Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hades's Pandora Box

|| 1618 words ||

Jauh sebelum masa revolusi besar-besaran terjadi, pada saat dunia masih berada di era antara Hitam dan Putih masih lekat, dikatakan kalau orang yang mati pada saat hari ulang tahunnya akan dibawa Roh Gelap menuju Dunia Bawah untuk menyaksikan kejamnya penyiksaan manusia-manusia hina, dan yang paling istimewa adalah memiliki kesempatan untuk memilih dua pilihan yang diberikan oleh Dewa Hades di dalam Kotak Pandora Hitam: ingin reinkarnasi atau menjadi Roh di Dunia Bawah. Tradisi kematian itu telah berlangsung selama ribuan tahun.

Sekali lagi, hanya bagi mereka yang mati tepat di hari ulang tahunnya. Entah orang itu masih umur muda atau manula yang sudah bungkuk sekali pun. Namun, selama perjalanan dengan Roh Gelap—Roh Pembimbing—tak selamanya lurus. Wujudmu di Dunia Bawah akan perlahan-lahan menghilang, melebur, hingga jatuh ke neraka paling dalam. Itu terjadi kalau tak ada yang mengingat satu pun kenangan tentangmu di dunia.

Jadi, kalau kau mati tepat di hari ulang tahunmu, kematian yang paling istimewa, tetapi tak ada sama sekali orang yang mengenangmu di dunia, saranku cuma satu: terjunlah langsung ke neraka, Bung.

Kenapa demikian? Karena cuma buang-buang waktuku. Kalau bisa, sebelum telapak kakimu sempat turun ke tanah Dunia Bawah, aku bakal langsung menangkap lehermu, lalu melemparmu ke lautan lava tanpa pikir dua kali.

Nah, mestinya sekarang kau sudah tahu aku ini apa dan kerjaanku apa. Selama ratusan tahun sebagai kaki tangan Hades, aku tidak pernah mengeluh—meski sesekali ingin—pada Raja Dunia Bawah itu, karena menjadi Roh Gelap adalah keputusanku sendiri setelah memilih dua pilihan dalam Kotak Pandora Hitam. Iya, aku pernah mati saat hari ulangtahunku.

Tentunya, aku sudah banyak melalui ratusan bahkan ribuan manusia yang turun ke Dunia Bawah setiap harinya. Segelintir dari mereka langsung dapat detensi ke neraka tanpa sempat jalan-jalan di Dunia Bawah bersama kami—Roh Pembimbing. Toh, itu karena sikap mereka di dunia. Beberapa yang lain mendapat tiket ke Dunia Atas, setelah melalui beberapa tes-tes—atau apalah namanya, yang Roh Terang timbang untuk menentukannya.

Nah, paling istimewa di antara dua itu adalah mereka yang mati tepat di hari ulang tahunnya. Orang-orang itu bakal diberi Kotak Pandora Hitam oleh Hades, isinya ada dua: reinkarnasi atau menjadi Roh Gelap. Namun, alih-alih jadi sepertiku, beberapa di antara mereka malah ingin hidup kembali. Astaga, Bung, dunia itu kejam. Penuh hawa nafsu dan diselimuti penjilat. Yah, kecuali kau di antaranya.

Aku pernah ribuan kali menemui orang yang ingin jadi Roh Gelap dan reinkarnasi, tetapi tak pernah menemukan seseorang yang ingin memilih keduanya. Sungguh maruk manusia yang satu ini. Aku jadi tertarik tentang seluk-beluknya di dunia sebelum mangkat.

"Maaf, apa kau bilang?" Aku bertanya untuk memastikan.

"Aku mau reinkarnasi jadi Roh Gelap di dunia. Kalau bisa, sih, aku juga mau jadi Roh Gelap sepertimu, tetapi aku, maaf banget, tidak ingin memiliki wujud macam itu—" Bocah ini memandangku dengan sorot menghina. "—gelap, tidak punya kaki, muka tak tampak. Aku bahkan ragu kalau sedari tadi aku bicara denganmu."

Sebagai Roh Gelap, aku tersinggung. Namun, untuk alasan tertentu, ada gejolak puas dan bangga diri saat mendengarnya. "Pertama, kau hanya boleh memilih satu dari dua pilihan dalam Kotak Pandora Hitam, Nak. Nah, kedua, semua wujud Roh, baik di Dunia Bawah atau Dunia atas itu sama. Beruntunglah kami di Asphodel bukan berbentuk cerberus yang kelaparan."

"Asphodel?" tanyanya. Anak lelaki ini mendongak, menoleh padaku dengar air wajah heran. "Katamu kita berada di Dunia Bawah—"

"Sama saja," selaku cepat. Bicara dengan bocah ini membuat kepalaku berasap. Kalau saja dia bukan bagian orang istimewa itu, sudah kulempar dia di kolam lava cepat-cepat. "Kalau begitu, lekaslah tentukan kau ingin memilih apa dalam Kotak Pandora Hitam sebelum waktumu habis."

"Hm ... sebetulnya aku belum kepikiran," ujarnya, "tapi aku punya pertanyaan!"

"Kau tidak boleh melakukannya pada Roh Gelap."

"Cuma satu ...."

"Baiklah, hanya satu pertanyaan."

"Kalau aku memilih bereinkarnasi, bolehkah aku minta dihidupkan jadi—"

"Tidak boleh," potongku. Enak saja dia itu. Ia pikir mudah saja menjadi ini-itu seenak jidatnya tanpa persetujuan Hades. "Nak, semua tergantung dari perlakuanmu di dunia. Setelah kau memilih reinkarnasi, kau bakal hidup kembali entah itu jadi budak korporat, seorang veteran perang, jembalang hutan atau upil seseorang sekali pun."

"Eh—tidaklah! Aku tidak mau. Kalau begitu aku ingin jadi sepertimu, tetapi boleh request wujud, tidak? Wajahku bukan gelap sepertimu, lalu aku punya kaki—"

"Kau banyak maunya," gumamku selagi dia membuat daftar karakter yang ia inginkan. "Cepat tentukan pilihanmu, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Hades."

Aku menggiring bocah lelaki ini melalui ladang buah apel beracun, air terjun lava, tempat berkumpulnya mereka yang akan dilempar di neraka, dan tujuan yang terakhir adalah wilayahnya Hades. Gemuruh bersahut-sahutan di atas sana yang selalu kelihatan mendung serta petir. Tanah tak henti-hentinya bergetar oleh teriakan-teriakan kesakitan manusia hina.

Dalam perahu kami berada, di tengah-tengah danau Stygian. Bocah ini tak henti-hentinya mencerocos tentang tulang-belulang dalam perairan danau yang gelap, serta mengomentari jijik pada ikan-ikan yang memiliki mata merah dan taring tajam.

"Berapa tadi usiamu?" tanyaku.

"Tujuh tahun. Muda sekali, kan? Uh, padahal aku belum mau mati, lho. Bisa-bisanya aku mati di usia seperti itu." Dia dengan sengaja menaruh jemarinya di perairan, lalu ia tarik kembali saat ikan-ikan itu bergerak mendekat. "Padahal aku tidak sengaja jatuh dari lantai sembilan kamarku."

"Nak, kematian itu tak ada yang tahu kapan persisnya, dan tak ada pula yang ingin cepat-cepat mati. Justru, kau beruntung raib di hari ulang tahunmu seperti ini," jelasku singkat. Dari penuturannya, aku jadi ingin menelisik lebih jauh tentang kematiannya, tetapi takut yang punya diri tersinggung. "Kalau kau ingin memperbaiki dirimu yang sebelumnya, pilihlah reinkarnasi, toh umurmu baru 7 tahun, dan biasanya akan mendapat pengampunan lebih dari Hades, lalu kau bisa hidup kembali jadi sesuatu yang jauh lebih baik."

Dari apa yang kulalui selama berada di Asphodel, mereka yang tak begitu dikenang perilakunya di dunia, bakal dengan cepat lenyap bahkan sebelum berada di atas perahu yang sedang kami tempati ini, tetapi anak ini tampak berbeda.

"Siapa namamu?" tanyaku.

"Darwian," jawabnya singkat.

"Baiklah, Wian, sebentar lagi kita akan sampai. Cepat putuskan pilihanmu."

Kami tiba di tepian danau Stygian bermenit-menit kemudian, lalu melanjutkan sedikit perjalanan melewati Jembatan Asphodel. Jauh di bawahnya, teriakan-teriakan kesakitan kentara terdengar. Wian tak berani bergerak lebih kala melewatinya. Tambah lagi, kubilang kalau orang yang memiliki hati buruk, bakal kulempar di bawah sana. Wian sempat bertanya apakah aku ini dulunya seorang psikopat atau semacamnya.

Kami tiba di Istana Gelap milik Dewa Hades. Undakan-demi undakan kami lalui. Meski Wian sempat mengomel padaku yang melayang seenak dahi begitu saja. Kutanyai dia apakah ia ingin tak punya kaki, Wian menggeleng keras sebagai reaksi.

Ketika tiba di singgasana, kami berdua langsung di sambut oleh Dewa Hades sedang duduk dengan tatapan yang niscaya akan menenggelamkan jiwa detik itu juga. Kirinya, Cerberus meraung-raung seperti baru saja mendapati santapan lezat. Kanan Hades, helm ajaib-nya diletakkan di atas bebatuan hitam-kelabu. Helm ajaib itu buatan Hephaistos, yang memiliki kekuatan tembus pandang. Tak sembarang orang bisa memakainya.

"Darwian. Mati di hari ulangtahunnya yang ke-7. Mati karena kecerobohannya sendiri, jatuh dari jendela kamarnya di lantai 9. Memiliki kesempatan untuk memilih dua isi dalam Kotak Pandora Hitam," jelasku. Dalam keadaan seperti ini, aku tak sanggup adu tatap dengan Hades. Yah, meski mukaku tak tampak sekali pun.

"Mati yang menakjubkan," puji Hades, yang sebetulnya malah mengerikan—kalau boleh jujur.

Cerberus meraung, lalu mengembuskan nafas panas dari ketiga mulut bertaringnya. Wian sempat mundur dua langkah sambil menutup hidung. Anak itu tidak tahu sopan-santun sekali.

Tak lama, gundukan batu kelabu diselimuti aliran lava muncul di depan kami. Di atasnya terdapat sebuah kotak hitam pekat: Kotak Pandora.

"Apa yang kau pilih?" Hades bertanya pada Wian. Setelah ia bersuara, guntur menyambut bertalu-lalu. Seakan melantunkan melodi di Asphodel untuk Hades.

Wian menoleh padaku, lalu berbisik, "Aku?"

Aku berdehem singkat, "Bapakmu."

"Hah?" Keningnya tertekuk.

"Dia bertanya padamu, Bung."

Wian menoleh ke Hades, sesekali bocah itu melirik ke peliharaanya Sang Dewa, si Cerberus. Aku berbisik pada Wian, kalau anjing berkepala tiga itu tidak mungkin menelan tubuh kecilnya tanpa sebab. Maka, Wian tampak lebih tenang kendati kedua tungkai kakinya bergetar.

"Aku ... ingin hidup kembali supaya bisa merayakan ulang tahunku yang ke-8 ... bolehkah?"

Aku memberinya tatapan "akan kupiting tengkorak lehermu setelah ini berakhir" tetapi karena mukaku tak memiliki wujud, Wian hanya memberikan tampang polosnya sebagai reaksi. Semoga saja Hades tak menyepak tubuh Wian ke kubangan kolam lava.

"Bisa, dengan satu syarat," jawab Hades tampak menimang-nimang perkataannya sendiri. "Setelah semua itu berakhir, kau akan kembali di sini untuk dihakimi."

"Jangan," bisikku. Wian menoleh. "Kalau kau melakukannya siklus mati-hidupmu akan menyakitkan. Kau mendapati kematian yang beragam yang tentunya akan semakin sakit. Jadi, ikuti saranku untuk tidak melakukan itu. Ini demi kebaikanmu."

Kalau Wian menerima syarat Hades, sirnalah sudah kesempatan istimewa yang harusnya ia pilih dalam Kotak Pandora Hitam.

Hades terkekeh, "Bagaimana dengan tawaranku?"

Jeda beberapa lama, Wian menjawab yang membuatku terkejut. "Aku menerimanya." Ia lalu menoleh padaku.

Setelah itu, Hades memberi ekspresi puas terhadap Wian. Dalam beberapa detik, gemuruh kembali terdengar, dan tanah berguncang. Kotak Pandora Hitam memunculkan pusaran asap gelap yang berusaha menarik tubuh Wian ke dalam, sebelum pada akhirnya bocah tujuh tahun itu betul-betul raib di hadapanku.

Dewa Hades tertawa, di sampingnya, Cerberus meraung dan menyemburkan api dari tiga mulutnya. Gemuruh semakin terdengar memekakkan telinga.

"Manusia tetaplah manusia. Mereka hanyalah makhluk fana yang mudah tergoda hawa nafsu," kata Hades. Ia lalu meraih helm ajaib-nya, memasangkan ke puncak kepalanya. Ia kemudian menatapku, sembari membelai salah satu kepala Cerberus. "Dan Hades tetap Hades."

Malang nian nasib Wian, seharusnya ia memilih salah satu dari apa yang ada dalam Kotak Pandora Hitam. Sekarang, ia telah masuk perangkap Hades, dan yang kutahu hanya satu, bahwa keinginan bocah tujuh tahun itu untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-8 tidak akan pernah terjadi.

Bahkan untuk selamanya.

Karena Hades, tetaplah Hades.

***

terima kasih suda mampir di work ini. saya nda tau ini bakal masuk ke kriteria tema-nya atau gimana, tapi tak apa, yang penting ikut submit biar memeriahkan kontes.

selamat bertambah umur juga untuk WIAIndonesia. semoga naik ke angka 8-nya makin lurus tanpa belok ke jalur. semakin lancar untuk event-eventnya kecenya, dan dilancarkeun juga rezeki untuk semua jajaran admin dan staff. :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro