Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07. loh, pak?


"NDAAAAAK!"

Supra menutup telinganya ketika ponakan di hadapannya ini berteriak dengan air mata yang sudah mulai turun.

Hari ini Solar menitipkan jagoan kecilnya pada Supra dengan alasan jika Gempa sedang tidak bisa menjaganya. Padahal, kan, bisa saja dititipkan pada saudaranya yang lain, kayak Halilintar atau Thorn, gitu. Kenapa harus Supra?

Mudah saja, sih. Alasannya karena istrinya tidak yakin ingin menitipkan ke sana. Mau menitip ke Glacier tapi Glacier ribet sama empat anak. Ya sudah, Supra saja. Toh, istrinya itu pandai bergaul dengan anak-anak, kan?

Nah, sayangnya―[Name], istri tercinta Supra sedang dalam kondisi tak baik. Sehingga benar-benar harus Supra yang menjaga bocah laki-laki ini.

Kata Solar, Cahaya itu anaknya anteng. Tapi nyatanya, gak ada anteng-antengnya. Dari tadi Supra dipukulin, padahal Supra gak punya salah. Tapi sama Gempa dia gak pernah mukul, sih.

"Haish ... Cahaya, Om harus kerja."

"NDAAAK!"

Bocah yang mau berusia tiga tahun  itu terduduk di depan pintu rumah. Dirinya mencoba mencegah Supra agar tidak bisa keluar dari rumah.

"Cahaya nanti sama Tante."

"Ndak!"

Nah, loh. Selain air mata, ingusnya juga sudah mulai keluar. Dari matanya saja sudah terlihat jika Cahaya mencoba untuk menahan air matanya. Namun semakin ditahan, malah semakin ingin menangis.

"Kenapa gak mau sama Tante?"

"Atit." (sakit).

"Siapa sakit?"

"Nte." (Tante).

Supra paham, kok. Maksud Cahaya, dia ingin bersama Supra saja karena [Name] sedang tidak baik. Dari pada menyusahkan [Name], lebih baik dirinya menyusahkan Supra.

Supra menyamakan tingginya dengan si ponakan, dia tepuk pelan kepalanya, mencoba menenangkan Cahaya yang masih menangis.

"Kalo mau di sini sama Tante, nanti Om beliin camilan satu bungkus."

Ya, kalau Solar atau istrinya tahu dia pasti akan dimarahi, sih. Tapi tak ada cara lain untuk membujuk selain ini.

"Atu ngkus?" (satu bungkus?).

"Iya, satu bungkus. Makanya, mau gak?"

Bocah itu mulai tergoda. Ia mencoba melirik ke arah lain agar tidak tergoda dengan sogokan Supra―namun, ide cemerlang masuk ke dalam otak Cahaya.

"Umh  ... wa ngkus." (dua bungkus). Cahaya menunjukkan kedua jarinya pada Supra, dia memberi penawaran pada Supra yang bisa dibilang cukup menguras uang Supra.

"Satu aja. Gak boleh banyak-banyak. Nanti Om dimarahin Papi-mu itu jadi ribet. Papi-mu kalo marah-marah resek banget."

"... Papi nda itu!" (Papi gak gitu)

Cahaya yang tadinya sudah berhenti menangis, mulai kembali berkaca-kaca. Dia tak suka ketika om favoritnya yang ke delapan ini berkata seperti itu tentang papa hebatnya.

"Wa ngkus atau nda oyeh lual." (dua bungkus atau gak boleh keluar).

Ceilah bocil, mainnya udah ngancem aja.

"Siapa kamu ngatur-ngatur?"

".... Waaaa!"

Nah, loh. Nangis gara-gara Supra natap Cahaya kayak orang marah, kesal, gak terima gitu. Tapi emang iya, sih.

"Shuuut! Nanti Tante bangun." Supra semakin dibuat sebal oleh balita di hadapannya ini. Ketika melihat jam, dirinya akan segera mulai mengajar―yang artinya, pasti ia terlambat.

"Aelah, Solar lu bangsat." umpat Supra.

"... Bancat?"

Oh, mampus. Supra lupa jika ada anak kecil di depannya ini. Ya sudah, wassalam.

"Enggak. Bukan. Jangan ditiru. Itu biar lebih akrab aja, tapi gak boleh anak kecil tiru."

"... Om Cupla bancat."

"CAHAYA―"

Ya sudah lah, ya. Supra sih pasrah aja. Kata kasar pertama Cahaya--

―――GURU; B. SUPRA―――

"Selamat pagi. Maaf saya terlambat."

"..."

Para murid nampak menatap Supra dengan tatapan meminta penjelasan, karena melihat Supra tak datang seorang diri. Namun dengan balita yang ada di gendongannya.

"Sampai halaman berapa kema―"

"―BAPAK, ASTAGA! ITU ANAK BAPAK?!"

Salah satu murid laki-laki Supra berteriak, dia menutup mulutnya dengan satu tangannya, satu tangan lainnya lagi ia pakai untuk menunjuk balita yang sedang anteng makan permen milk*ta.

"Loh, Pak?!"

"Kapan lahirnya? Bapak kan baru nikah enam bulanan―JANGAN-JANGAN?! Astaga...."

Duh, sebel deh Supra.

"Ini anak sepupu saya. Kalian pikirannya itu pada kenapa, sih?" rasanya mau Supra D-in saja nilai mereka semua.

"Kok dibawa ke sini?"

"Sepupu saya nitip, tapi istri saya lagi sakit, mual. Jadi hari ini istri saya gak ngajar. Gak ada yang jagain dia juga, ya sudah saya bawa."

Sebagian besar dari mereka hanya ngangguk mengerti, sebagian lainnya sih, malah masih asik membuat teori tentang anak yang Supra gendong.

"Mirip banget sama Pak Supra, saya kira anaknya Pak Supra."

"Betul. Terus auranya Bapak pas gendong ponakan Bapak rasanya kayak udah pas."

"Pas apa?"

"Sudah pas jadi Bapak dari anak-anaknya Bu [Name] eaaa."

Aduh, Supra tak paham lagi dengan anak muridnya. "Siapa yang gak hadir?"

"Iwan, Pak. Sudah tiga hari gak masuk, gak ada kabar juga."

Guru fisika itu mengerutkan keningnya bingung. Tak biasanya bocah SMA yang satu ini tidak masuk sekolah. Kalau tidak masuk di pelajaran Supra, sih, itu sudah biasa.

"... Ya sudah, mari kita mulai pelajaran kita di pagi hari ini. Silakan buka halaman 187. Saya juga mau bagikan kisi-kisi tambahan untuk ujian nanti."

Supra menurunkan Cahaya, ia fokus dengan bukunya sekarang. Sebelum membawa Cahaya tadi, Cahaya sudah janji pada Supra jika dirinya akan menjadi tenang di sekolah.

Benar, sih. Dia jadi tenang. Tapi sekarang murid-murid Supra terutama yang perempuan, jadi tak fokus pada pelajaran. Malah fokus pada kegemesan Cahaya.

"Belajar dulu. Main sama ponakan saya nanti."

.

Sementara itu di rumah―ada [Name] yang baru saja bangun setelah sehabis shubuh tidur lagi. Kepalanya sangat berat, rasa mual juga tak hilang sedari tadi.

Kalau kata iparnya, curiga dia sedang mengandung. Tapi dirinya sendiri belum cek, tuh. Ah, [Name] gak mau ambil pusing lagi. Urusan itu belakangan aja, yang penting sakit kepala sama mualnya berkurang dulu.

Dia mengambil ponselnya yang berada di samping bantal, membuka chat dari Supra yang saat ini sedang berada di sekolah.

| Aku bawa Cahaya. Dia gak
mau ditinggal.
08.23

| pict.
Cahaya udah makan permen
milk*ta tiga kali, nambah lagi
boleh? Anaknya nangis.
08.23

Aku baru bangun, maaf. |
09.46

Jangan, nanti giginya sakit. |
09.46

Semangat, ya. Hari ini |
pulang cepet, bisa?
09.46

Aku mau ditemenin. |
09.47

| [Name]....
09.47

| Telat. Cahaya sudah makan
permen enam kali.
09.47

| Mukanya melas gitu. Dia
dibela murid-muridku juga. Ini
namanya aku diserbu.
09.47

... Mas, kalo dimarahin Kak Solar, |
aku gak ikut-ikut.
09.47

| Iya. Aku yang urus.
09.47

| Sudah enakan? Aku bisa pulang
cepet. Tinggal izin aja.
09.47

| Mau nitip apa? Nanti kubawain.
09.47

Umh, ke Apotek, bisa? |
09.48

Beliin aku itu- |
09.48

Yang biasa buat tes hapamipil. (Hamil) |
09.48

Setelahnya, [Name] langsung menaruh ponselnya ke asal tempat. Dia terkekeh geli ketika tahu Supra kalah melawan anak kecil.

Astaga, masa Supra tak bisa tahan, sih? Padahal itu baru ponakannya. Kalau anaknya? Apa akan dimanjakan?

"Pengen, deh, punya satu yang gemesin kayak Cahaya."

________

Cahaya kembali muncul guys, wkakaks aku sering banget masukin Cahaya yh

doakan Supra selamat dari amukan Solar. Udah ngajarin kata kasar, beli permen milk*ta banyak-banyak buat Cahaya, bikin nangis Cahaya dll.

Dheifkkd aaaa besok pts―gapapa. Santai aja. Kalian juga semangat, entah semangat buat apa, apa aja deh!

see u besok!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro