Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- Part Three

Pada akhirnya, disaat segelanya telah terwujudkan, aku harus melepaskannya secepat aku bisa merengkuhnya❞―Akaashi Keiji


.

.

.

ESOKNYA, di hari Minggu.

(Name) melihat layar ponselnya. "Aku harus menelponnya. Aku harus bertemu dengannya. Supaya tak ada penyesalan yang aku bawa." (Name) menekan nomor kekasihnya itu.

Ada dua kali dering, sebelum diangkat. "H-halo, Keiji."

"Hai, (Name)," ucap Akaashi. Terdengar bahwa dia sedang menguap

"A-apakah aku menganggu tidurmu?"

"Nggak kok. Kenapa?" balas Akaashi.

"Hari ini, aku mau ke taman. Bisa temanin aku?" tanya (Name). "Aku mau berkencan denganmu hari ini." (Name) merasakan wajahnya memanas saat mengatakan kata 'kencan'.

"Boleh," balas Akaashi. "Aku akan segera kesana ya."

"Iya, makasih Keiji-kun," ucap (Name).

 "Tapi dalam satu syarat; kalau kamu memanggilku dengan akhiran '-kun' lagi, kuberi hukuman loh," ucap Akaashi.

"Hah?" Lalu, sambungan telpon diputus.

Wajah (Name) memerah saat  Akaashi mengatakan itu. Tetapi, (Name) membuangnya jauh-jauh. Dengan segera, dia menukar pakaiannya, dan setelah setengah jam bersiap-siap. Dia mendengar bel rumah ditekan oleh seseorang.

"Iya!" serumu sambil berjalan turun dari tangga. (Name) membuka pintu dan tampaklah sosok Akaashi. "Hai."

Akaashi memberikan sebuah senyum kecil. "Ayo."

Mereka saling bergenggaman taman sembari berjalan menuju taman. Di hari Minggu seperti ini, taman sangat sepi. Hanya ada beberapa orang yang berada di taman, termasuk Akaashi dan (Name).

"Udaranya sangat menyejukkan ya!" ucap (Name). "Uwaa, ada kucing!" Dia mendekati kucing itu, mengelus puncak kepalanya. "Manisnya."

(Name) duduk di rerumputan, dan Akaashi duduk di sampingnya.

"Sebenarnya, aku masih tak percaya atas segalanya," ucap (Name). "Aku bertemu kembali denganmu, dan kita berpacaran. Ini lebih dari apa yang aku imajinasikan."

Wajah Akaashi memerah. Dia bangkit dari tempat dia duduk, mengumpulkan beberapa mahkota bunga yang bertebaran, lalu menaburkannya diatas rambut (Name). "Justru aku gak percaya bahwa kamu masih menerima lelaki brengsek yang menolakmu dua tahun lalu."

(Name) terkikih pelan. "Keiji-ku―maksudku. Keiji." (Name) teringat akan ucapannya ditelpon tadi.

Akaashi mencubiti pipi (Name). "Dasar."

(Name) meringis sedikit, tapi (Name) tersenyum.

Semilir angin berhembus pelan.

"Keiji. Kalau contohnya aku pergi... apakah kamu akan terus mengingatku?" tanya (Name) pelan.

"Kenapa kamu bilang seperti itu, (Name)?" tanya Akaashi, bingung.

(Name) menghelakan napasnya. "Aku sebenarnya telah berbohong kepada Kou-nii-chan, Papa, dan Mama."

"Heh?"

"Saat mereka bertanya, apakah aku sudah ke klinik? Apakah keadaanku sudah diperiksa? Apakah aku baik-baik saja? Aku selalu menjawab sudah, iya, dan baik-baik saja. Padahal... sebenarnya... sebenarnya..."

Akaashi menaruh tangannya diatas bahu (Nam). "Jelaskan."

"Sebenarnya, kata dokter hari ini... sepertinya hari terakhirku di dunia."

"(Name)...?"

(Name) mendongakkan wajahnya, supaya manik coklat karamel miliknya bertemu manik mata Akaashi, walau pandangan (Name) kabur karena air mata yang bersarang di pelupuk mata (Name) menjadi penghalang. Tangan gadis itu mencengkram lengan pakaian Akaashi.

"Aku mencintaimu, Keiji-kun. Itulah makanya.... hari itu aku menembakmu dan berharap bahwa kamu akan menerimanya. Tapi kenyataannya berbalik. Begitu tahu bahwa kamu dan Kou-nii-chan bersahabat baik di SMA, aku masuk ke SMA yang sama."

"Lalu, Tuhan berpihak kepadaku. Kamu jadi kekasihku walau hanya sehari, dan hari ini.... aku minta maaf kalau aku meninggalkanmu..."

Akaashi mengecup bibir (Name). "Dasar bodoh. Sudah kubilang jangan panggil aku dengan akhiran '-kun' lagi... Ayo. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

"Sudah tak mungkin lagi, Keiji," ucap (Name), menahannya. "Ini sudah akhirnya. Aku sudah seharusnya meninggalkan dunia ini, hari ini juga. Aku... aku minta maaf."

"Aku yang harusnya minta maaf. Jika aku menerimamu dua tahun lalu, kita akan bersama lebih lama lagi," ucap Akaashi. "Aku mencintaimu, (Name). Aku akan selalu mencintaimu." Setitik air mata mengenai tangan (Name) yang dia istirahatkan di pahanya Akaashi.

"Kamu menangis ya.... Keiji-kun? Dasar... senpai yang cengeng." (Name) menutup matanya. "Tapi... aku tetap mencintaimu." Tubuh (Name) lalu melayu dan jatuh di dada Akaashi.

"(Name)? (Name)?" Akaashi mengguncang tubuhnya. "T-tunggu. Ke-kenapa... kenapa... kenapa sekarang? Kenapa disaat aku akhirnya sadar? Kenapa... kenapa!?" Akaashi menggigiti bibirnya. "Jangan tinggalkan aku. (Name)? (Name)!"

Dia mengangkat tubuh gadis mungil itu, lalu berlari menuju rumah sakit. Walau dia sudah tak sempat lagi.

***

MATA Akaashi menatap kosong ke kuburan itu. Pemakaman mungkin telah berakhir, tetapi dia tak bisa meninggalkan tempat itu. Perasaan bersalah masih berlabuh di hatinya.

"Akaashi?" Bokuto mendekati rekan satu timnya itu. Bokuto yang biasanya ceriapun, telah kehilangan semangatnya kala adik perempuan yang dia sayangi pergi. "Sudah mau hujan loh."

"Biarkan aku disini!" seru Akaashi. "Aku bodoh, kenapa dua tahun lalu aku menolaknya? Aku begitu bodoh!"

"A-"

"Maaf, Bokuto-san. Padahal aku sudah berjanji untuk menjaga adikmu itu. Tapi... tapi aku tak bisa. Maaf.... maaf... maaf!"

"Sudahlah, hentikan itu," ucap Bokuto. "Sebaiknya kamu pulang."

"Tampar aku!" seru Akaashi. "Aku tahu kamu membenciku karena aku tak menjaga adikmu. Maka, tampar saja a-"

Plak!

Tangan Bokuto melayang di wajah Akaashi. "Sudah?" Bokuto merogoh sakunya, lalu mengeluarkan selembar kertas. "Kami menemukannya di kamar (Name), ada satu untukmu. Bacalah."

Akaashi menerimanya dengan tangan bergetar. "Terima kasih."

***

TERUNTUK Akaashi Keiji, kekasihku yang hanya sesaat

Halo, mungkin sekarang aku tak ada lagi di dunia yang sama denganmu. Tapi, apa kabarmu? 

Sebenarnya, di hari dimana kita bertemu lagi, aku sendiri yang meminta Kou-nii-chan untuk mempertemukan kita. Dan saat dia bilang bahwa ponselnya tertinggal, hanyalah skenario yang sudah kami tata kemarin malamnya.

Lalu, Kou-nii-chan yang memberimu LINE ID-ku. Dan dihari yang sama, kamu mengajakku jalan. Esoknya, kita menjadi sepasang kekasih.

Selama dua hari itu, banyak yang telah terjadi ya?

Aku sangat, sangat, sangat senang karena kini aku telah meninggalkan dunia tanpa penyesalan apapun lagi.

Terima kasih, Keiji.

Aku mencintaimu. Selalu.

Kertas tersebut tertiup oleh angin. Akaashi kini di atap gedung SMP, dimana dia dan (Name) pertama kali bertemu.

"Aku... minta maaf atas segalanya, (Name)," bisik Akaashi. Dia memanjat pagar tersebut. Angin berhembus pelan. "Biarkanlah tempat ini menjadi saksi bisu atas penebusan kesalahanku selama ini. Selamat tinggal, dunia."

Lantas, angin semakin menggila. Dan Akaashi, membiarkan dirinya jatuh dari ketinggian itu.

***

A.N

Yang nangis angkat tangannya!

Aku benar-benar menghabiskan air mataku karena mengetik cerita ini. Dan ini sampai tiga part, jadi lumayan panjang sih ceritanya. Dan aku ngetiknya baru hari ini, publishnya hari ini. So, aku lumayan tancap gas.

Jangan lupa di vote ya guys! Dan kalau mau request lagi, silahkan. Share juga ceritanya supaya makin banyak yang request!

And thanks for @Itz_AiHaibara untuk ide cerita ini. Jika ceritanya melenceng dari apa yang dipikirkan, aku sungguh minta maaf.

Kalau begitu, sampai chapter berikutnya!

-Mochii

(edited: 14/02/2021)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro