Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6🍭

Aurel baru saja selesai mengerjakan hampir semua pekerjaan rumahnya. Ia masuk ke dalam setelah menyapu teras. Dengan senandung kecil, ia berjalan menuju Ibunya di dapur, tengah memasak makan malam.

"Udah selesai?" tanya Feni–wanita separuh baya yang masih kelihatan muda itu. Aurel mengangguk sembari menaruh sapu di ujung ruangan.

"Papa belum pulang?"

"Lagi di jalan katanya," Feni lalu memasukkan ayam mentah yang sudah dipotong-potong ke dalam wajan.

"Gak ada yang perlu aku bantu, Ma? Apa gitu."

"Gak ada. Udah sana mandi dulu! Sekalian bangunin adek kamu," Feni mendorong punggung Aurel keluar dari dapur.

Aurel masuk ke kamar, setelah sebelumnya sempat membangunkan adik perempuannya. Gadis itu menjatuhkan diri di kasur. Meraih ponsel yang sedang di-charger di meja kecil samping tempat tidur. Langsung membuka aplikasi Instagram dan melihat snapgram akun-akun yang di-follow-nya. Sampai ia tersenyum saat melihat nama alfimahendra di sudut kiri atas.

Aurel tampak menunggu dengan layar hitam di depannya. Ia menaikkan sebelah alis lantas memutar ulang snapgram itu sembari menaikkan volume suara.

Walau kau menghapus
Menghempas diriku
Mengganti cintaku
Semua tak mampu hilangkan cinta yang t'lah kau beri
Walau kau berubah
Aku kan bertahan
Di sepanjang waktuku
Biarkan aku, mencintaimu
Dengan caraku

Aurel terdiam. Ia terpana mendengar suara yang keluar dari speaker ponselnya. Tangannya kembali memutar ulang snapgram tersebut.

Ia tahu kalo ini berlebihan tetapi gadis itu menghirup oksigen di sekitar, saat selesai mendengarnya. Tangannya diletakkan di dada, merasakan debaran jantung yang kian menderu. Sedikit bersyukur jantungnya masih berdetak.

Suara Alfi terlalu lembut. Nyanyiannya penuh dengan rasa tersakiti. Aurel akui penghayatan cowok itu dalam lagu yang dinyanyikannya. Bahkan Aurel hampir menangis dibuatnya. Ia lantas membuang ponsel sembarangan dan menenggelamkan wajah di bantal.

"HWAAA! BAPER AKUTUH MAS! SUARAMU LEMBUT SEKALEEH! BUAT DEDEK JATUH HATI!"

Suara teriakan Aurel teredam oleh bantal yang dipegangnya. Masih terus berteriak sambil berguling-guling tak jelas di atas kasur.

Suara pintu dibuka membuat Aurel terkejut. Ia yang sedang dalam posisi di pinggir tempat tidur malah terjungkal ke belakang.

"Rel, kamu udah mandi belum?"

"Belum, Ma," cengir Aurel yang terduduk di lantai.

Feni menghela napas. "Udah sana cepetan mandi! Papa udah pulang itu. Bentar lagi makan malam," ucapnya.

"Siaaap!" seru Aurel.

Bukannya mandi seperti yang disuruh Feni, Aurel malah kembali meraih ponsel setelah wanita itu keluar dan menutup pintu. Aurel membuka akun Alfi, melihat snapgramnya dan mengetikkan balasan.

aureliaaa_
Seriusan Kak! Keren bat dah😫
18.06


alfimahendra
Hahaha
Makasih😂
18.10

Aurel tersenyum menatap benda pipih di genggamannya, pun menyimpan rekaman itu. Ia beranjak dari lantai, menaruh ponsel di meja. Lalu masuk ke kamar mandi.

🐛🐛🐛

Mata Aurel terpejam, napasnya teratur. Kedua telinga tersumbat headseat putih yang tersambung dengan ponselnya. Awalnya ia menghadap ke jendela, tapi kali ini gantian berbalik ke samping kanan.

Mengerjab kecil, menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke matanya. Saat itu pula ia berteriak, kaget mendapati pria dengan posisi yang sama sedang menatapnya.

Aurel berteriak dan langsung bangun dari tengkurapnya. Sebelah headseat-nya terlepas.

"Lo ngapain di sini?" tanya Aurel masih dengan napas tersengal. Dion–pria yang mengejutkannya, menggeleng pelan. Ia tersenyum sedikit dan beranjak dari kursi yang didudukinya.

"Ngapain sih tuh anak? Aneh banget," ucap Aurel, lebih kepada diri sendiri dengan melihat Dion yang berjalan pergi dengan tatapan aneh.

Matanya berdalih pada ponsel yang tergeletak di atas meja. Ia memungut sebelah headseat yang tergantung dan memasangkannya kembali.

Seakan tak ada kejadian barusan, ia tersenyum mendengar dendang dari alat elektronik di telinganya itu. Ia menatap lekat ponsel, lebih kepada judul audio yang sedang diputarnya 'Moodbooster'.

"Aurel! Rel!" suara teriakan Syabila dari pintu kelas sama sekali tidak mendapat perhatian dari gadis yamg sedang menghayati suara Alfi sembari sok-sok-an memandang ke luar jendela.

"Aurel!" ucap Syabila lagi yang akhirnya terpaksa masuk ke kelas dan menggoyang-goyang tubuh Aurel.

Aurel melepas sebelah headseat-nya dan menatap Syabila. "Kenapa?".

"Kantin, ayok! Gabut nih gue," kata Syabila.

"Emang lo dari mana?"

"Dari Lab. Bahasa."

"Hah? Ngapain?"

"Adalah, pokoknya. Udahlah ayo, males tau di kelas." Syabila menarik tangan Aurel.

"Eh, bentar gue naruh ini dulu."

Aurel lantas menaruh ponsel beserta headseat-nya di dalam tas. Saat hampir melewati pintu kelas, terdengar pembicaralan anak kelasan tentang Alfi yang membuat ia sontak berhenti berjalan.

"Kenapa ngomongin Kak Alfinya segitu amat?" tanya Aurel, mencoba terlihat santai.

"Loh, bukannya Kak Alfi emang gitu? Playboy, kan? Barusan Fanya anak Mipa 5 nangis kan diputusin dia? Padahal baru dua hari yang lalu ditembak Kak Alfi," tutur Yana.

"Gue pikir yang kek gitu-gitu cuman ada di cerita wattpad, eh ternyata ada di sekolah kita juga," tambah Fera.

"Kasihan sih si Fanya, dia juga mau-mau aja ditembak Alfi."

"Ya, Alfinya juga yang genit. Gak niat pacaran tapi nembak.

"Brengsek, bat elah!" balas Susan.

"Tapi, kan nggak sopan ngomongin kakak kelas di belakang gini," ucap Aurel, masih tak mau kalah.

"Bukan cuma kita lagi yang ngomongin dia."

"Lagian tingkahnya lebih nggak sopan," imbuh Fera.

"Tapi-"

Ucapan Aurel dipotong oleh Susan yang menatapnya sinis. "Kenapa sih, Rel? Suka sama dia?"

"Kalo iya kenapa!" bentak Aurel. "Lagian gue juga yakin Kak Alfi gak kayak gitu."

Bukannya takut dengan bentakan Aurel, mereka malah terkekeh lucu. Lita yang duluan angkat bicara. "Paling juga di-PHP-in Alfi. Jangan nyesel aja lo!"

"Gue. Nggak. Bakal. Nyesel!" Aurel berkata dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Udah-udah! Apa-apaan sih kalian malah ributin Alfi!" Syabila menengahi mereka.

"Ih! Ogah gue ributin cowok macam dia!" tukas Susan.

"Masih ada banyak cowok yang lebih baik dari Alfi, Rel. Kita ngomong gini karena gak mau lo jadi korban-korban PHPnya dia juga. Mau gimana pun lo tetep temen kelas kita."

"Makasih!" ketus Aurel dan berjalan keluar kelas.

Syabila berlari kecil mengejar Aurel yang berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki. Walaupun baru berteman, ia cukup sadar bagaimana keras kepala temannya itu sehingga memutuskan untuk diam dan melangkah di sampingnya. Seberapa keras memperingati Aurel, gadis itu akan tetap mempertahankan kemauannya.

Sementara Syabila memikirkan bagaimana pelajaran terakhir nanti, Aurel malah masih memutar ulang dengan jelas perkataan Yana dan teman-temannya di dalam kepala.

Aurel tidak suka dengan cara mereka merendahkan Alfi. Mereka berkata seolah mereka tidak pernah membuat kesalahan ataupun tidak pernah bergonta-ganti pasangan. Dan Aurel benci itu. Ia benci orang-orang berbicara buruk dengan sesuatu yang disenanginya. Toh, kalau pun Alfi melakukannya, memangnya kenapa? Cowok itu tampan dan tidak ada masalah dengan itu.

Aurel mendengus. Masih merasa jengkel. Kedua gadis itu kini hampir berjalan melewati ruang guru.

"Kalian mau ke mana?" tanya seorang guru muda, menghadang jalan Aurel dan Syabila.

Aurel yang semula sibuk dengan pikirannya, sontak teralihkan dan lansung menjawab dengan sopan. "Mau ke sana, Bu," katanya sambil menunjuk arah di belakang guru itu.

"Sebentar," kata Guru yang ternyata bernama Gea itu dan masuk ke ruangannya. Selang beberapa detik, wanita itu keluar dengan buku dan kertas-kertas yang ditumpuk menjadi satu.

"Ini, kalian tolong bawa ke ruangan di dalam ruang teater," perintah Bu Gea sambil menyerahkan benda di tangannya pada Aurel.

Aurel menerima dengan patuh, kemudian kedua siswa itu pamit untuk kembali berjalan.

"Ruang teater di mana sih?" tanya Syabila.

"Itu di deket lapangan basket. Masa sih nggak tahu."

"Ya, emang nggak tahu."

"Semoga, ada yang lagi main basket," kata Aurel. Matanya celingukkan ke arah lapangan yang tidak terlalu besar di dekat ruang teater.

Aurel cemberut, saat mendapati bahwa lapangan basket kosong melompong. Tidak ada satu batang hidung yang berada di sana. Ia pun berjalan dengan malas-malasan.

Sampai di depan pintu ruang teater, Aurel meminta Syabila menunggu di luar. Lantas gadis itu masuk ke dalam.

Hawa dingin langsung menembus kulit Aurel begitu ia menginjakkan kaki di ruangan berkarpet merah itu. Ia berhenti sebentar untuk menghirup udara di sana.

Beberapa deret kursi disusun rapi menjadi tiga bagian yang sedikit berjarak. Aurel seperti melihat gedung opera yang pernah ditontonnya. Tapi ini dalam skala yang lebih kecil. Gadis itu lalu menuju ruangan kecil yang terletak di belakang deretan bangku. Dengan santai ia melangkah perlahan.


BRUK!

Kini, Aurel sudah terduduk di lantai dengan kertas dan buku yang berhamburan di sekitarnya.

Keterkejutannya saat maniknya mendapati seseorang yang terlihat dengan posisi tidur di salah satu bangku. Kepalanya ia tutup dengan sebuah buku.

Menyadari suara gaduh, orang itu menarik sedikit buku bersampul biru tersebut, menyisakkan matanya yang sedikit terbuka. Ia melihat Aurel sekilas, sebelum kembali menggeser buku pada posisi semula dan tidak lagi bergerak. Aurel berasumsi kalau pria itu tidak peduli dengan kehadirannya dan memutuskan untuk kembali tidur.

Aurel pun merapikan barang bawaannya tadi dengan tergesa-gesa. Dan baru menyadari kalau pria itu adalah Alfi saat melihatnya dengan lebih jelas. Kegugupan seketika langsung menghampirinya. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sini. Tapi, seolah tidak diizinkan, buku dan kertas yang sudah ditumpuk malah kembali berhamburan karena aksinya.

Merasa terusik, pria yang ia duga Alfi itu beranjak dari tidurnya. Bertatapan mata dengan gadis yang tampak salah tingkah di depannya. Lalu dengan cepat menyusun semua buku dan kertas menjadi satu dan dibawanya ke ruangan yang tadi ingin dituju Aurel.

Aurel masih tetap dengan posisinya tadi, sambil menatap punggung Alfi yang menghilang di pintu ruangan kecil itu. Sedetik kemudian, ia pun berdiri. Dan saat Alfi kembali, gadis itu langsung membuka suara.

"Makasih, Kak."

Alfi hanya mengangguk. Kemudian ia melanjutkan kegiatan tidurnya dengan buku terbuka yang menutupi wajah.

Tanpa menunggu lama, Aurel bergegas keluar dari tempat itu.

🐛🐛🐛

Happy Reading!✨
Vommentnya kutunggu yaaw :*
Saranghae<3

5 April 2019
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro