdzikir dengan menggunakan jari-jemari milik sang istri.
Di tengah kegiatannya, tiba-tiba saja ada sesosok bocah kecil yang duduk tanpa izin di atas pangkuannya. Mata itu mengerjap berulang kali sembari menatap sang ayah yang dengan senang hati memamerkan senyum mengembang.
"Suara Buya ganggu tidur Hamsya?" tanyanya sebelum membubuhkan kecupan di puncak kepala sang putri.
Hamsya menggeleng, lalu menenggelamkan wajah di dada sang ayah.
Tangannya kini beralih untuk menopang tubuh sang putri, sedangkan tangan lainnya dia gunakan untuk menahan kepala Naqeesya agar tidak terjatuh.
Sekarang tubuh Hamizan sudah dimonopoli oleh istri dan juga putrinya.
"Kenapa?" tanyanya lembut saat merasakan telunjuk mungil Hamsya bergerak abstrak di dadanya.
Hamsya kembali mendongak, lalu mengecup salah satu pipi ayahnya. "Buya bangunin Ibu buat lihat kembang api, kan? Kok Buya nggak bangunin aku?"
"Siapa yang bilang mau lihat kembang api, hm?"
Hamsya menunjuk ke arah ibunya yang begitu nyaman terlelap. "Ibu."
Dengan penuh kasih sayang Hamizan membelai surai sang putri. "Buya bangunin Ibu buat salat malam, bukan buat lihat kembang api."
Bocah itu memeluk leher sang ayah cukup erat. "Telus Ibu bohongin aku gitu?"
Hamizan pun menggeleng pelan. "Nggak kayak gitu."
"Telus apa atuh?"
"Mau banget emang lihat kembang api?" ungkap Hamizan lebih memilih untuk melontarkan pertanyaan, ketimbang penjelasan yang dia yakini akan semakin bercabang.
Hamsya mengangguk antusias.
"Coba bangunin Ibu dulu, nanti kita lihat kembang api bareng-bareng," pinta Hamizan.
Dengan semangat Hamsya mengecupi seluruh permukaan wajah Naqeesya, dia pun memaksa kelopak mata ibunya untuk terbuka dengan menggunakan kedua tangan mungilnya.
Sedangkan Naqeesya melenguh dan meracau tidak jelas. "Gelihh ..., ihhh, Buyyy ... Sya ngantuk."
Hamizan menahan senyum, biasanya Naqeesya hanya berani memanggil dia dengan sebutan 'buy' jika sedang berdua saja. Sekarang bibir tipis nan mungil itu begitu spontan menuturkannya di depan Hamsya.
"Ibu bangunnnn!" Kini tangannya menepuk-nepuk pipi Naqeesya.
"Ehmmm ..., lima menit lagi ..., ya, Sayang ...," sahutnya kian menjadi, tanpa mau sedikit pun membuka mata.
Kata 'sayang' keluar hanya di waktu-waktu tertentu, hanya saat perempuan itu membujuk dan ada maunya. Sebagaimana sekarang, dia sedang bernegosiasi agar suaminya mau meluluhkan hati, padahal yang membangunkannya ialah sang putri kecil.
Hamizan membiarkan Hamsya untuk terus beraksi. Dia semakin penasaran, akan ada panggilan apalagi yang tanpa sadar Naqeesya gaungkan. Bahagianya sesederhana itu memang.
"Istliiii bangun ..., Istliiii!"
Hamizan tak kuasa untuk menahan diri, detik itu juga tawanya pecah tak terbendung. Sungguh sangat di luar ekspektasi!
Seorang anak memang peniru paling ulung.
Mata Naqeesya mengerjap seketika, kepalanya pun bangkit tegak, karena mendengar tawa sang suami yang begitu mengganggu. Dia mengucek kasar kedua matanya, sedikit terbelalak karena baru saja menyadari kehadiran sang putri yang berada di atas pangkuan Hamizan.
"Yuk, Buy!" seru Hamsya penuh semangat.
Keduanya kompak saling memandang satu sama lain.
"Buya ya, Nak. Nggak boleh 'buy' aja, harus lengkap," ujar Hamizan kemudian.
"Iyaaa, Sayanggg," sahut Hamsya kian melantur.
Sontak Hamizan dan Naqeesya pun kembali saling beradu pandang.
"Bilang apa tadi?" pinta Naqeesya.
Mata Hamsya mengerjap lucu, tapi dia sama sekali tak menuruti titah sang ibu.
"Buya sayang, gitu ya, Nak harusnya. Jangan, Buy apalagi sayang aja," tegur Hamizan lembut.
"Ibu boleh, kok aku nggak?"
"Hah? Gimana maksudnya?" sela Naqeesya tak paham.
Hamizan menyentil kening Naqeesya. "Kalau mau ngomong, dibuka dulu matanya. Jadi keceplosan, kan."
"Apa sih, Bang?"
Hamsya berdiri tegak dan menarik tangan orang tuanya, dia sudah tidak sabar untuk melihat kembang api, tapi sang orang tua malah asik sendiri dan mengabaikan keberadaannya.
"Abanggg ..., Istliiii ..., yuk lihat kembang api!"
Naqeesya dan Hamizan kompak menggeleng-gelengkan kepala. Mereka seakan ingin berteriak, "Nggak gitu konsepnya, Hamsya!"
Padalarang, 31 Desember 2024
Semoga bisa jadi penutup manis di penghujung tahun 2024 ini ya 😉😚 ... Salam sayang dari Hamsya Family 🤗🤗🤗
Aku up sore ya, kalau malam khususkan untuk beribadah. Jangan lupa perbanyak dzikir, doa, dan shalawat. Oke? 🤗☺️
Sampai ketemu di Tahun 2025 👋✨
Jangan lupa diramaikan! 😜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro