19
Keluarga itu berbahagia. Pulang dengan perasaan enteng. Kebersamaan adalah yang paling mereka junjung tinggi. Rumah asli mereka sudah hancur. Tak mengapa, rumah adalah di mana keluarga itu berada dan bersama saling menyayangi. Bahkan kalau mereka tinggal di mobil angkutan, itu boleh saja disebut rumah. Di perjalanan pulang ke desa naik angkutan umum, serasa rumah berjalan.
Nurliman tidak mau merepotkan diri memikirkan pemilihan kepala desa yang carut marut itu. Ia tak peduli. Terserah Saman King mau apa. Terpenting adalah keluarganya. Nurliman sempat berpikir untuk pergi saja dari desa Ndoroalas. Seperti yang dilakukan istri Gus Taman dan anak-anaknya.
"Kita belum bisa melakukannya. Warga Ndoroalas membutuhkanmu." Kata istrinya.
"Apalagi yang bisa kulakukan?" sebenarnya ia malas untuk membahas permasalahan ini. Ia tahu Saman King yang berduit banyak itu bisa berbuat apa saja. Membeli Pak Camat saja bisa apalagi membeli polisi.
"Kehadiranmu, untuk sekarang ini sepertinya cukup. Biar mereka tahu, masih ada orang waras di sini."
"Bagaimana mereka bisa tahu aku waras kalau mereka sendiri saja tak tahu apa itu waras." Ini akibat buah pikirnya yang berpendapat warga mudah dibeli oleh Saman King. Mereka tak berani membela kewarasan mereka sendiri. Sementara yang punya nyali besar, mudah sekali terpukul mundur. Memang benar perkataan orang, yang kaya yang menang. Itu membuat kepercayaannya terhadap perjuangan jadi luluh lantak.
Ibu Hamlin tak bisa menanggapi, yang ia lakukan adalah memeluk suaminya dengan tulus. "Semua akan baik pada waktunya."
Warga yang tahu kepulangan Nurliman segera menuju rumah Gus Taman. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi. Ibu Hamlin yang menjawabnya, "Suami saya dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Ada yang menjebaknya."
"Syukurlah, kami percaya pak Nurliman orang baik. Tidak akan sejahat itu. Apalagi terhadap sesama warga." Kata salah seorang warga. Nurliman menganggap itu hanya jilatan saja.
Demi menghangatkan suasana, Hamlin Murai beraksi dengan memanggil kalkun untuk dimasak ramai-ramai. Ada empat ekor yang muncul. Ramai-ramai warga ikut membantu. Tikar dadakan digelar. Alat masak didatangkan dari setiap rumah, termasuk bumbu-bumbu dan alat pemanggang. Lama kelamaan Nurliman yang awalnya skeptis jadi tersenyum. Ia rindu kebersamaan macam ini. Sebelum semuanya dipecah belah oleh si raja minyak.
Aroma masakan kalkun itu mengundang warga yang lain ikut datang. Hamlin Murai pun menghadirkan kalkun-kalkun baru. Warga tak memusingkan dari mana kalkun itu datang. Ibu Hamlin kalau ditanya tentang itu, ia akan menjawab, dapat dari saudara di luar kota. Aroma masakan kalkun bahkan sampai ke lokasi proyek. Para pekerja malu-malu mencari tahu asal aroma enak itu. Jan Satro diutus ibu Hamlin untuk mengantar masakan bersama ini ke lokasi proyek. Para pekerja kegirangan dan amat sangat berterima kasih. Terutama ketika dicicipi oleh mandor, "ini luar biasa enaknya." Mereka meminta maaf atas kelakuan mereka selama ini. Memohon maaf apabila selama ini membuat warga Ndoroalas tak nyaman. Mereka hanya cari duit. Jan Satro yang mendengar itu jadi terharu. Ia berpelukan dengan si mandor. Kisah itu ia sampaikan sambil brebes mili di hadapan warga. Yang mendengar bertepuk tangan. Kebaikan itu masih ada. Kebaikan itu masih bisa menyentuh hati manusia. Kebaikan mendasar, berbagi makanan.
Saman King masih belum sembuh betul kakinya. Selama di rumah ia duduk di kursi roda. Ke mana-mana didorong oleh ajudannya. Ia gelisah, hidungnya mencium aroma yang menggiurkan. Sebagai kepala desa yang baru ia harus tahu dari mana aroma itu berasal. Didorong dan dikawal oleh ajudan serta para jagoannya, Saman King mendatangi rumah Gus Taman yang lagi ramai orang. Ia tak menyangka Nurliman sudah bebas begitu saja. Ia menyuruh anak buahnya untuk menghubungi seorang polisi rekanan.
Saman King jelas marah. Ia tak terima. "Ini penghinaan namanya. Sebagai kepala desa Ndoroalas yang baru, kenapa tak satu pun dari kalian yang mengundangku ke acara makan-makan ini?"
Warga tak menggubrisnya.
Nurliman yang mendekat, menampangkan senyum kemenangan. "Silakan bergabung Pak Kades yang terhormat."
"Basa-basi busuk." Dulu, Saman King dikenal dengan ucapan yang ramah lembut.
"Bubar kalian semua!" Saman King naik pitam. "Kau, bukannya mendekam di penjara?" telunjuknya mengarah ke Nurliman.
"Mereka membebaskanku. Mereka akhirnya punya akal sehat."
"Apa maksudnya itu?"
"Ya semua ini adalah jebakan. Ada yang menjebakku. Kebetulan polisi sekarang ini sedang menyelidikinya. Dengar-dengar pelaku sebenarnya ada di desa ini. Tapi, entah siapa, tak ada yang tahu." tak disangkanya sendiri, Nurliman bisa bicara setenang dan seberani itu. Sebenarnya, itu adalah ulah Hamlin Murai. Ia sedang memainkan suling di kamar. Menginginkan ayahnya jadi panutan keadilan.
"Buktinya sudah kuat!"
"Bukti bisa dibuat."
Saman King kalap. Ia berteriak-teriak memerintah anak buahnya untuk membubarkan paksa acara makan-makan itu. Anak buahnya beraksi menyuruh warga pergi. Nurliman menganggukkan kepala kepada warga, untuk mengalah saja. Warga pulang dengan raut muka sebal kepada Saman King. Anak buah Saman King merampas semua makanan yang ada untuk dibawa pulang. Hamlin Murai berhenti memainkan suling dan keluar kamar melihat warga pergi dan anak buah Saman King beraksi seperti orang miskin tak tahu diri kelaparan. Ia masuk kamar lagi dan menjalankan rencana terpendamnya.
Syukurlah rencana itu bisa berjalan dengan tanpa halangan. Si pendekar mata satu pun tak sadar kena pengaruhnya. Semua itu berlangsung dengan lancar dan hanya perlu waktu beberapa menit saja. Hamlin Murai senang dengan rencananya. Ia akan melakukan langkah selanjutnya nanti bila waktunya telah tepat. Sementara itu anak buah Saman King baru selesai membungkus makanan. Hamlin Murai jahili mereka dengan sulingnya.
Pada saat warga berangsur-angsur bubar tadi, Saman King melantangkan sabdanya, "Di desa Ndoroalas ini, tidak ada acara yang tanpa seijin saya!"
"Peduli setan." Celetuk warga yang tak suka dengan kades baru mereka. Hamlin Murai menyayangkan ucapan warga itu. Keesokan harinya ia ditemukan babak belur di tengah hutan.
Setelah merampas masakan kalkun dari acara di rumah Gus Taman, pesta pindah ke rumah megah Saman King. Hadirinnya adalah anak-anak buah si raja minyak. Mereka lahap dan rakus memakan masakan kalkun itu. Tak terkecuali Saman King yang masih duduk di kursi roda. Sepiring besar ayam kalkun utuh ia makan sendiri, pakai tangan. Lahap seperti gelandangan dikasih baju bos dan diajak ke restauran yang menyajikan kalkun semacam itu. Lupa dengan adat tata krama.
Mereka pun kena keisengan Hamlin Murai. Setelah makanan habis tak tersisa. Perut mereka mulas-mulas. Saman King yang parah, ia memuntahkan isi perutnya dan buang air besar di kursi roda. Ajudan yang setia mendorongnya sudah kabur ke toilet. Sementara anak buah yang lain menyerbu kamar mandi dan toilet umum. Mereka sampai bertengkar siapa duluan yang masuk. Sampai akhirnya tak tertahankan lagi, sembari melayangkan bogem, celana mereka beleberan tahi. Sungguh memalukan.
Hanya pendekar mata satu saja yang tidak ikut makan. Kewaspadaannya masih tinggi. Ia tahu ini ulah Hamlin Murai. Ia tahu ini bukan dari racun atau apa, seperti yang dilakukannya dulu di padepokan Kong Jaal, tentu atas perintah Saman King. Dulu ia memakai racun racikan dari ibuknya. Ia menemukan buku koleksi racun mematikan di lemari pakaian ibuknya. Hanya satu racun itu yang berhasil ia tiru dan terbukti ampuh membunuh seratus murid Kong Jaal. Demi membalaskan keisengan ini, pendekar mata satu menyatroni Hamlin Murai. Kebetulan bocah itu sedang berada di teras, memainkan suling.
Kewaspadaan Hamlin Murai juga sedang tinggi. Ia sudah merencanakan antisipasi. Sulingnya tak ia lepas dari mulut dan jari. Pikirannya siap sedia, tajam melancarkan serangan.
"Hei, kau! Selalu saja bikin ulah." Pendekar mata satu menunjuk dengan gerik menantang.
"Hei, Margo." Sapa Hamlin Murai santai.
Si pendekar mata satu tampak terkejut mendengar nama aslinya disebut. Padahal ia sudah melakukan perjanjian dengan jin hutan untuk membuat semua orang lupa jati dirinya. Sebelum Margo melakukan sesuatu yang kiranya dapat mencelakakan Hamlin Murai, ia tiba-tiba jadi seperti boneka tali. Hamlin Murai gencar memainkan sulingnya. Membuat Margo melakukan apa yang dipikirkannya. Ia menggiring Margo menuju hutan, lalu ke bukit. Permainan suling Hamlin Murai tak berhenti sekali napas pun. Ia tahu benar kesaktian si pendekar yang telah membunuh banyak orang. Margo berusaha melawan, tapi permainan suling Hamlin Murai makin bagus dan kuat. Margo berjalan dengan kaku karena perlawanan, menuju puncak bukit. Di sana ia digerakkan Hamlin Murai untuk menggali lubang, menggunakan tangan. Sekiranya tiga jam, lubang itu sudah cukup untuk menimbun tubuh sampai dada. Hamlin Murai menyuruh Margo menotok lumpuh dirinya sendiri. Hamlin Murai mengingat titik yang ditotok itu. Margo sudah tak berdaya. Permainan suling dihentikan. Kemudian Hamlin Murai menyeret tubuh Margo ke dalam lubang. Ia pun menimbunnya sampai dada. Setelah itu ditibani dengan batu sampai hanya kepala Margo saja yang kelihatan. Puncak bukit itu adalah tempat yang sulit dijangkau. Hamlin Murai tak perlu khawatir turis ada yang menemukannya.
Satu per satu rencana untuk menjatuhkan Saman King dijalankannya. Sejauh ini berjalan mulus. Tinggal nanti senjata pamungkas akan dilancarkan. Pembalasan itu nyata. Tunggu saja.
Hamlin Murai tak membagi rencana ini kepada siapa pun. Ia tak ingin ayah dan ibunya kena imbasnya. Ia melakuan ini diam-diam. Saman King akan dibalas. Dengan cara yang kurang lebih sama. Hamlin Murai baru terpikirkan itu saat menyusun rencana pembebasan ayahnya. Melalui pemikiran berulang-ulang ia akhirnya yakin, rencana ini akan ampuh. Bahkan uang yang dimiliki Saman King, tak akan bisa memutar balik rencana ini.
Hamlin Murai membiarkan, untuk saat ini, hutan, bukit sampai pantai didatangi orang-orang tak dikenal. Saman King mengadakan acara peresmian kedua. Ia mengundang kenalan bisnisnya di kota, para peseluncur, artis, awak media untuk menikmati indahnya alam Ndoroalas. Sebuah pantai tersembunyi. Sebuah surga yang terpencil. Hamlin Murai, melalui sulingnya, membuat Saman King lupa keberadaan Margo. Dengan tidak adanya pendekar mata satu, keamanan dan keselamatan Saman King bisa ditembus.
Di pantai, Hamlin Murai memanggil burung-burung camar untuk menghibur para turis. Warga yang lain, atas perintah kepala desa, mendirikan tenda-tenda untuk menjual aneka cinderamata, makanan, pakaian, dan minuman. Dalihnya adalah, Ndoroalas sekarang mulai dikenal dunia, kalian harus berbangga, Ndoroalas berjaya. Tapi pendapatan yang diterima warga atas dagangannya dipalak oleh anak buah Saman King. Dipalaknya tak tanggung-tanggung, warga hanya mendapatkan lima belas persen saja. Kurang ajar.
Hamlin Murai mengerjai mereka dengan membuat mereka terbius dan menyerahkan kembali uang yang dipalak secara diam-diam. Habis mereka pulang ke markas dan disemprot Saman King.
Ombak di laut Ndoroalas cukup bagus untuk menarik minat para peselancar lokal dan internasional. Dalam waktu singkat, Ndoroalas kedatangan banyak orang asing. Mereka hilir mudik membawa papan selancar. Melihat peluang itu, Saman King menyuruh warganya untuk membuat bengkel pembuatan papan selancar. Ia datangkan seorang ahli untuk mengajarkan warga.
Sementara itu, tidak ada seorang pun yang mengetahui ada kepala manusia sedang meronta-ronta, berteriak tanpa suara di puncak bukit yang susah dicapai. Setiap waktu Hamlin Murai datang untuk menyediakan makan buat Margo. Mau bagaimana pun, Hamlin Murai masihlah orang baik. Membiarkan tetangga kelaparan itu dosa, kata ibunya.
Ndoroalas memang jadi terkenal. Semakin banyak media yang meliput. Tim petualang dan tim kuliner dari setiap stasiun televisi bergiliran datang untuk meliput. Hamlin Murai-lah yang menghadirkan kalkun-kalkun untuk dijadikan masakan khas Ndoroalas. Ndoroalas memang jadi terkenal. Tapi partisipasi warganya didasari oleh tekanan. Mereka para media, tidak tahu saja. Sebentar lagi, Hamlin Murai akan melancarkan aksinya. Ia ingin mempermalukan Saman King yang kini sudah bisa berjalan, walau dengan bantuan tongkat, di depan khalayak ramai asing.
Sebelumnya, Hamlin Murai membiarkan dulu Saman King menikmati kejayaannya. Prestasi palsu tentang majunya Ndoroalas. Hamlin Murai yakin, alam Ndoroalas tengah menyiapkan angkara murkanya karena sudah dieksploitasi dengan serakah oleh si raja minyak. Media televisi seringkali mengundang Saman King untuk datang dan memperkenalkan Ndoroalas. Jalanan beraspal di Ndoroalas dipercantik olehnya. Rumah-rumah warga, ia paksa warga untuk mempercantik rumah dan harus mau menyediakan tempat untuk turis yang mau menginap. Hamlin Murai, dengan agenda tersembunyinya, seolah-olah membantu turis-turis itu betah dengan menghadirkan kembali burung murai, walau hanya di langit-langit Ndoroalas. Mereka masih belum bisa mendarat karena ada kekuatan jin celaka di hutan.
Hamlin Murai masih menunggu momen yang tepat. Yaitu saat warga sudah tak tahan lagi. Hamlin Murai menunggu ada warga yang menyuarakan kegelisahannya. Ketika mereka menginginkan Ndoroalas yang seperti dulu lagi. Asri, tentram, bersih, nyaman, berkearifan lokal. Tak perlu sampai seperti ini terpapar media. Mereka tak nyaman dengan kehadiran turis yang tidak sedikit, membuat norma-norma lokal tercoreng. Banyak warga melapor, turis-turis yang tak menikah itu membawa pasangan tak sah untuk bermalam dan bersebadan. Warga khawatir, leluhur Ndoroalas tak meridhai itu. Mereka takut kena bala. Dengan segala kemajuan ini, mereka masih ada yang mengingat jati diri Ndoroalas. Itu bagus.
HamlinMurai menjalankan misi rahasianya. Ia pergi sendiri ke kantor polisi danmeletakkan amplop berisi barang bukti sahih. Sebuah video rekaman percakapanakal busuk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro