
I
Bokuto Koutarou dengan prestasi di klub voli dan kepribadiannya yang sehangat mentari begitu-begitu memiliki kelemahan juga.
Pemuda itu lemah dalam akdemisnya. Sepertinya ia lupa bahwa sekolah bukan melulu tentang voli saja. Jarang hadir di kelas karena dispensasi pertandingan, tapi sekalinya hadir malah sering mengantuk karena latihan pagi yang sudah menguras tenaganya.
Jangan heran jika nilai rendah berwarna merah selalu bertengger di setiap kertas ujiannya.
"Lagipula setelah lulus nanti aku kan langsung direkrut oleh timnas! Sia-sia saja aku belajar dan susah-susah mendapatkan nilai bagus, toh pada akhirnya aku akan tetap bermain voli!"
Pengalaman saat kelas dua diundang di kamp pelatihan muda Jepang membuat masa depan Bokuto terjamin 100% menjadi atlit voli.
'Walaupun begitu, kamu juga masih dalam masa wajib sekolah yang mengharuskan nilai-nilai akademikmu bagus jika mau lulus. Kalau kau tidak lulus berarti kau tidak akan bisa bermain voli semaunya lagi.'
Batin (Name) sambil memasang tampang sweatdrop.
Mungkin di antara anak klub voli yang lain, Bokuto Koutarou lah yang paling sering menjadi bulan-bulanan para guru. Lingkaran setan remidi selalu mengikuti sang pemuda burung hantu. Omelan dan nasehat selalu dilempar ke sang pemuda, tapi selalu ditangkis balik alias tidak didengarkan.
Akan tetapi, perlahan-lahan nilai pelajaran Bokuto naik walau mentok sampai nilai minimum. Seenggaknya lolos. Entah apa yang membuat sang adam begitu termotivasi. Yang (Name) curi dengar dari Shirofuku, sih, ia diberi siraman rohani oleh adik kelas yang berposisi sebagai setter. Dari seluruh anak voli lainnya, hanya perkataan sang setter lah yang mau ia dengarkan.
Kalau tidak salah namanya Akaashi Keiji. Ah, (Name) ingat. Si Akaashi ini lumayan populer di angkatannya. Cerdas, tampan, kalem, dan atletis. Sosok yang sempurna untuk menjadi bahan pembicaraan para gadis.
Akaashi juga termasuk anak yang sopan, terbukti dengan embel-embel '-san' yang ia sematkan kepada para seniornya. Pemuda itu juga terlihat sangat menghormati Bokuto. Hal ini membuat (Name) bingung, sebenarnya siapa yang dihormati dan siapa yang menghormati, sih?
Ya, walaupun menimbulkan keheranan, tapi yang jelas terjadi peningkatan yang signifikan nilai akademis Bokuto, kecuali satu.
"Bokuto-kun ... apakah kamu mempunyai dendam sama saya?"
Bokuto Koutarou menunduk sedalam-dalamnya sambil mencengkram celana seragamnya. Pemuda itu berkeringat dingin. Menghadapi guru paling killer se-SMA Fukurodani adalah hal yang sangaaaaatt ia hindari. Tapi, sayangnya takdir berkata lain.
"Guru-guru lain bercerita kalau kamu mengalami peningkatan dalam pelajaran. Saya sempat berharap, lho, kalau kamu mengalami peningkatan di pelajaran saya. Tapi, kok .... nilaimu malah tambah turun ya?"
Ya, Bokuto memang mengalami peningkatan di setiap pelajaran, kecuali satu, yaitu Fisika. Setiap tugas dan ujian yang terlewati, nilai Fisika milik Bokuto malah semakin terjun bebas bagai menuruni Burj Khalifa hingga ke dasar Palung Mariana. Anjlok-jlok seanjlok-anjloknya. Sepertinya Bokuto ini memang mempunyai kebencian tersendiri terhadap pelajaran Fisika.
Akan tetapi, berkat itulah takdir (Name) dan Bokuto bersilangan. Guru Fisika, Yamato-sensei, memberi titah pada (Name) untuk menjadi tutor Fisika Bokuto hingga nilai pemuda itu bisa menembus angka minimum walau hanya satu digit.
Maka hubungan (Name) dan Bokuto sebagai tutor dan murid dimulai saat pertengahan semester satu.
Pertemuan mereka dijadwalkan dua kali dalam seminggu dengan durasi 1 jam 30 menit.
Di setiap pertemuan, Bokuto selalu saja mengeluarkan sisi tak terduganya. Entah itu melontarkan pertanyaan konyol seperti,
"(Name)-chan, apa yang akan terjadi ya jika Newton duduk di bawah pohon durian? Apakah hukum gravitasi tetap ditemukan atau tidak sama sekali? Kan Newton udah mati duluan tertimpa durian ..."
Atau pertanyaan yang cukup ... mencengangkan seperti,
"(Name)-chan, berarti saat bermain voli aku menerapkan hukum relativitas, dong? Soalnya saat menspike bola, aku melihat sisi lain dari net bergerak begitu lambat, entah itu libero lawan atau middle blocker-nya, tapi kata teman-temanku yang lain akulah yang bergerak begitu cepat saat melompat dan menspike bola. Berarti itu relativitas kan?"
Atau celetukan konyol yang tidak terpikirkan sama sekali,
"(Name)-chan, ternyata para ilmuwan itu sok banget ya! Kenapa mereka itu harus memperkirakan sesuatu yang tak pasti, sih? Coba saja kalau Pak Hertz, Pak Maxwell, dan ilmuwan lainnya tidak sok-sokan berhipotesis adanya eter di udara. Kan kasihan Pak Michelson dan Pak Morley, udah ngeluarin uang untuk beli peralatan dan bahan percobaan, eh ternyata hasil percobaannya malah membuktikan bahwa eter tidak ada. Kan sia-sia uang dan waktu yang mereka keluarkan! Mending dipakai buat beli bahan makanan atau tidur daripada digunakan untuk membuktikan sesuatu yang tidak ada ..."
Masih banyak lagi respon lucu, celetukan konyol, komentar menghibur saat dia mengajari Bokuto. (Name) sangat suka dengan raut serius Bokuto saat mengerjakan soal dan senyuman lebar sang pemuda saat pekerjaannya benar. Begitu candu, (Name) ingin melihatnya terus.
Dua pertemuan dalam seminggu itu selalu dinantikan (Name) di mana mereka duduk berhadapan, saling menatap tepat di mata, dan menatap paras tampan itu begitu jelas.
Di sisi lain, hati dan pikiran (Name) bertanya-tanya, mengapa ia ingin terus-terusan berada di sisi Bokuto? Mengapa ia begitu tak sabar menantikan jam tutor mereka yang hanya dua kali seminggu? Mengapa ia begitu bahagia walau hanya melihat Bokuto tertawa? Mengapa seluruh dunia tiba-tiba saja terpusat kepada Bokuto seorang?
Hormon endorfin pun menjawab semuanya tatkala (Name) menatap Bokuto yang mengerjakan soal sambil tersenyum tenang dan parasnya tertimpa sinar senja membuatnya tambah rupawan. Apalagi surai yang berlawanan dengan gravitasi itu tampak berkilau menyatu dengan sinar surya di sore yang penuh dengan ketenangan.
Debaran tak terkendali dan kalor yang merayap di kulit pipi.
Fix, (Fullname) yang cerdas jatuh dalam pesona Bokuto Koutarou yang begitu menawan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro