Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- 1 -

Selalu ingin tahu sudah menjadi sifat dasar manusia. Itulah alasan manusia puluhan tahun silam berminpi menuju bulan. Haus akan ilmu pengetahuan, manusia terus berusaha menuju satelit alami bumi. Hingga pada tahun 1969 manusia berhasil menjejakkan kaki di bulan. Cerita pendaratan manusia di bulan, menjadi salah satu sejarah penting dalam kehidupan manusia yang membuka penelitian-penelitian lain di luar angkasa. Manusiapun mulai melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjawab rasa penasaran tentang hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya. Salah satu contohnya, ketika astronaut melakukan penelitian di planet lain atau satelit bumi untuk mengetahui kondisi alam dan potensi kehidupan yang ada.

Jika puluhan tahun silam datang kebulan adalah hal yang sulit, karena terbatasnya kemampuan manusia dan minimnya pekembangan ilmu pengetahuan. Namun hal itu menjadi lebih mudah seiring perkembangan keilmuan yang semakin maju. Dengan biaya yang luar biasa, dan juga penelitian bertahun-tahun, pada akhirnya manusia mulai berhasil mewujudkan cita-citanya untuk membentuk dunia baru di planet merah atau planet Mars.

Sejak ditemukan pada tahun 1877, Mars menjadi planet yang memikat hati para ilmuan dunia antariksa. Seolah primadona, para manusia dengan pemikiran luar biasa selalu berusaha menemukan hal menarik tentang Mars. Segala catatan tentang Mars menjadikan planet itu sebagai tanah untuk menitipkan mimpi. Dimana manusia ingin membentuk peradaban lain ditempat tersebut sebagai opsi lain peradaban di bumi.

Butuh biaya yang luar biasa besar, hingga pada akhirnya manusia berhasil mewujudkan impian tersebut. Memiliki lingkungan yang lebih bersahabat dari Venus, membuat para peneliti berhasil membentuk peradaban baru di planet merah itu. Secara perlahan koloni mulai dibangun di Mars, setelah penelitian selama bertahun-tahun. Satu persatu manusia diterbangkan menuju Mars, mulai dari relawan yang bekerja tanpa bayaran. Hingga akhirnya Mars menjadi tempat komersial dimana manusia dengan dompet tebal menjadikan planet itu sebagai tempat tinggal.

Mungkin manusia-manusia masa lalu akan selalu menganggap impian para ilmuan tentang kehidupan di Mars adalah hal yang mustahil. Namun pada akhirnya impian itu terwujud dengan keberadaan peradaban di planet itu. Walau tidak mudah, namun uang membuat segalanya menjadi mampu diciptakan. Dan investasi dari lembaran uang milik para jutawan, akhirnya bisa membuat para ilmuan menciptakan dunia baru di Mars yang disebut "Sector 1"

Kehidupan mewah, dan fasilitas yang tak pernah terbayangkan selalu tersaji di Sector 1. Persediaan makanan instan, udara yang bersih dan juga tempat tinggal yang dipenuhi seluruh kecanggihan yang tak terbayangkan sebelumnya. Tidak heran jika seluruh manusia yang berada didalam Sector 1, harus membayar mahal untuk semua fasilitas yang mereka  dapatkan. Karena teknologi yang membentuk dunia baru harus terus dikembangkan agar manusia didalam Sector 1 bisa tetap hidup dengan baik layaknya tinggal di Bumi. Energi panas yang disaring agar tidak membahayakan, udara bersih yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga surya, dan juga tanah yang di ekstrak sedemikian rupa agar bisa menumbuhkan benih yang ditanam manusia. Dengan semua fasilitas itu, harga yang dibayar menjadi hal yang wajar dikeluarkan oleh manusia di Sector 1. Menjadikan orang-orang yang tidak mampu hidup didalam dunia baru itu, harus menyingkir ke pinggiran kota hanya untuk menumpang hidup dari sumber alam yang disisakan masyarakat pusat Secktor 1.

Keterbatasan manusia yang hanya bisa menginovasi dari sumber daya yang Tuhan ciptakan, membuat perbedaan cukup besar antara orang-orang dipusat kota Sector 1 dan orang-orang yang tinggal dipinggiran Sector 1. Tidak adanya fasilitas yang sama dengan masyarakat kota pada umumnya, membuat masyarakat pinggiran menjadi makhluk yang serba kekurangan.  Pertarungan dan keributan selalu terjadi disana, yang membuat para penghuninya hanya menatap datar setiap kekacauan terjadi. Bagai dunia yang berbeda, kehidupan orang-orang yang berada dipusat Sector 1 jauh berbeda dengan orang-orang yang menghabiskan waktu dipinggiran kota megah tersebut. Jauh dari kehidupan mewah, masyarakat pinggiran hanya bisa menikmati kehidupan biasa yang dipenuhi kekerasan. 

Berada diluar pembatas kemegahan Sector 1, orang-orang dipinggiran dunia megah itu hidup serba terbatas. Pertengkaran untuk memperebutkan sebotol air biasa terjadi di daerah gelap tersebut. Sebagian besar manusia yang hidup disana terpaksa menjadi pencuri, hanya untuk bertahan hidup di dunia baru yang diciptakan oleh manusia pada masa itu. Tak ada senyum indah, atau tawa yang terdengar disana. Pinggiran kota bersuhu dingin semakin terasa dingin karena kehidupan keras yang berlangsung disana. Tempat itu tidak menyisakan sedikitpun kehangatan, yang bisa membuat orang-orang memiliki rasa iba terhadap orang lain. Hanya ada dua pilihan untuk orang-orang yang tinggal disana. Menunggu kematian, atau merampas kehidupan orang lain. 

Anyir darah, jerit kesakitan, dan tawa dingin kemenangan, adalah hal biasa yang bisa di temui ditempat itu. Tak akan ada yang terkejut, saat dua orang saling menusuk ditempat umum. Tak ada yang menatap kasihan, saat seseorang tak berdaya dibawah pukulan sadis orang lain hanya karena sebotol minuman. Semuanya hanya menatap dingin, menunggu siapa yang mati diantara dua orang yang bertikai. Seolah menunggu kesempatan, mendapatkan sebotol air yang menjadi perebutan dua orang dengan tubuh berlumuran darah segar.

"Sial...dia masih hidup." Tak akan ada yang menyangka, ucapan dingin bernada kasar itu terucap dari bibir seorang pria berwajah lugu bernama Kang Yeosang.

Kehidupan yang keras membuat orang-orang disana tak lagi bisa berujar lembut. Karena itu tidak mengherankan jika Yeosang yang berawajah manis mampu berujar kasar.

"Padahal aku menunggu satu diantaranya mati, agar bisa memiliki air itu." Lanjut Yeosang dengan tatapan mata dingin.

"Kau bisa membunuhnya jika kau mau, dan mengambil air itu." Ucapan tersebut milik Park Seonghwa, pria dengan wajah malaikat.

Jangan bayangkan jika dia mengatakan itu dengan wajah takut, karena Seonghwa justru mengucapkan dengan ekspresi yang lebih dingin dari Yeosang. Seolah kata-katanya itu bukanlah sebuat pilihan, tetapi sebuah tantangan untuk makhluk manis disisinya.

"Kenapa tidak hyung saja yang melakukannya, bukankah hyung yang sejak tadi menginginkan air itu." Balas Yeosang seraya mengarahkan senyum sinis pada Seonghwa.

Seonghwa ikut tersenyum, namun jauh dari kata manis. Walaupun sebenarnya jika saja Seonghwa tersenyum dengan benar, wajah tampannya akan dua kali lipat lebih mempesona.

"Tidak terimakasih, aku akan mendapatkan lebih banyak dari itu nanti." Seonghwa memilih beranjak meninggalkan pria yang berhasil memenangkan sebotol air dan menikmati kemenangannya dengan tawa lepas.

Menatap Seonghwa sesaat, Yeosang kemudian berjalan menghampiri pria tinggi bermarga Park itu.

"Kau serius dengan rencanamu?" Setelah berhasil mensejajarkan langkah dengan Seonghwa, Yeosang bertanya.

"Tentu." Seonghwa membalas singkat.

"Kau yakin bumi masih layak ditempati manusia?" Yeosang meraih lengan Seonghwa dan membuat gerakan kaki panjangnya terhenti.

Mempertemukan matanya dengan netra bening Yeosang, Seonghwa terdiam sesaat sebelum kemudian menjawab.

"Aku yakin." Dengan nada tegas dan pasti, sang pria Park berujar.

"Kalau disana tidak lebih baik dari tempat ini, kau mau apa? Apa kau mau mati sia-sia disana?" Mendengar jawaban Seonghwa, membuat Yeosang menatap tajam pria lebih tua setahun darinya itu.

"Tetap disini dan terus mengulang siklus yang sama, itu yang disebut mati sia-sia. Karena tidak ada harapan di planet ini, tapi aku yakin masih ada harapan di Bumi." Seonghwa menarik pelan tangannya dari Yeosang.

"Hyung..."

"Jika kau masih ingin tinggal disini, hanya karena ragu dengan kehidupan disana aku tidak akan memaksamu bergabung denganku. Kau bisa tinggal disini, dan terus memperebutkan hal kecil seperti sebotol air, tanah atau bahkan tabung oksigen. Lakukan siklus itu seumur hidupmu, sampai akhirnya kau jadi manusia yang mati ditangan manusia lain hanya karena tak mampu bertahan." Dengan nada dingin Seonghwa berujar, dan meninggalkan Yeosang begitu saja tanpa menunggu balasan dari pria manis itu.

***

Uang adalah benda yang paling dibutuhkan di Sector 1. Benda yang mulai disebarkan dalam bentuk virtual tersebut, menjanjikan kehidupan yang layak di kota megah tersebut. Memiliki persediaan uang yang cukup, membuat manusia bisa tinggal dengan nyaman di Sector 1. Itulah cara manusia bertahan hidup di Mars, jika tidak mau diasingkan menuju pinggiran kota yang dingin dan juga gelap. Begitulah cara manusia untuk terus bertahan hidup di dunia impian para ilmuan tersebut.

Jika kau tidak memiliki banyak uang, kepintaran adalah jalan lain untuk tinggal di Sector 1. Bergabung di pusat penelitian, membuat manusia mendapatkan fasilitas yang sama seperti para penghuni lain tanpa harus membayar. Namun jangan berharap upah yang besar jika bergabung didalam pusat penelitian ini. Karena sebagian besar fasilitas yang digunakan, adalah bayaran yang didapatkan oleh para peneliti yang bekerja di jantung Sector 1.

Hal inilah yang dilakukan oleh pria bertubuh sedikit pendek, bernama Kim Hongjoong. Lahir dari orang tua yang bekerja sebagai ilmuan, membuat Hongjoong bisa menerima fasilitas setara dengan penghuni lain yang berkantong tebal. Udara bersih, air dan tanah yang subur menjadi hal yang bisa dimiliki Hongjoong. Dan untuk membayar semua itu, seluruh keluarga Hongjoong, mau atau tidak mau, mampu ataupun tidak harus bergabung didalam pusat penelitian Sector 1.

"Siapa yang membuang tanah milikku?" Itu adalah pertanyaan yang muncul dari Hongjoong sesaat setelah memasuki ruang kerjanya.

"Aku." Jawab seorang pria berseragam lab putih dengan name tag Jeong Yunho.

"Kenapa kau membuangnya?" Hongjoong menatap kesal pria bertinggi badan 185cm itu.

"Karena tanah itu sudah rusak. Membiarkannya terlalu lama diruangan ini akan mencemarkan udara." Yunho menjawab dengan santai, tak terlihat terintimidasi dengan tatapan tajam yang diarahkan Hongjoong padanya.

"Tanah itu baru saja ku ekstrak, dan..."

"PH Tanahnya tidak baik untuk tumbuhan, dan kandungan racunnya lebih tinggi karena ekstrak cairan yang kau berikan. Kemungkinan tanah itu akan menciptakan virus cukup tinggi, karena udara didalam ruangan ini. Karena itu aku membuangnya sebelum ada hal yang tidak diinginkan terjadi." Yunho memutus cepat ucapan Hongjoong.

"Tapi setidaknya kau harus meminta izin dariku sebelum membuangnya. Agar aku bisa..."

"Kau bahkan tidak punya izin untuk mengekstrak tanah itu didalam ruangan ini hyung. Jadi kurasa tidak masalah jika aku membuangnya tanpa meminta izin darimu. Kau tahu kan, kau harus ke ruangan khusus jika mau mengekstrak tanah. Karena akan ada banyak masalah jika proses ekstrak tanah tidak berhasil." Kembali Yunho memutus ucapan Hongjoong.

Hongjoong ingin membalas, tapi apa yang diucapkan Yunho benar. Dia tidak melakukan prosedur pengembangan dengan benar, jadi bagaimana bisa dia membalas kembali ucapan pria berusia setahun lebih muda darinya itu.

"Tapi tetap saja..." Kali ini Hongjoong tidak melanjutkan kata-katanya bukan karena Yunho memutus ucapannya, tapi memang karena Hongjoong mengantung ucapannya sendiri.

Pria pendek itu berakhir cemberut, seraya menatap tempat kosong yang semula dipakainya untuk mengekstrak tanah. Hongjoong pikir dia akan membuat eksperimen yang akan memberi banyak keuntungan pada pusat penelitian. Tapi ternyata penelitiannya kembali gagal. Terlahir dari dua orang jenius, tidak membuat Hongjoong mendapatkan kepintaran yang sama. Hongjoong harus bekerja begitu keras untuk menghapal semua pengetahuan dasar dari para peneliti, untuk kemudian bisa bergabung dalam kelompok kecil pusat penelitian Sector 1.

Dalam kelompok kecil itu, Hongjoong bekerja dengan dua pria yang lebih muda darinya. Satu pria sudah pasti Jeong Yunho, dan pria lainnya adalah Choi Jongho. Dua pria muda itu memiliki kepintaran diatas Hongjoong. Membuat dirinya terkadang merasa tidak percaya diri setiap kali Yunho dan Jongho berhasil membuat satu produk yang berguna bagi pusat penelitian Sector 1.

"Kalau begini terus, aku mungkin akan ditendang keluar dari Sector 1." Hongjoong dengan rasa putus asanya berjalan menuju sofa dan menghempaskan tubuh mini nya disana.

Yunho yang semula sibuk dengan bahan penelitiannya, terlihat mengarahkan pandangan pada Hongjoong.

"Hasil tanahmu sudah baik hyung, hanya saja kandungan racun yang kau hasilkan masih cukup tinggi hingga membuat PH tanah menjadi rusak. Kau hanya harus mengubah beberapa dosis cairan yang bisa meningkatkan jumlah racun, sehingga proyekmu itu akan berhasil nantinya." Hal seperti ini adalah yang paling dibenci Hongjoong. Bagaimana yang lebih muda justru memberi masukan padanya, membuat Hongjoong benci dengan keadaannya itu.

"Terimakasih atas saranmu Jeong-ssi. Akan ku ingat dan kulakukan lain waktu." Hongjoong mengucapkannya dengan ketus, dan tentu Yunho bisa mendengar jelas hal tersebut.

"Semangat hyung." Dan Yunho adalah Yunho, dia bukanlah sosok yang akan tersingung dengan hal sepele seperti itu.

Hongjoong membalas dengan mendengus kesal. Bagaimana sempurnanya sosok Yunho benar-benar membuat Hongjoong iri. Ingin rasanya Hongjoong berpindah kelompok saja, tapi dia tidak punya hak untuk melakukan itu. Menjadi peneliti di pusat penelitian Sector 1, mewajibkan semua orang tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku. Itulah salah satu syarat wajib yang membuat para kelompok peneliti bisa mendapatkan fasilitas yang baik di planet Merah.

***

Masih sangat pagi, tapi Seonghwa dan juga Yeosang sudah terlihat meninggalkan Sector 1. Keduanya bersiap meninggalkan kota dalam kubah besar buatan tersebut, menuju kaki gunung Olympus Mons. Menggunakan pakaian astronout, keduanya berjalan kaki melintasi gelap. Pangkalan pesawat ulang alik adalah tempat yang keduanya tuju. Memilih hari terjadi badai besar, Seonghwa dan Yeosang berjalan pasti menuju pangkalan tersebut. Pengamanan yang mengendur karena cuaca membuat keduanya memamfaatkan hal tersebut untuk mencuri sebuah pesawat yang akan membawa keduanya menuju Bumi.

"Bagaimana jika kita tidak berhasil?" Itu adalah pertanyaan pertama yang Yeosang ucapkan sesaat sebelum keduanya mengenakan pakaian astronout.

"Jika kau ragu, mundurlah. Aku bisa pergi sendiri." Tanpa ekspresi, Seonghwa membalas.

Dengan cekatan Seonghwa memakai perlengkapan astronout, untuk menjalankan misinya.

"Seandainya aku bisa membiarkanmu sendiri." Yeosang yang semula ragu, akhirnya memasang pakaian astronout ditubuhnya. "Kau tidak bisa pergi sendiri kesana, karena kau tidak bisa mengemudikan pesawat." Lanjut Yeosang membuat Seonghwa menatap dingin padanya.

"Apa kau juga berencana mencuri pilot untuk pesawatmu." Dengan nada penuh ejekan, Yeosang berujar apda yang lebih tua.

Seonghwa memilih tak menjawab, dia memutuskan tetap diam selama mengenakan pakaian Astronoutnya. Tak ada lagi percakapan setelahnya, karena Yeosang memilih terus mengikuti langkah Seonghwa hingga berada ditengah badai tanpa berujar apapun.

Jika boleh jujur, Yeosang meragukan rencana Seonghwa, namun pria berwajah polos itu tidak benar-benar bisa meninggalkan sosok yang sudah lama dikenalnya itu seorang diri. Terlebih lagi, Seonghwa tak benar-benar bisa menjaga dirinya. Selama ini dia bertahan hidup karena keberuntungan yang selalu mengikutinya. Dan Yeosang tak tahu kapan keberuntungan itu berakhir.

"Kuharap keberuntungannya dapat membawaku setidaknya keluar dari badai." Yeosang hanya bisa merapalkan harapan itu didalam hatinya.

Keadaan sekitar mereka begitu buruk karena badai. Yeosang tidak mau memperburuk keadaan dengan memancing emosi Seonghwa. Yeosang tidak takut pada Seonghwa, dia hanya ingin menghemat tenaga ditengah cuaca yang mungkin bisa membunuhnya.

"Kau bisa bertahankan?" Itu adalah percakapan yang terjadi, setelah sekian lama mereka berjalan.

"Aku tidak yakin, kurasa aku masih mampu bertahan jika kau menyemangati aku dengan mengatakan kalau kita sudah dekat." Yeosang tidak bisa benar-benar bersikap hangat, karena itu dia menjawab dengan menyelipkan sedikit sindiran,

Yeosang tidak tahu seberapa jauh keduanya harus berjalan. Keluar dari Sector 1 tanpa tertangkap saja sudah menguntungkan. Jika keduanya bisa benar-benar tiba dipangkalan dan mencuri sebuah kapal, maka mereka bisa dikatakan benar-benar beruntung. Karena itu disela rasa lelah dan juga putus asa karena pilihannya, Yeosang hanya bisa berujar sedikit sarkas pada yang lebih tua.

"Kau benar...kita akan sampai sebentar lagi." Balasan itu membuat Yeosang menatap lekat Seonghwa.

Sang pria Park terus melangkah lurus tanpa memandang Yeosang. Memb uat pria mungil itu tak benar-benar yakin jika ucapannya benar.

"Terimakasih karena sudah..." Ucapan Yeosang terputus saat kabut tebal dihadapannnya. "...tidak....apa ada yang lebih buruk dari ini."

Diakhir ucapannya Yeosang merasa tubuhnya didorong jatuh ketanah, dan setelah itu hanya gelap dan suara gemuruh yang didapatkan sang pria Kang. 

To be Continue

Sorry for Typo

Thanks for Votement

🌻HAEBARAGI🌻











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro