2. Tazaki x Reader!Vampire
Warning: OOC, typos, plot g jelas, dan mengandung kata-kata kasar juga karena latar tempat ini yg berada di klub malam
Saya tidak bertanggung jawab bila pembaca yg tdk cocok dgn latar tempat ini merasa penasaran.
.
.
.
Ingar bingar dentuman musik yang menggebu-gebu serta sorak-sorai berbagai macam makhluk melingkungi lantai dansa di sebuah klub malam. Berbagai lampu sorot menyuluhi mereka yang berayun dengan goyangan berbeda. Begitu pun dengan DJ yang berkontribusi untuk menyajikan musik-musik energik, bergerak-gerak bebas di tempat seakan ia seorang dewa tertinggi yang memberi berkat pada hambanya.
Tidak tertarik dengan itu semua, lantas kaki membawa kau di sebuah meja bar.
"Minuman seperti biasa lagi?"
Atensi teralih, mendapat seorang lelaki dengan seragam khas bartender. Alih-alih, memesan yang berbeda dari biasanya, "Segelas margarita aja."
Sang bartender mengulum senyum sebelum memulai aksinya membikin pesanan.
Dagu menopang berdiri pada telapak tangan yang memangku meja bar. Memandang ke sisi samping menangkap beberapa orang yang sedang berbincang. Halah... paling melakukan sesuatu yang ilegal. Tak perlu ditanya lagi, sih, tempat-tempat dunia malam yang ternista seperti ini sudah pasti yang melakukan juga sama persis.
Kau sama seperti mereka?
Tentu saja tidak.
Untukmu sendiri ini adalah hal wajar bagimu. Toh, tempat-tempat yang memang sejatinya melanglang buana di malam hari lebih sepadan dengan makhluk sepertimu. Karena kau adalah makhluk malam, melakukan berbagai hal juga di waktu malam. Meski kendati hidupmu sebenarnya jauh dari nafsu para makhluk fana yang menyedihkan.
Melihat gelas berleher panjang diletakkan di depan, sukses kau mendongak bersitatap dengan maniknya.
"Sendiri lagi, [name]?" nada manis selembut sutra merambat di telingamu. Kau terkedik.
"Sejak tadi," kau menyentuh tepi gelas lalu meneguk tak banyak.
"Kukira kau akan memesan darah seperti biasa." Dapat kaulihat sebelah alisnya terangkat.
"Bosan. Aku udah minum banyak kemarin," jawabku sambil memainkan kuku-kuku tanganku yang berkuteks semerah darah.
Meski klub ini mayoritasnya adalah makhluk fana, tak sedikit pula makhluk-makhluk lainnya, khususnya makhluk jenis vampir seperti kau. Maka dari itu, karena pegawai di sini bukan hanya fana, mereka juga menyajikan berbotol-botol darah untuk para vampir. Tentu saja para fana itu tidak mengetahui hal ini.
Kepala terkedik. "Kau masih betah, ya, jadi seorang bartender, Amari."
Amari—sang bartender—tertawa. "Karena kurasa pekerjaan ini cocok untukku."
Kau mencebikkan bibir. "Padahal kaubisa menggaet banyak wanita di luar sana dengan tampangmu. Jangan sia-siakan paras yang sulit didapat heh."
Amari menyematkan kurva. "Aku bukan orang seperti Kaminaga, ahaha. Kalau dia, kan, sudah jelas. Targetnya pasti tak jauh dari wanita,"—atau lebih tepatnya gadis muda.
Tipe-tipe sebangsat kaya Kaminaga itu, ya, gadis muda cabe-cabean. Ya, kendati kadang ia juga memacari banyak gadis yang lebih berkedudukan. Gadis yang diincarnya tak luput dari berbagai jenis makhluk, bahkan ia menjalani long distance relationship dengan salah satu putri duyung di laut utara.
Persetan, mpret. Ujug-ujug kunyuk satu itu berpaling ke gadis lainnya. Ia tak akan bisa bertahan dalam satu hubungan dan juga tidak tahan bila tak menyentuh kekasih-kekasihnya itu. Bahkan, ketika memacari gadis-gadis fana, ia malah tidur sekaligus menghisap darahnya. Dasar maruk.
Dari sekian vampir, hanya durjana itulah yang mempunyai nafsu paling besar. Keparat sialan! Kau pernah jadi korban gombalannya, jelas jika kau mengumpat jengkel bila terus menyangkut tentangnya. Dan untungnya, kau tidak pernah ditanamkan benih olehnya. Setidaknya kau sujud syukur tentang hal itu.
Bagaimana kautahu?
Kau sempat memergokinya ketika selang satu hari ia menyatakan kata-kata dengan embel-embel cinta kepadamu. Ketika itu, ia sedang bercumbu mesra dengan beberapa wanita di suatu klub malam.
Pengalaman yang membuatmu dongkol setengah mati hingga dapat menghancukan klub malam tersebut.
Setelah itu, kau mulai mengetahui semua tentangnya dan kebanyakan menyangkut soal gadis-gadis. Bisa dibilang kau ini musuh bebuyutannya.
"Ngomong-ngomong, kau ke sini karena hal itu bukan?" Dagu Amari terkedik.
Ekor matamu mengikuti arah tunjuk Amari seiring tubuh berputar. Mendapati seorang lelaki mengenakan setelan jas berikut topi berbentuk tabung ala-ala khas pesulap. Sudut bibir menyungging kecil, tetapi segera dihapuskan.
Tubuh kembali memutar ke meja bar, memegang gelas berisi margarita dengan jari-jemari lentikmu. "Benarkah? Aku tidak menyadari—"
"Pura-pura tidak menyadari."
Napas mendengus. "Sepertinya ... aku sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi." Kau tertawa lirih lalu kembali meminum margarita.
"Siapa yang tidak kenal [Full Name]-san? Ketika kejadian lima tahun lalu yang menyangkut dirimu juga tidak gampang dilupakan oleh orang-orang—em, maksudnya makhluk selain itu," timpal Amari lalu ia melanjutkan, "coba tengok ke kanan-kiri atau segala penjuru, semua mata tertuju padamu." Netra menangkap beberapa makhluk yang dimaksud Amari. Ah, ya, benak memutar memundurkan kilas-kilas lampau.
***
Lima tahun lalu....
Kaki melangkah lintang pukang-tanpa langsung menjejak tanah. Bunyi gemeretak ranting dan dedaunan kering melengkapi kesunyian malam yang didominasi langkah kaki. Nada-nada gemerusuk udara, dingin mencekam seiring tubuh menjauh.
"Hng-hh." Melambatkan tempo seraya menghirup udara yang tadi sempat habis. Kepala sesekali berbalik, memastikan tak ada derap langkah yang akan mengejar.
Sebelah kaki menyandung batu di depan, lunglai lalu terjatuh miring ke samping. Karena tanah yang menumpu jatuh adalah tanah yang berlekuk miring, maka tubuh berguling mengikuti haluan yang ada.
Pakaian kini koyak moyak akibat duri-duri tanaman yang menusuk selerang. Namun, karena kau berbangsa vampir, darah pun tak akan mencuat—karena memang kau tidak mempunyai darah.
Tenaga terkumpul, berusaha untuk merangkak, tetapi karena kau mendekam ditahan berhari-hari oleh klan vampir musuhmu dan tidak diberi nutrisi darah sama sekali, tenagamu melemah cepat. Ketidakberdayaan pertama kali kau hadapi.
Suara gemeresik sepatu membikin kaubuyar. Segera mata menyelisik sekitar, membuat waswas.
Sekejap sesosok lelaki fana menjungkar perlahan dari balik pohon dan semak-semak.
***
Pada saat itu kau mengingat jelas rupa si lelaki. Seorang manusia yang pertama kalinya membikin kauingat terus.
"Aku harus melayani pelanggan lainnya. Jika kau ingin sesuatu, kaubisa panggil aku," ucapnya yang kau respons dengan anggukan.
Kejadian itu sudah lama sekali. Mana mungkin orang itu akan mengingatnya.
Tidak. Bukan berarti kau menyukainya. Namun, ia adalah orang pertama yang menolongmu.
'Orang', lho. Kau tak menyebutnya 'fana' lagi.
Senyum tersungging seketika lalu kembali hilang ketika ada derap langkah yang mendekatimu.
"Kau sedang sendiri, Nona?"
Nada lembut mengalun rambat di rongga telinga. Kelopak mata mengedip seakan-akan tersengat listrik begitu melihat lelaki yang ditunjuk Amari tadi—yang juga sama persis dengan kilas balik.
Seolah-olah jantung bekerja kuadrat, padahal organ manusia itu kau tidak punya. Jika itu terjadi, aliran darah mungkin naik hingga ke rupa.
"Kuanggap diammu sebagai 'ya'." Ia menerbitkan senyum seiring nada meminta segelas bourbon lalu duduk di sampingmu setelah menyimpan jas di sandaran kursi dan topi ala-ala pesulap.
Mungkinkah ini mimpi? Namun, sayang, mata vampirmu itu tak akan pernah mengatakan salah.
Berarti ini nyata? Sekali lagi, mata yang sudah sering kau gunakan dalam pertarungan, pasti tak akan pernah berdusta.
Apakah kau boleh menahan napas? Kenapa tidak, bila batin gembira ria?
"Sudah lama, ya, tidak berjumpa." Dengan gamblangnya yang tidak tahu kondisimu, ia malah menyematkan lengkungan kurva di sudut-sudut bibirnya. "Aku berusaha mencarimu, lho, sejak saat itu. Tapi, apa daya kau susah untuk dicari dan tak kusangka akan menemuimu di sini. Maaf, ya, bila aku membuatmu menunggu."
Keparat! Tazaki, kau mestinya sadar bila kata-katamu itu sudah kadaluarsa dari waktunya. Namun, apa ada kata terlambat yang tertanam darimu?
Tak bisa menahan senyum seraya mulut bertutur senang, "Kau ingin membuatku membunuhmu, Tazaki-san."
***
Masih lima tahun lalu....
"Kenapa kau menolongku?"
Lelaki yang dimaksud menoleh, jari-jari memegang satu per satu kancing terkait di kemeja. "Kau tampak kesusahan. Kau masih terlalu muda untuk mati."
Bodoh, ia tidak tahu umurmu sebenarnya. Usiamu itu jaauuuuuhh dari kata "muda".
Mulut membuka, menampakkan beberapa gigi runcing nan tajam yang masih terselimuti oleh darah. "Terima kasih telah memberiku darah."
"Tidak apa. Sejujurnya ini malah membikinku yakin bahwa bangsa sepertimu benar-benar ada," timpalnya.
Kau berdiri, bangkit dari duduk setelah mengisi energi. "Kalau begitu aku harus pergi untuk menemui klanku, eum ....?"
Ia mengulum senyum semanis madu. "Tazaki. Cukup panggil seperti itu."
"Kumengharapkan pertemuan kita selanjutnya, Tazaki-san."
***
[A/N]
Hahaha, saya g tahu mau bilang apa sama part ini.
Di sini saya ceritain Tazaki itu pesulap-pesulap gitu lha. Sebenarnya, sih, yha, (menurut karangan abal-abal saya yg tidak akurat) Tazaki itu kaya pesulap yg sering tampil ke mana-mana. Hampir mendekati pro, tapi ia juga lumayan dikenal. Nah, ia jadi pesulap sebetulnya utk mencari [name]. Pikiran ngaco saya menyuruh saya mengetik seperti tadi xD
Kalo aneh jangan salahin saya, tapi salahkan lah nurani saya yg bersekongkol dgn benak saya(?)
Btw, maap, yha bagi fans Kaminaga di mana pun, saya buat ia berengsek di part ini :v
Salam,
Zena
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro