"Jendela itu masih berdiri tegak."
"Take a chance
make a change
and breakaway."
Kelly Clarkson - Breakaway
▪️
Vivi membuka mata. Lagi-lagi benaknya kembali berbicaraーternyata dunia sedikit berbeda dengan kekuatan satu penglihatan. Cara pandangnya menjadi sempit bukan istilah yang tepat, hanya saja perbedaan itu tetap terasa.
Perempuan itu menyentuh penutup berbahan lembut dengan tali di mata kanannya.
Sejak tiga bulan lalu, mata kanannya berganti pelindung dari kain kasa. Setelah dokter mengatakan luka vertikal di permukaan kelopak hingga bulu mata bawahnya mengering dan aman, Vivi diperbolehkan untuk melepasnya. Kemudian, ia bercermin. Luka yang tidak terlalu panjang itu membuat hatinya tak nyaman. Padahal dirinya sudah diwanti-wanti bahwa luka tersebut akan meninggalkan bekas.
Pada akhirnya, ia tetap memakai kain kasa di matanya. Vivi pikir dunia tidak siap dengan penampilan wajahnya. Atau lebih tepatnya dia sendiri yang tidak siap dengan apa yang terjadi jika keadaan matanya dilihat oleh banyak orang.
Di suatu waktu, Vivi memutuskan membeli sebuah penutup mata. Tinggal melepas dan memasangkannya jika ia mau. Penggunaan yang lebih sederhana.
"Vivi!"
Rambut cokelat Sera terlihat lebih indah ketika cahaya matahari menyapa. Sahabatnya itu gadis yang cantik. Selain mahkota di kepalanya, mata bulat penuh bahagia, bibir merah, dan tulang pipi menonjol adalah ciri khas kecantikan Sera yang Vivi perhatikan. Dan tentu saja, tidak ada luka apapun di wajahnya.
"Sedang apa?" Sera berkata seraya duduk di sisi depan, menghadapnya.
"Melihat pemandangan."
Sera memandang jauh ke arah jendela, lalu mendongak ke arah langit. "Ada sesuatu yang menarik?"
"Begitulah," ucap Vivi seadanya.
Pembicaraan tidak berlanjut. Namun, Vivi bisa merasakan sorot mata Sera. Tatapan yang mencoba menelusup ke dalam ruang terdalam pada kepalanya. Selalu begitu. Apalagi sejak kelopak matanya menjadi korban dari pecahan kaca yang Vivi syukuri tidak sampai melukai penglihatannya.
"Bagaimana dengan kelopak matamu?"
"Baik-baik saja."
Sera hanya bergumam. Vivi memperhatikan gadis itu, raut wajah Sera menunjukkan pembicaraan di antara mereka belum selesai.
"Tidak mencoba melepasnya?"
Napas Vivi tertahan sejenak. "Sudah kucoba."
"Benarkah? Mengapa sekarang tidak kau lepas di sini?"
"Apa harus?"
"Tidak."
Vivi mengigit bibir. Firasatnya tahu ke mana percakapan ini akan berujung. Sera perlahan membuka setiap sisi tameng yang dirinya ciptakan.
"Matamu sudah sembuh." Pernyataan itu sudah menempel di dalam kepala Vivi. Dan ia tidak perlu Sera mengatakannya lagi di kemudian hari.
"Lalu?" Vivi membalas. "Tidak ada masalah tentang hal itu."
Sera menopang dagu di atas mejanya. "Ya, memang tidak ada. Tapi kenapa kau masih menutupinya? Luka itu sudah mengering."
"Sera," ujar Vivi sedikit kesal.
"Vivi."
Gadis itu membuang napas, kepalanya tertunduk. "Aku... tidak bisa."
"Tidak bisa?" Kedua alis Sera terangkat. Mungkin gadis itu menganggap pernyataan tadi hanya sebuah alasan kecil, "atau tidak mau?"
"Ini berbekas," ucap Vivi pelan. Ia menyentuh mata kanannya, "akan terus bertahan di sini."
"Kau sudah tahu itu, Vi."
Vivi meremas ujung meja belajarnya. Sera tidak paham bagaimana ketidakpercayaan diri ini mengikatnya. Ia ingin melepaskan diri, namun ia takut. Takut jika luka di kelopak matanya menjadi bahan pembicaraan yang menyakitkan. Ia takut jika itu terdengar ke dalam telinga, maka malam-malamnya tidak akan nyenyak.
"Vivi, kita tidak tahu dengan pasti apa yang akan terjadi. Tidak ada yang menjamin kau akan baik-baik saja atau kau akan bertarung demi sesuatu, bahkan jam, menit, sekian detik setelah ini pun."
Sera menoleh ke arah jendela, lalu kembali menatap Vivi.
"Beri mata kananmu kesempatan lagi, Vi. Dia ingin melihat dunia yang sama seperti bagian kirimu. Ia memang sedikit berbeda di bagian luar, namun apakah benar-benar tidak berfungsi dengan baik?"
Rasanya seperti ditampar.
Vivi menelan ludah. Ia melupakan hal itu. Kedua matanya masih bisa digunakan untuk melihat. Akan tetapi, tetap saja... ketakutan itu masih betah bersanding di sisinya.
"Vivi."
"Hm?"
"Tidak perlu sekarang. Namun, jika ingin mencobanya, perlahan-lahan, oke? Dimulai dari tempat ini." Telunjuk Sera mengarah ke bawah.
Dimulai dari kelas ini. Dimulai dari teman-teman sekelasnya.
Senyuman Sera mulai meyakininya. "Siapa tahu ada sesuatu yang menyenangkan hadir ketika kau mencoba. Aku ke perpustakaan dulu, Vi."
Gadis itu melihat Sera keluar dari pintu kelas, digantikan dua temannya yang lain, menyapanya dari sana. Vivi melambaikan tangan membalas, lalu matanya kembali memandang jendela, merenung.
Sekian malam berlalu dan tibalah hari ini.
Sebelum sampai di depan kelas, Vivi membuka eye-patch dengan hati-hati. Jemarinya perlahan menelusuri bekas luka yang tertanam.
Pandangan matanya menghujam pintu yang tertutup, dari sini ia bisa mendengar beberapa suara teman-temannya, termasuk Sera. Ragu, cemas, sekaligus gugup. Semua bercampur aduk.
Ini waktunya.
Kesempatan ada di hadapannya.
Gadis itu mengatur napas, kemudian menutup mata sejenak membayangkan luka di depan cermin pada dinding kamarnya. Vivi mengangguk, kedua sudut bibirnya terangkat. Kini kakinya siap melangkah.
Waktunya menuju dunia baru.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro