Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• 02 : Lelucon

Day 2 : Lelucon
Prompt : Laugh

Isara Mao x Tenshouin Saiki (OC)
Ensemble Stars! © Happy Elements

Words : 938

Warning(s) : Joke bapak-bapak yang garing kriuk kress/bukan ngiklan/

──────────────────────

Serayu dingin terasa menusuk kulit, membuat pemuda bermahkotakan surai merah keunguan menggigil. Kakinya melangkah menuju jendela ruang OSIS yang terbuka lebar, berniat menutupnya guna menghalangi anila berhembus masuk ke dalam ruangan. Tangannya berhenti dari menutup jendela, pun netra hijaunya yang kini beralih menatap langit senja.

Mega berwarna putih yang berarak, menjadi corak sempurna bagi bumantara. Ditambah alunan bahana dari burung-burung yang berterbangan pulang kembali ke sarang, membuat siapa saja yang melihat akan terbuai oleh buana senja yang adiwarna.

"Isara-sama? Anda masih ingin di sini?"

Daksanya menegang sejenak, ia berbalik lantas menghela napas lega begitu figur milik Yuzuru masuk ke indra penglihatannya. "Duh, kau mengagetkanku." Mao terkekeh seraya memegangi tengkuknya canggung. "Iya. Dokumen-dokumen ini belum kuselesaikan semuanya, jadi aku akan tinggal di sini sebentar lagi," jawabnya sembari melanjutkan niat untuk menutup jendela yang sempat tertunda, lantas kembali duduk di mejanya.

"Ah, maafkan saya." Yuzuru membungkuk sedikit, Mao merasa tidak enak dibuatnya. "Kalau begitu, saya pulang terlebih dahulu. Isara-sama jangan terlalu memaksakan diri, ya?"

Pemuda bernetra hijau itu mengangguk, memusatkan pandangannya pada Yuzuru yang berjalan menuju pintu. "Iya, hati-hati di ja─"

BRAK!

Kedua adam tersebut merasakan tubuhnya menegang, lantas memusatkan perhatian pada pintu yang terbuka lebar, dengan sosok figur seorang hawa yang berdiri di ambangnya.

" ... Hai?" celetuk sosok tersebut, merasakan atmosfer canggung yang menyelimuti ruangan.

Hanya keheningan yang membalasnya.

Saiki─sosok yang membuka pintu dengan kasar barusan─bergerak tak nyaman. Dalam hati merutuki diri lantaran perilaku tak sopan yang baru saja ia lakukan.

"Saiki-sama? Kenapa Anda masih di sekolah?" tanya Yuzuru dengan senyumnya yang biasa, berusaha mencairkan suasana.

Gadis bersurai pirang pucat itu menggaruk pipinya yang tak gatal. "T-tadi aku membantu Tsumugi-senpai di perpustakaan terlebih dahulu. Ini baru saja selesai, makanya aku masih berada di sekolah," jawab Saiki diiringi kekehan canggung. Netra biru cerahnya mengobservasi ruangan OSIS, dahinya mengernyit begitu tak melihat kakak laki-lakinya di sana. "Ngomong-ngomong di mana onii-san?"

"Kaichou sudah pulang dari tadi, urusan mendadak katanya," balas Mao, pandangannya sudah terfokus pada kertas-kertas dokumen yang tertumpuk rapi di mejanya.

"Apa?! Kenapa dia tidak memberi tahuku?!" Saiki merutuki satu-satunya kakaknya. Total kesal karena tidak diberitahu barang sedikit.

"Tanya saja sendiri," sahut Mao sekenanya.

Saiki memandangi Mao yang tengah sibuk sendiri sejenak. Desahan lelah dikeluarkannya tatkala lagi-lagi melihat sang adam yang tengah memaksakan diri.

Yuzuru hanya geleng-geleng kepala, disuguhi hal semacam ini setiap hari sudah membuatnya terbiasa. "Saiki-sama mau saya antar pulang?" tawarnya kemudian.

Saiki menggeleng. "Terima kasih, tapi enggak usah repot-repot begitu. Lagi pula ...." Netranya mencuri pandang ke arah Mao sekilas. "... Aku masih ada urusan di sini," lanjutnya.

Yuzuru terdiam kemudian mengangguk paham. Paham betul dengan apa yang dimaksud sang hawa barusan.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Saiki-sama, Isara-sama." Yuzuru berpamitan, tepat sebelum sosoknya menghilang di balik pintu ruangan.

Saiki melangkah mendekati meja milik Mao. Tangan menyambar kursi terdekat, lalu meletakkannya tepat di samping lelaki bersurai merah keunguan. Dagu kini berpangku di telapak tangan, sementara netra biru milik sang hawa menatap lekat-lekat mimik serius milik sang adam.

"Enggak pulang?" tanya Mao tiba-tiba. Pandangannya masih setia terfokus pada dokumen yang tengah dikerjakannya.

"Enggak, aku mau di sini saja," balas Saiki. Senyum tipis masih setia terlukis di paras eloknya.

"Kenapa?"

Gadis berusia tujuh belas tahun itu tertawa renyah. "Apa lagi kalau bukan mengawasimu? Aku tidak ingin kau bekerja berlebihan lagi."

Mao hanya mengeluarkan deheman sebagai jawaban. Ia melirik sang gadis yang tengah memainkan ponselnya sekilas, sebelum memusatkan pikirannya kembali pada dokumen yang berada di depannya.

──────────────────────

"Duh! Salah lagi, salah lagi!"

Saiki yang baru saja akan tertidur tersentak mendengarnya. Menguap kecil, ia lantas menaruh fokus pada sosok Mao yang terlihat menahan emosi.

Surai merah keunguannya sedikit berantakan. Kedua alisnya menukik tajam ke bawah. Pun wajahnya total memerah lantaran menahan emosi yang meluap. Ah, jangan lupakan setiap rutukan yang keluar dari mulutnya.

"Mao? Kenapa?"

Pertanyaan Saiki tak digubris sama sekali. Sang hawa kemudian menghela napas perlahan. "Sudah kubilang kalau tidak mampu, ya tidak usah memaksakan diri. Lihat, malah jadi kacau 'kan sekarang?" omel Saiki, diiringi pukulan ke kepala Mao pelan.

"Baiklah, baik." Mao mengambil napas panjang, lantas mengeluarkannya perlahan. Cara biasa yang digunakannya untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Hei, mau menjawab tebak-tebakanku sebentar?" Saiki bertanya, kini netra birunya kembali fokus memandang mimik wajah sang adam.

Mao menoleh, dirinya penasaran. "Katakan."

Saiki menyeringai kecil, umpannya berhasil. "Gula, gula apa yang bukan gula?" tanyanya, kembali memangku dagu di telapak tangan.

Kedua alis pemuda bermarga Isara itu naik satu milimeter dari tempatnya. Total bingung dengan pertanyaan yang memasuki rungunya barusan. "Gula yang bukan gula? Memang ada yang seperti itu?"

Gadis di sampingnya berdecak bangga. "Ada, dong."

Mao kembali berpikir, namun tak ada satu pun jawaban yang muncul di otak jeniusnya. "Kalau begitu apa?" tanyanya, akhirnya menyerah.

"Gula aren't."

Hening.

Mao dengan wajah bengongnya, sementara Saiki dengan wajah menahan tawanya.

"Pfft─ HAHAHAHA! Kamu belajar lelucon seperti itu dari mana, sih?!" Mao bertanya di sela tawanya. Serius, lelucon barusan terdengar sangat bodoh sampai membuat perutnya sakit.

Saiki balas tertawa. "Ada, lah. Kamu tak perlu tahu," jawabnya iseng. Total bangga karena berhasil membuat Mao tertawa keras di tengah tugasnya.

"Hahaha, ya sudah kalau begitu," ujar Mao seraya menghapus air di sudut matanya akibat tertawa terlalu keras. Ia lantas menarik kedua sudut bibirnya, memberikan senyuman lembut kepada Saiki yang balas tersenyum jua. "Terima kasih, Saiki."

Putri bungsu dari keluarga Tenshouin itu hanya bisa tertawa renyah lantas berujar, "Sama-sama. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kita menghabiskan akhir pekan dengan berbelanja bersama?"

──────────────────────

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro