Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 31🍭


Aurel mengerang di atas kasur besarnya. Hawa dingin menyusup di balik kaus tipis Aurel l, sehingga gadis itu harus menarik selimut untuk semakin menyelimuti tubuh kecilnya. Meringkuk seperti anak bayi.

Setengah sadar, Aurel mendengar suara-suara yang ia yakini berasal dari ruamg tengah. Bunyi decitan jendelanya juga turut serta membuatnya semakin menyembunyukan kepala di bawah bantal.

Pintu kamarnya selalu dikunci setiap malam. Seingatnya juga, jendela masih tertutup rapat saat ia meninggalkan kamar terakhir kali. Angin kencang terus masuk ke dalam kamar Aurel. Sesekali jendela kayu yang sengaja tidak diberi warna agar memberikan kesan estetik itu bergerak membuka dan menutup. Bunyinya keras, seolah mau menandingi suara ribut di luar yang kian menjadi.

Ah, Aurel ingat. Semalam ia terlalu capek, hangout bersama keluarganya hingga sampai di rumah hampir pukul satu pagi. Pun menyebabkan ia yang tidak sempat mengunci pintu karen langsung tepar begitu masuk kamar. Pasti Mama yang masuk ke dalam kamar dan membuka jendela itu, sengaja agar dirinya tidak bisa tidur sampai siang. Padahal sebenarnya Aurel hanya ingin menghargai waktu libur yang diberikan. Masih menjadi misteri juga untuk Aurel karna walaupun Mama seringkali tidur larut malam bahkaan sampai dini hari, tetapi wanita itu tetap bisa bangun pagi-pagi buta.

Merutuk dalam hati dengan menggaruk kepalanya kesal, Aurel bangun dari tempat tidur. Sebenarnya  masih ingin tidur, tetapi matanya sudah tidak bisa terpejam karena mendengar suara yang tidak dikehendakinya. Lagipula ia yakin, kalau tidak bangun sekarang pasti sebentar lagi Putri atau Mama akan masuk dan membuat keributan.

Nyaris satu jam, Aurel habiskan di kamar mandi. Menikmati guyuran shower sambil menutup matanya yang terasa berat. Tetapi suara gedoran pintu membuat Aurel harus memaksakkan matanya terbuka lebar.

"Lagi mandi, ini!" kelakarnya menahan kesal. Sudah bisa dipastikan itu Putri. Adiknya itu memang paling sering melakukan hal yang selalu mengundang teriakannya.

Aurel keluar dari kamar mandi setelah mengeringka tubuhnya terlebih dahulu. Rasanya tidak rela harus keluar pancuran air hangat yang menyegarkan sekaligus menenangkan.

Sehabis memakai pakaian santai dan melakukan rutinitas morning skincare routine-nya, gadis itu keluar kamar dan lupa membawa ponsel. Sengaja membiarkan rambutnya yang masih setengah basah terurai berantakan. Haram baginya untuk menyisir rambut sehabis keramas. Pernah ia mendengar entah di mana, kalau melakukan itu akan membuat rambut bercambang. Gadis itu tidak tahu benar atau tidak mitos itu, ia hanya ingin memercayainya.

Aurel masuk ke ruang tengah dan mendapati sanak saudara dari Ibunya berkumpul di sana. Melihat satu per satu wajah keluarganya yang menegur dan menanyai kabarnya, yang tentu saja Aurel jawaba seadanya. Ia berlalu menuju dapur, tempat di mana Mama masih berkutat dengan berbagai jenis makanan yang sekarang dibantu dua orang wanita lain.

"Tumben anak bungsu Mama Raya nggak dateng," celetuk Aurel. Ia menggigit sebuah apel yang baru diambil dari kemasan baru di meja makan. Sudah pasti ini Mama Rosa yang membawanya, pikir Aurel. Adik bungsu Mamanya itu memang sangat menyukai buah, oleh karena itu sering sekali ia menanamkan para saudara atau pun keponakannya untuk mencintai buah-buahan.

Raya, perempuan berkepala empat, adik kedua Vania, tersenyum jahil pada Aurel. Ia tidak menanggapi ucapan gadis itu dan kembali fokus dengan apa yang dikerjakannya.

"Kak Aurelia!"

Aurel membuang napas lelah. Pun Raya yang menoleh dan terkekeh melihatnya.

"Mana mau dia tinggal kalo diajak ke rumah saudara tersayangnya," kata Raya.

Aurel memutar mata, menciptakan derai tawa tiga wanita di sana. Bukan menjadi rahasia, kalau salah satu sepupu Aurel memang sangat menyukainya. Dan dia merupakan putra sulung Raya.

"Kak Aurel!" suara teriakan itu kembali. "You're boyfie is here~" lengkingan bernada senandung itu membuat Aurel berdecak di jalannya.

"Aku ke depan dulu, Ma."

"Kak Aurelia~" seorang cowok tinggi nan tampan berdiri lima langkah dari Aurel. Tatapannya berbinar berbeda dengan Aurel yang malaj berdecak.

Lelaki dengan baju tanpa lengan bergaris hitam-putih itu berlari ke arah Aurel dengan kedua tangan direntangkan. Sementara Aurel langsung menghindar. Tetapi baru dua langkah, tubuhnya sudah didekap lelaki itu dari belakang.

"Astaga, gue kangen banget sama Kak Aurel. Udah berapa lama kita nggak ketemu coba?" serunya berlebihan membuat Aurel masih sempat-sempatnya membuat gestur ingin muntah padahal ia sedang mencoba keluar dari pelukannya. Umur mereka sebenarnya sama, hanya saja Arya memang terkadang lebay dengan mengatakan alasan bahwa Aurel lahir lebih dulu darinya.

"Arya, ih!" pekik Aurel. Masih mencoba melepaskan kedua tangan cowok itu.

Aurel menendang kaki Arya dari depan dengan kekuatan penuh. Menimbulkan erangan dari bibir Arya, ia refleks memegang kaki kanannya. Dan dengan langkah seribu Aurel pun berlari ke teras belakang.

"Aurel, main sama Ino ya, biar dia jangan berantem sama Lian!" Dedy, suami Raya, berteriak dari arah ruang tengah.

"Iya, Om!"

Aurel mendudukkan dirinya di kursi kayu panjang berwarna coklat muda. Napasnya memburu. Padahal jarak ruang tengah ke taman tidak begitu jauh, tetapi Aurel sudah merasa lelah. Gadis itu berpikir ada baiknya kalau ia menyempatkan untuk olahraga di waktu liburnya. Bersama Alfi rasanya akan lebih menyenangkan. Sedetik kemudian, Aurel tersadar, kalau itu adalah ide yang bagus. Ia harus secepatnya mengabari Alfi nanti.

Bocah dengan rambut hitam legam yang dipanggil Ino tersebut berlari menghampiri Aurel. Gadis itu dengan senyum cerah–efek dari rencananya tadi–merentangkan tangan berniat menyambut sepupu kecilnya.

Di lain sisi terlihat Arya yang juga ikut berlari, seolah bersaing dengan Ino. Ia tidak rela jika Ino mencuri semua perhatian Aurel dan malah mengabaikannya. Dan seperti dugaan, karena langkah yang panjang, Arya sampai terlebih dahulu dan langsung merentangkan tangan dengan membelakangi Aurel. Ino yang refleks berhenti, menatap kakak tertuanya itu dengan bingung.

Dengan polos, Ino kemudian mengabaiakan Arya dan kembali melangkah pada Aurel dari samping kanan. Aurel langsung memeluk sambil menyiumi pipi gembul bocah berumur 6 tahun itu.

Arya berkacak pinggang sambil melihat tidak suka pada Aurel dan adiknya. Dengan paksa ia menggendong Ino dan menurunkan anak itu beberapa langkah dari Aurel.

"Sana main sama Lian," katanya, tetapi Ino memberontak dan hendak kembali pada Aurel, sehingga Arya semakin meninggikan suaranya. "Heh, anak kecil! Cepetan, sana!"

Arya melotot pada Ino. Membuat Ino yang semula masih berusaha mendekat ke Aurel menjadi takut seketika. Aurel akan menghampirinya, tetapi Ino tetap berlari menuju ruang tamu. Karena walaupun Aurel membelanya, ia tetap takut pada kakaknya yang bisa menjadi sangat galak bila di rumah nanti.

Arya berbalik dan tersenyum manis pada Aurel. Sementara sekarang gantian gadis itu yang berkacak pinggang dan menatapnya garang. "Heh! Om Dedy nyuruh Ino ke sini karena dia berantem sama Lian. Malah lo suruh dia main sama Lian. Gimana, sih?!"

Aurel berjalan meninggalkan Arya yang merengut kesal. Laki-laki itu memutar matanya.

🐛🐛🐛

Aurel menarik napas lega. Akhirnya ia dan Om Dedy berhasil memisahkan Ino dan Lian yang kembali bertengkar dan menyebabkan kedua bocah itu yang sama-sama menangis. Saat ini ia dan Ino sedang duduk di karpet di dalam kamarnya. Ino tampak tenang menonton youtube di tablet milik Aurel.

Sebenarnya tadi Arya hendak mengikuti mereka, tetapi karena tatapan tajam Aurel pada cowok itu dan menganggap ia sebagai penyebab kekacauan yang ada, membuat Arya mengurungkan niatnya.

Lebih dari dua puluh menit Aurel menemani Ino, ikut menonton video anak-anak yang diputar anak kecil itu asal. Sesekali bertanya apakah dia suka dengan yang ditontonnya atau tidak. Kendati demikian, Aurel tidak bosan. Bahkan dia senang karena bisa mengelus-elus pipi Ino yang tembem atau menyiumi wanginya. Dan tidak seperti kebanyakan anak yang menangis atau merasa risih, Ino tetap duduk manis di samping Aurel dan seolah menikmati perlakuan gadis itu padanya.

Hal ini yang membuat Arya iri setengah mati dan seringkali tidak membiarkan kedua orang itu bersama. Padahal ia yang menyukai Aurel, tetapi kakak sepupu kesayangannya itu malah lebih memilih adiknya sendiri.

Beberapa menit kemudian, kepala Arya muncul dari balik pintu. Aurel menoleh dan langsung memutar matanya malas kala cowok itu masuk ke kamar.

"Ino nangis lagi, gue beneran marah sama lo," peringat Aurel tanpa menatap Arya. Sementara decakan berhasil lolos dari mulut cowok itu.

Arya membuang dirinya di kasur Aurel. Berguling-guling sambil mengutak-atik ponselnya. Merasa bosan, ia mengambil ponsel Aurel dan  membukanya. Lelaki itu terus mencoba mengetik berbagai kombinasi angka, dari tanggal ulang tahun Aurel, ulang tahunnya, tetapi ponsel itu terus menunjukkan bahwa sandi yang dimasukkan salah.

Arya segera menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya. Keningnya berkerut melihat Aurel yang menakan beberapa angka.

"Tanggal apaan, tuh?" tanyanya sembari mengambil kembali benda itu.

"Kepo," cibir Aurel.

Arya mengedikkan bahunya. Ia kembali tidur terlentang sambil memainkan ponsel Aurel. "Kok, kekunci, sih, tumben."

Alis Arya mengerut samar sambil memperlihatkan layar ponsel pada Aurel yang menampilkan aplikasi chatting Lina yang harus menggunakan password untuk membukanya. Menanggapi itu, Aurel menjulurkan lidahnya.

"Pasti, nih, ada apa-apa," sindir Arya, tepat di telinga Aurel sehingga gadis itu langsung menoyor kening sepupunya itu.

"Eh, Rel, boomerang, ayok," ajak Arya langsung mengangkat tinggi ponselnya. Aurel yang semula menunjukkan ekspresi kesal, langsunh tersenyum manis ke arah kamera.

"Dari hp gue lagi!" seru Arya. Ia menyerahkan ponselnya pada Aurel untuk kemudian mereka berdua mengambil beberapa kali boomerang. Setelahnya Aurel mengembalikkan ponsel milik Arya.

Ekspresi Arya tampak sangat senang ketika mengedit boomerang-boomerang itu, dari ponsel Aurel mau pun dari ponselnha sendiri. Diam-diam Aurel memperhatikan itu dan merasa ada yang janggal.

"Kenapa lo?"

Arya menggeleng. "Hm, pasti gebetan gue cemburu nih kalo liat ini," katanya semangat.

"Oh, jadi boomer sama gue kali ini cuma buat gebetan lo baper? Bagus, ya," Aurel lagi-lagi mencibir dan meliriknya sinis.

Arya menunjukkan cengirannya. Lantas melemparkan ciuman jauh yang membuat Aurel ingin muntah dan meraih bantal yang terdekat dan melempar tepat di wajah Aurel.

🐛🐛🐛

Halo!
Baru updata lagi, eheh.
Semoga part kali ini lebih baik dari sebelumnya. Jangan lupa vomment, temans!? Maacih!

3 Agustus 2020
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro