Mr. Membosankan ini adalah mate mu
"Semua persiapan telah selesai tuan," Ungkap seseorang.
"Bagus, kita akan mulai penyerangan dengan teror kecil besok, jangan lupa tetap awasi gadis itu untukku," Balas pria yang tadi di sebut sebagai tuan. "Baik tuan, saya permisi," lalu seseorang tadi berjalan meninggalkan tempat tuannya tersebut.
**********
Di tempat lain dan di waktu yang sama Adrian tengah mengendarai mobil bersama Lily menuju pack-nya. Lelaki itu merasa puas dapat memaksa sang gadis yang kini menyandang gelar mate-nya pergi bersamanya. Sedangkan sang gadis sangat kesal lantaran orang tuanya lebih membela si lelaki di banding dirinya sendiri sampai terjadi perseteruan kecil di Diamond pack tadi.
Tangan Lily terangkat akan menyalakan radio namun di cegah oleh Adrian. "Jangan nyalakan! aku lebih suka keheningan." Lily yang keras kepala tetap saja menekan tombol power dan Adrian begegas mematikannya. Saat tangan Adrian akan menuju tombol tak sengaja tangannya menyentuh jari Lily. Mereka saling tatap selama beberapa detik sebelum Lily memutuskan kontak tersebut.
"Dasar Mr. Membosankan dan pemaksa!!!" Batin Lily. "Dan Mr. Membosankan ini adalah mate-mu." Lily terkejut, "Kau membaca pikiranku?" Lily memicingkan matanya curiga. "Pikiran bukan sebuah buku yang dapat di baca nona."
Lily mendengus, "Dasar sok misterius!!" Adrian tak menanggapi dan hanya terfokus pada jalanan.
Tak lama mereka telah sampai di Golden moon pack. Lily turun terlebih dahulu dan berjalan memasuki mansion berniat melupakan kopernya.
Di lorong Lily tak sengaja bertemu dengan Geffrey. "Apa yang kau lakukan disini Ely?" Tanyanya. Belum sempat Lily menjawab, Adrian datang membawa koper Lily dan berkata, "Dia mate-ku." dengan muka datar. Entah kenapa Geffrey tidak terlalu terkejut, ia hanya ber oh ria menanggapinya dan langsung pamit.
"Bawa sendiri kopermu!!" Adrian menyodorkan koper pada Lily dan langsung diterima oleh sang gadis. "Ayo ke kamar!!" Adrian melenggang pergi tanpa menunggu Lily. Mereka telah sampai dikamar yang bernuansa manly dengan wangi kayu jati. Dinding kamar di dominasi oleh warna coklat dan hitam. Sangat suram.
Lily mengernyitkan dahinya, ia tak terlalu suka aroma kamar ini. "Aku akan mandi terlebih dulu." Suara Adrian memecah keheningan. "Tunggu! kita akan sekamar?" Adrian mengangkat sebelah alisnya. "Tentu saja," Balasnya dan melenggang pergi ke kamar mandi.
"Oh My Gods, siksaan apa lagi ini Tuhan. Aku harus sekamar dengan makhluk es sepertinya," Gerutu Lily.
Lily membuka kopernya dan mengambil baju tidur, perlengkapan mandi dan bathrobenya kemudian berjalan menaruh kopernya di walk in closet, ia berpikir akan merapikannya besok saja karena ia masih lelah.
Lily menggunakan sedikit sihirnya untuk mengubah aroma kamar ini menjadi permen kapas yang manis. Cat dinding sudah ia rubah menjadi warna ungu dan magenta persis seperti di kamarnya. "Ku rasa ini cukup," Ujar Lily bangga.
Tak lama, Adrian keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos hitam yang berlengan pendek dan celana selutut. "Apa yang kau lakukan dengan kamarku?" Adrian terlihat menahan amarah setelah melihat perubahan drastis di kamarnya. "Aku hanya merenovasinya saja, kamarmu terlihat suram dan aku tak suka aroma kayu jati," Ucap Lily dan ia berlari menuju kamar mandi agar tidak terkena amukan Adrian.
"Mau kemana kau? kembalikan dulu kamarku seperti sebelumnya!" Teriak pria itu.
"Setelah aku selesai mandi, aku janji tapi tidak dengan aroma kayu jati mu, " Teriak Lily dari dalam.
Beberapa menit berlalu dan Lily keluar dari kamar mandi dengan balutan gaun tidur berwarna putih gading. Ia melihat Adrian di ranjang sedng memandangnya dengan tajam. Lily akui ia merasa terintimidasi dengan tatapan pria itu. Ia menjentikkan jari tengah dan ibu jarinya lalu kamar berubah seperti semula namun aromanya masih permen kapas.
Lily berjalan menuju sofa dan berbaring disana. "Apa yang kau lakukan di situ?" Tanya Adrian acuh. "Tentu saja tidur, kau tidak berharap aku tidur satu ranjang denganmu kan?" Lily menaikkan sebelah alisnya.
"Terserah apa maumu saja." Adrian tampak tak peduli dan menarik selimut untuk tidur, sedangkan Lily mengambil bantal dan selimut lain lalu bergegas tidur di sofa.
ADRIAN POV
Aku terbangun saat kurasakan sinar mentari menerpa wajahku, sedikit menyilaukan.
Ku buka mataku perlahan, hal pertama yang kulihat adalah Lily yang sedang berdiri membelakangiku, membuka tirai jendela. Aku kembali menutup mataku saat gadis itu berbalik dan melangkah pergi. Ku buka lagi kelopak mataku, aku melihat gadis itu menuju kamar mandi.
Aku bergegas mengambil pakaianku kemudian memutuskan keluar dari kamar dan mandi di kamar utama saja.
LILY POV
Aku keluar kamar mandi dan tak melihat Adrian dimanapun. Aku bergegas berpakaian. Aku memakai midi dress berwarna merah dengan lengan tiga perempat dan terdapat bordiran di bawah gaun. Aku menguncir kuda rambutku dan memoles sedikit wajahku. Terlihat simple namun masih tetap cantik.
Aku merapikan kamar dan barangku di koper dengan sihirku. Tiba-tiba pintu terbuka dan muncullah Adrian. "Sarapan sudah siap," Ucapnya. Aku berjalan ke arahnya dan dia menggandeng jemariku menuju ruang makan.
Jangan pernah berpikir bahwa wajahku akan bersemu merah karena aku tahu lelaki itu melakukan hal ini hanya sebagai formalitas saja mengingat aku adalah Luna di pack ini.
Kami sarapan dalam diam, aku memakan pancake dengan lahap karena lezat. Ya, aku hanya makan itu, berbeda dengan yang lainnya karena aku tidak biasa memakan makanan berat di pagi hari.
"Kapan kau akan mengenalkan Luna-mu di pack ini Adrian?" Dad yang bertanya. Adrian hanya mengendikkan bahu acuh dan pergi meninggalkan ruang makan.
"Haish, anak itu," Mom mendesah.
Tak lama, seorang warrior datang dan berkata, "Maaf Alpha, Luna. Betha dari Diamond pack ingin menemui Luna Lily".
"Biarkan dia masuk!" Balas Dad warrior tersebut undur diri. Kami bertiga berdiri dan menghampiri Joe yang duduk di ruang tamu.
"Ada apa Joe?" Tanyaku. Joe berdiri, membungkuk dan memberi salam pada kami. "Saya hanya menyerahkan berkas yang harus anda selesaikan dan tanda tangani Luna, mengingat anda juga pemimpin di Diamond pack." Aku mengangguk mengerti dan mengambil berkas tersebut.
Joe pamit setelahnya.
"Kau bisa menggunakan ruang kerja Adrian," Lily menggeleng, "tidak Dad, bolehkah aku mencari ruang lain?"
Mereka menangguk. "Baiklah, kami akan mengubah ruangan yang kau pilih jadi ruang kerjamu setelah kau menemukan ruangan yang cocok"
"Thanks mom, dad," Ujarku sembari tersenyum.
Aku berjalan sambil membawa berkas tadi ke lorong di lantai dua karena di sana cukup sepi. Aku menemukan kamar yang letaknya paling ujung di lorong dengan pintu geseran dari kayu. "Terkunci," batinku.
"Apa yang kau lakukan di sana?" Ucap seseorang yang berjalan ke arahku.
Baca cerita lengkapnya di Dreame/Innovel. Jangan lupa klik love untuk menambahkan ke library
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro