Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01. Just A Friend [ft. Hinata, Shouyou]

Aku hanya takut apa tanggapan yang kamu berikan kalau aku mengatakan yang sesungguhnya❞—Hinata Shouyou


.

.

.


SETELAH mengetuk-ngetukkan ujung kakinya ke lantai, akhirnya (Name) berlari keluar dari rumah sambil berseru. "Aku berangkat ya!"

"Iterashai!" balas ibumu dari dalam rumah.

(Name) berlari dengan cepat, sebab dia akan terlambat masuk sekolah. Tepat di tengah jalan, seseorang menarik tangannya dan membuatnya berhenti berlari.

"Ohayou, (Name)," ucap lelaki dengan surai jingga tersebut dengan senyuman lima sentinya.

(Name) menarik napas dalam-dalam, memenuhi paru-parumu dengan oksigen, dan akhirnya membalas ucapannya. "Ohayou, Hinata-kun."

(Name) dan Hinata adalah sahabat dekat dikarenakan jarak antara rumah mereka sangat dekat, sehingga mereka saling mengenal sejak kecil. Bahkan Hinata sendiri sudah tak sungkan memanggilnya dengan nama dean. Tetapi (Name) tetap memanggilnya dengan sebutan 'Hinata'.

"Kenapa kamu berlari?" tanya Hinata.

"Sebentar lagi kita akan terlambat, tahu. Bel sebentar lagi akan berdering!" ucapmu.

Kening Hinata berkerut, dia meraih pergelangan tangan (Name) dan melihat jam tangan yang mengikat di pergelangan tangannya. Hal tersebut membuat (Name) kaget.

Hinata mengeluarkan ponselnya, dan melihat jam dari layar ponselnya. "Aku gak yakin apakah jam-mu yang salah, atau jam ponselku yang salah. Tetapi sebaiknya kita buru-buru. Ayo."

Hinata menarik tangan (Name) untuk berlari, (Name) pun ikut berlari. Walau tubuh Hinata mungil, tetapi dia dapat berlari dengan kencang. Yah, namanya juga atlit voli.

(Name) mendengus kecil kala mengingat hal itu. Dia ingat bahwa dia begitu kaget saat mendengar bahwa tim voli sekolahnya kini sedang terbang begitu tinggi―apalagi saat mengetahui bahwa Hinata merupakan pemain inti yang membuat tim mereka menjadi lebih sukses.

"Ternyata belum," ucap Hinata yang entah bagaimana napasnya masih teratur. "Ayo kita ke―" ucapan Hinata terpotong kala melihat diri (Name)

Wajahnya sudah tampak pucat karena berlari terlalu kencang. Apalagi, anemia-nya kambuh.

"(Name)? Aduh, aku lupa kamu anemia. Apa sebaiknya kita ke UKS?" Hinata memegang tangan (Name).

(Name) berpegangan pada lengannya, kakinya melemas. "I-iya. Sebaiknya kita ke UK-"

Pandangannya mengabur, dan semuanya menjadi hitam. (Name) hanya ingat seruan kaget dari Hinata. Lalu, seseorang membopongnya dengan susah payah, dan (Name) tepar di atas kasur UKS.

***

KALA (Name) membuka matamu, dia melihat wajah Hinata yang dihiasi dengan raut cemas.

"Kamu sudah bangun, (Name)?" ucap Hinata.

"Iya," balas (Name) sambil mengambil posisi duduk. Dia memegang kepalanya yang terasa pusing. "Sudah berapa lama aku pingsan?"

"Baru lima menit-an, kelas bentar lagi mau mulai. Apakah kamu mau ke kelas?" tanya Hinata. "Kamu boleh saja tiduran disini, aku bisa meminta izin."

"Tidak, tidak apa." (Name) berdiri dari kasur UKS.

Hinata menatapnya dengan perasaan cemas. "Sudahlah, kamu tidur saja. Aku takut sama keadaanmu."

"Gak apa, gak apa, kamu gak usah khawatir," ucap (Name) lagi. "Ayo, sebaiknya kita segera ke kelas."

Akhirnya, mereka berdua berjalan menuju ruang kelas. Sesampainya disana, ternyata wali kelas mereka belum datang. Makanya mereka pun merasa lega.

Pelajaran berlangsung seperti hari-hari biasanya, namun (Name) tak dapat fokus karena kamu merasa begitu pening. Buku tulisnya yang biasanya diisi dengan poin-poin penting dan mudah dipahami, hanya diisi tulisan yang berantakan dan tak dapat dibaca.

"(Name), kamu sebaiknya ke UKS saja," ucap Hinata saat jam istirahat. "Ayolah, aku akan menemanimu."

"Sudahlah, Hinata-kun," ucap (Name). "Tubuh aku masih prima, kok."

Hinata menggigiti bibirnya. "Maaf ya kalau aku membuatmu jadi sakit gini."

(Name) menggelengkan kepalanya. "Kimi no sei janai."

"Tapi, aku udah janji sama Mama-mu supaya tidak membuatmu berlari cepat-cepat, supaya kamu tak capek, supaya anemia kamu gak kambuh." Hinata masih saja bersikeras.

"Kalau begitu, kamu belikan saja aku roti stroberi di kantin," titah (Name). "Dengan begitu, aku pasti akan menjadi sehat!"

"Beneran?" Kedua bola matanya yang bermanik coklat bersinar terang. "Kalau begitu, aku akan kembali!"

(Name) menunggu Hinata sambil membaca sebuah novel.

"(Name)!" seru Hinata sekembalinya dari kantin. Dia mendekap beberapa bungkus roti stroberi.

"Astaga, kamu beli berapa banyak?" tanya (Name) kala melihat roti stroberi tersebut diletakkan diatas mejanya.

"Sepuluh? Dua puluh? Entahlah." Hinata lalu menampakkan cengiran lebar di wajahnya. Dia menarik kursi untuk duduk di depan (Name).

"Makasih ya, bentar aku ganti uangnya." (Name) menutup buku novel itu, dan hendak meraih tasnya untuk mengambil dompet. Tetapi, tangan Hinata mencegatnya untuk melakukan hal tersebut.

"Tak usah, kamu tak usah menggantinya. Sungguh." Begitu ucapan Hinata kepada (Name) yang mampu membuatnya tersenyum kecil.

"OK." (Name) pun meraih satu roti, dan membuka bungkusnya. Dia sadar bahwa bukan hanya roti stroberi yang dibeli Hinata, ada roti lapis, roti coklat, roti melon dan beberapa jenis lainnya.

"Hampir lupa," Hinata merogoh saku jaketnya. "Tangkap!"

(Name) dengan sigap menerima sesuatu yang dilempar Hinata. Sekotak susu putih. Dia menatapnya lamat, sedikit kaget sesungguhnya. Sebab (Name) selalu memakan roti dengan minuman itu.

"Kenapa?" tanya Hinata. "Bukankah kamu sering minum itu sambil makan roti?"

Sebuah senyuman kecil (Name) sampirkan di wajah. "Kamu perhatian banget, ya."

"Bukankah itu yang dimaksudkan dengan 'teman'? Saling memperhatikan," ucap Hinata.

Entah kenapa, kata 'teman' membuat dada (Name) menyesak. Dia juga gak tahu alasannya mengapa, yang jelasnya itu membuat dirinya terasa begitu tersakiti.

"Eh," ucap Hinata. "Nanti kita pulang bareng mau gak? Tungguin aku saat latihan, ya."

"Boleh," ucapmu walau sedikit lemas. "Aku akan datang..."

Hinata mengerutkan keningnya saat melihat wajah lemas (Name). Dia memegang kening (Name) dengan punggung tangannya. "Hm... kamu agak panas."

"Tak apa, kok," ucap (Name). "Aku masih sehat, beneran."

***


"OTSUKARE!"

Itulah seruan yang terdengar saat (Name) tiba di lapangan voli. (Name) melihat anggota-anggota voli yang keluar dari sana.

"(Name)!" seru Hinata sambil melambaikan kedua tangannya. Dia berlari menuju arah (Name), lalu mengenggam tangannya. "Ayo."

"Iya..."

Mereka berjalan menuju daerah rumah kalian, dengan tangan yang masih saling berpegangan. Tetapi, tak ada percakapan khusus diantara mereka. Hanyalah hening yang menyelimuti. Langit sudah gelap, penerangan hanya berasal dari lampu jalanan.

"Nee, (Name)," ucap Hinata. "Apa yang terjadi samamu hari ini?"

Entah kekuatan apa yang menyuluti diri (Name), dia melepaskan genggaman tangan Hinata dari tangannya. Hal tersebut membuat Hinata membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah (Name).

"Tak ada, kok...." bisik (Name).

"Oh..." gumam Hinata. "Oh, iya. Rencananya... aku akan menembak orang yang kusuka besok."

Dheg!

Jantung (Name) nyaris saja berhenti. Kalimat itu membuat dirinya merasa sesak.

"Aku ingin kamu menjadi salah satu saksinya, mau gak?" cengir Hinata ke arah (Name).

(Name) berhenti berjalan.

"(Name)?" tanya Hinata bingung. Dia memutarkan tubuhnya untuk menghadap ke arah (Name).

"Lebih baik... genggaman tangan itu kamu berikan untuk orang yang kamu suka... Hinata-kun..." gumam (Name) sambil mengepalkan tinju.

"(Na...Me)? Apa yang terjadi?"

(Name) menggeleng kencang. "Sudahlah, aku duluan ya. Mata nee!"

"(Name), tunggu!" Hinata mencengkram lengannya, tak berniat membiarkan gadis itu berlari. "Apa yang terjadi? Apakah aku menyakitimu? Atau ada yang mengusikmu? Beritahu aku. Kita teman kan?"

Kita teman kan?.... Kalimat itu menggema dalam pikiran (Name). Sebuah kekuatan membuatnya menepiskan tangannya. Dan tanpa kata, kaki (Name) berlari menuju rumahnya.

Dia jadi tak punya muka untuk bertemu Hinata lagi. Dia... dia... dia tak tahu bahwa percikan perasaan itu sudah lama dia milikki.

***

SEMALAMAN, (Name) men-silent ponselnya. Sehingga dia tak tahu tiap telpon masuk dan e-mail yang dikirim. Tetapi paginya, (Name) melihat layar dan mendapatkan berpuluhan missed calls dari Hinata, dan satu e-mail darinya.

To: (Name)
From: Hinata
Sub: Ketemuan

Begini, aku sungguh minta maaf jika aku ada kesalahan kemarin. Tetapi, aku ingin kamu datang ke belakang sekolah setelah ekskul. Tolong.

Nanar (Name) menatap layarnya.

"Kamu kira aku hanya dipakai sebagai penyaksi...?" Begitu ucapnya. Air mata menetes di atas layar ponselnya. "Bodoh..."

Seharian penuh, (Name) berusaha untuk tidak berhubungan dengan Hinata. Dia menghindarinya. Pada saat sore pun, dia tak mendatangi belakang sekolah. (Name) tak mau bertemu dengannya pada hari itu.

Hingga esoknya, di jam pelajaran kosong. Hinata menarik lengan gadis itu.

"Aku mau bicara." Tegas Hinata.

(Name) menuruti saja ucapan lelaki kecil itu. Dia menariknya ke gedung belakang sekolah, dan sesaat kamu berpikir: Mungkin dia mau menembak orang yang dia suka itu.

Setelah berpikir seperti itu, (Name) menepiskan tangan Hinata.

"Aku gak mau menjadi saksi, Hinata-kun," ucap (Name) dengan tegas.

Hinata melihat ke arah gadis itu. "Aku memang gak mau kamu menjadi saksi, aku mau kamu menjadi yang kutembak."

"Hah?"

Hembusan angin meniupi rambut (Name), sehingga dia tak dapat melihat dengan jelas. Hinata sendiri tak dapat melihat ekspresi wajah (Name). Tetapi saat angin akhirnya mereda, tangan Hinata menyentuh samping pipi (Name).

"Aku suka samamu... (Name)."

Kali ini, jantung (Name) sungguhan hendak berhenti. Kebahagiaan melimpahi dirinya sampai dia tak bisa mengucapkan sepatah katapun.

Hinata menggaruk tengkuknya. "Aku agak malu kalau contohnya aku langsung bilang 'aku ingin menemuimu di belakang sekolah' tanpa alasan. Jadi, maaf kalau alasanku membuatmu sakit hati, (Name)."

Ucapannya tadi itu, membuat dirinya semakin manis di mata (Name). (Name) lalu memeluk tubuh Hinata dengan erat. "Iya, aku ngerti kok. Aku juga suka samamu, Hinata-kun."

Hinata membalas pelukan (Name).

Diatas, mentari tersenyum melihat perubahan status mereka.

.

.

.

a.n

Chapter one sudah selesai! 

Gimana?

-Mochii

(edited: 14/02/2021)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro