Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Gurun Razuae

“Gure … udah minum obat?”

Pertanyaan itu sudah dilontarkan sebanyak 1500 kali setiap harinya. Terdengar hiperbola, tetapi memang begitu. Diingatkan untuk selalu minum obat tepat waktu adalah agenda harian bagi Gurun Razuae, sapa saja Gure.

Ia, aku. Kalian bisa menyapa diriku dengan nama itu. Aku senang dengan nama yang Ayah berikan yaitu Gurun. Sementara Bunda memberi nama Razuae untukku. Usiaku kini menginjak dua puluh dua tahun tepat tanggal 09 Februari nanti. Tahun ini, menjadi sehat adalah salah satu resolusi terbesar bagiku. Bahkan akan menjadi resolusi abadi jika masa itu tak tergantikan. Menjadi seseorang yang sakit tidak menyenangkan bagiku. Melepaskan karir sebagai seorang pitcher adalah keputusan terberat, terbesar bahkan paling ter-ter-terbombastis yang pernah aku buat.

Dua tahun lalu lebih jelasnya.

Hari itu semua terasa begitu membebani, aku berlari di bawah terik yang mencekam kulit kepala. Keringat terus membasahi diri. Di antara teman-teman yang lain staminaku bisa dikatakan di atas rata-rata, jauh dari kata sekadar mumpuni; aku selalu jadi yang terdepan. Aku memang berbakat dalam bidang olahraga.

“Gurun, kecepatan lemparanmu tidak sebagus biasanya!” ucap pelatih padaku sambil memicingkan senyum kecut.

“Masa, Coach. Aku pikir itu lebih baik dari latihan sebelumnya.” Aku menjawab apa adanya. Memang aku rasa tidak pernah ada yang salah dengan apa yang aku lakukan.

“Kalau gitu kita lanjut latihan lemparan jauh, ya?” tawar pelatih padaku dengan senyum semangat. Dan, bukan aku jika memikirkannya dulu. Aku langsung mengiyakan.

Aku berdiri di pitching poin, sementara Coach pergi ke seberang lapangan terluar. Berdiri dengan sarung tangan cokelat yang dirinya lambaikan padaku sebagai tanda mulai. Dengan wind up sempurna yang selalu jadi andalanku, kuayunkan bola di tangan melambung ke seberang lapangan dan tentunya berbuah stike untuk Coach sendiri. Benar, sebagai seorang pelempar aku jarang memberikan peluang bagi pada batter (pemukul) untuk mendapatkan poin. Dan, aku bahkan tak punya torehan ball sebagai kesalahan. Aku tak pernah memberikan kesempatan itu pada siapa pun termasuk diriku sendiri.

Semakin intens kami berlatih, melempar, mengatur kecepatan lemparan, pukulan dan strategi lainnya. Senja semakin menguning, masak dengan indah sebelum petang menjemputnya pulang ke kayangan. Aku merebahkan tubuh di atas tanah merah ditemani angin yang berembus menyejukkan permukaan kulit. Aroma rumput yang hijau pun ikut berbaur aroma tanah merah dan petang. Bangku yang berjajar mengelilingi lapangan membuat air mataku tiba-tiba saja turun. Selama ini rasanya aku tak pernah menangis hanya karena hal kecil, tetapi hari ini aku menyadari bahwa tempat ini ternyata begitu besar. Lebih besar dari apa yang pernah terlintas dalam benak. Menjadi seorang atlet membawa nama klub JKT Bantarious 1997.

Aku tersentuh.

“Gurun, kamu nggak pulang?” sapa seseorang yang begitu familiar di telingaku. Suara Qael, ia salah satu batter di klub bisbol wanita kampusnya. Boleh aku akui, Qael juga atlet yang mumpuni dengan kecepatan dan ketepatan pukulannya.

“Aku masih ada agenda latihan melempar seperti biasanya. Emm, aku ingin … tapi, aku harus menyerahkan sesuatu yang baik untuk tim.”

“Hanya baik?” tanya Qael menatap dangkal.

“Aku ingin katakan yang terbaik, tapi aku ingin sedikit 'mengendorkan' latihan ini. Menikmati setiap lemparan dan pendaratannya,” jawabku sambil tersenyum. Damai bisa menyampaikan apa yang aku rasakan, meski Qael mungkin tak mengerti.

“Aku tau, percaya sekali jika kamu nggak akan pernah mengecewakan siapa pun. Semangat!” seru Qael sembari bangkit dari duduknya. Gadis itu pamit setelah beberapa rekan satu klubnya melambaikan tangan dari kejauhan.

Petang semakin gelap, malam pun merayap setiap celah yang ada. Lampu dari seluruh penjuru lapangan menerangi, bias-bias cahayanya menyinari tanah merah tak lupa rumputnya yang hijau. Seperti sebelumnya, aku dan Coach juga rekan lainnya berlatih. Lemparan yang aku lakukan tak pernah berhenti, bahkan meski keringat sudah menyeluruh hingga ujung kaki. Tangan ini masih sanggup memberi umpan. Aku memandangi wajah Coach dari kejauhan, ia tampak bangga. Dadanya terus menatap, mengatakan bahwa ia bangga. Detaknya jantung yang berpacu dengan waktu yang tak singkat membuatku semakin merasa tertantang untuk semakin mengembangkan isi dalam dadanya yang terus menerus memuji dan memberi semangat.

“Gurun!” teriak seseorang dari kejauhan.

“Aku tau kamu bisa, semangat Gurun! Kompetisi nanti kamu dan Bantarious pasti akan semakin bersinar seperti bulan malam ini meski stadion penuh penerangan. Kamu bersinar, Gurun!”

Jantungku bisa pecah? Bisa jadi. Aku merasakan dada ini terus berdebar-debar. Kaki pun tak sanggup melakukan wind up setelah mendengar pujiannya. Sungguh gila yang namanya sihir cinta. Qael membuat kepala ini kehilangan isinya. Aku tersenyum saat gadis itu berlalu bersama kawanannya, menenteng tongkal kayu kesayangannya. Qael sungguh menarik. Jika tahun ini aku bisa lebih dewasa, aku ingin mengatakan bahwa aku menyimpan banyak rasa untuknya. Salah duanya, jatuh dan cinta.

Note : 742 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro