Chapter 30🍭
"Bodo amat gue nggak peduli." Syabila menjulurkan lidahnya pada Dion yang kini sibuk dengan stick PS. Perempuan itu membuang asal stick yang semula dipegangnya, lalu menarik Aurel menuju dapur rumahnya.
Syabila terus saja merutuki Dion. Kesal sendiri karena berulang kali kalah dari cowok itu. Padahal yang dimainkan mereka hanyalah permainan sepak bola dan berkelahi.
"Lagian udah tau anaknya jago main PS, masih aja dinantangin." Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya, tetapi tetap tertawa juga.
"Btw, itu yang kemarin nembak lo?" tanya Aurel.
Syabila yang membelakanginya mengangguk.
"Kalian masih chat-an?" tanya Aurel lagi.
Syabila mengangguk lagi. "Masih. Point plusnya, walaupun udah gue tolak, chat kita nggak garing. Dia juga keliatan banget usahanya buat dapeti hati gue."
"Terus, kira-kira lo gimana?" pancing Aurel.
Gadis dengan cepolan asalnya itu mengedikkan bahu. Ia sudah selesai menyeduh tiga gelas susu coklat yang kemudian ditaruhnya di nampan. Mengisyaratkan pada Aurel untuk kembali ke ruang tengah.
"Nggak mau," ujar Syabila menjawab pertanyaan Aurel sebelumnya. "Maksudnya nggak tahu, gue lagi nggak mau deket sama orang sekarang. Apalagi pacaran."
"Ah, masa sih?"
Syabila mentap Aurel dengan sebelah alis terangkat, gagal memahami maksud temannya itu. Aurel menggeleng, kemudian mengambil alih nampan di tangan Syabila dan menaruhnya di meja.
"Yon," tegur Aurel pada Dion. Dion berbalik sebentar dan mengangguk sebelum kembali dengan layar lebar di depannya.
Aurel duduk di atas sofa. Mengambil salah satu gelas di meja. Meniup permukaan susu coklat yang langsung mengelurakn uap panas. Ia meneguknya sedikit saja. Dan menaruh kembali gelas itu, karena berniat memainkan ponselnya lagi. Sementara Syabila entah kemana.
Notifikasi pesan muncul saat Aurel sedang asik menggeser gambar-gambar lucu di salah satu aplikasi ponselnya. Biasanya ia akan mengabaikan itu kalau sedang fokus dengan sesuatu. Tetapi nama yang tertampil hanya beberapa detik saja itu terlihat dua kali lipat lebih menarik. Gadis itu tentu saja langsung membuka pesan yang baru masuk tersebut.
Kak Alfi✨
Pulangnya nanti aku jemput.
Share loc kalo udah selesai mainnya.
Aurel mendesah. Mau menolak tetapi juga ingin dijemput Alfi. Ia akhirnya menyetujui permintaan pacarnya itu.
"Main ini aja, ayok!" seru Syabila yang berjalan menghampiri mereka.
Aurel refleks menekan tombol keluar dari ruang obrolannya dengan Alfi. Sengaja menaruh asal ponselnya di sofa dengan layar terbalik. Lalu turun dari sofa dan duduk di lantai di depan meja.
Syabila ikut duduk di dekat Aurel. Menaruh permainan monopoli di atas meja. Ia membuka kotak sedang tersebut dan mulai menyusun kertas lebar itu dan segala perintilannya.
"Yon, sini," panggil Syabila.
"Bentar," jawwb Dion dengan tangan yang masih setia mengutak-atik stick PS.
Beberapa menit kemudian, permainan telah siap. Tetapi Dion tidak kunjung beralih dari keasikkannya.
"Yon!" Aurel berseru. Menatap datar punggung satu-satunya cowok di anatara mereka.
"Dion, ih!" Kali ini Syabila.
Syabila sudah bersiap untuk bangun dan menarik paksa Dion, tetapi Dion lebih dulu berbalik dan menggeser duduknya ke arah dua perempuan itu. Decakan malas tidak luput dari cowok itu.
"Nih, merah." Aurel menaruh benda kecil dengan ujung melengkung di hadapan Dion.
"Ayo hompimpa!"
🐛🐛🐛
Aurel melirik jam di atas layar televisi yang menunjuk pada angkat empat. Ia meregangkan kedua tangannya, dengan mulut menguap lebar. Dion dan Syabila lagi-lagi saling mengejek, kali ini masalah berapa rumah dan hotel yang dibeli masing-masing. Berbeda dengan Aurel yang memikirkan berapa banyak hutangnya di bank. Memang, harusnya ia tidak ikut bermain dengan dua orang ini jika tahu akan kalah seperti ini.
Aurel meraih ponselnya di atas sofa, menekan tombol panjang di sampingnya dan mendapati satu pesan masuk. Diusapnya layar itu.
Putri.
Kak, di mana?
Mama nyuruh cepet pulang.
Mau ke rumah Oma
Selesai membaca pesan dari Putri, Aurel langsung mengirim pesan pada Alfi. Menanyakan posisinya ada di mana dan juga mengirimkan lokasinya saat ini, sesuai dengan chat terakhir Alfi tadi siang.
"Guys, kayaknya gue harus pulang duluan, deh," ucap Aurel. Dion dan Syabila sama-sama menoleh, seolah menunggu kalimat Aurel selanjutnya. "Mau ke rumah Oma gue."
"Kalo gitu sekalian sama gue aja," tawar Dion yang membuat Syabila langsung menoleh ke arahnya. Cowok itu beranjak dari duduknya.
"Eh, nggak, gue pake gojek, aja," tolak Aurel halus.
"Kenapa nggak sekalian aja? Toh, rumah kalian dekat," imbuh Syabila. Ia mulai membereskan perintilan mainan monopoli.
"Serius, Bil, Yon. Nggak perlu, gue nggak mau ngerepotin. Kalian lanjut aja, beneran. Gue bisa pake gojek, kok," jelas Aurel dengan tergagap. Matanya bergantian melihat Dion dan Syabila.
"Udahlah, kayak sama-"
"Gue kan udah bilang nggak usah!" sentak Aurel tiba-tiba.
Seketika keheningan tercipta di antara mereka. Dan beberapa detik kemudian Dion kembali menaruh tasnya dan duduk di posisinya semula sambil mengedikkan bahu.
"Oke," katanya. Tetapi ia sama sekali tidak marah dengan cewek itu. "Giliran gue."
Syabila tidak jadi menyusun segala perintilan monopoli di atas meja. Ia melanjutka permainan dengan Dion, dan tanpa Aurel tentu saja. Sama dengan Dion, ia juga tidak marah dengan Aurel. Sebab mereka juga sering seperti ini sebelumnya.
Jarum jam terus bergerak. Aurel di duduknya terus saja memperhatiakan dua orang di depannya ini. Dengan jemari yang ia mainkan, gadis itu menunjukkan rasa bersalahnya. "Maaf, gue nggak maksud bentak kalian kayak gitu," akunya.
Dion dan Syabila saling menatap.
"Santai, Rel."
"Iya, santai aja," tambah Syabila mengedipkan sebelah matanya.
Tak berapa lama, ponsel Aurel bergetar. Ada satu pesan masuk dari Alfi. Aurel sudah menduga isinya. Ia lantas berdiri.
"Gue duluan, ya."
Dion dan Syabila mengangguk. Aurel pun membawa langkahnya keluar dari rumah besar Syabila.
"Hati-hati!" teriak Syabila saat Aurel hampir melewati ruang tamu.
"Iya!" balas Aurel yang juga berteriak. Beruntung tidak ada orang di rumah selain mereka bertiga.
Aurel memakai sepatunya dengan cepat. Berlari ke luar pagar dan berhenti sebentar saat melihat mobil Alfi di depan rumah. Gadis itu lalu masuk dan duduk di kursi penumpang samping kemudi.
Alfi langsung menyodorkan minuman favorit Aurel. "Gimana ujiannya tadi?"
"Aku bisa ngerjain semuanya, kok. Contoh latihan soal yang minggu lalu aku bahas sama Kakak keluar semua, cuman beda angkanya doang," jelas Aurel lalu menyeruput minumannya.
"Kak Alfi gimana? Bisa ngerjainnya? Atau ada nomor yang ragu?"
"Bisa, lah. Lumayan," kata Alfi.
"Iya, lah! Orang Kak Alfi kan pinter, di kelas unggulan, sering rangking umum lagi."
Alfi terkekeh. Ia menoleh pad Aurel. "Mau langsung pulang?"
Aurel mengangguk. "Iya, aku sama Mama-Papa mau ke rumah Oma soalnya."
Alfi mengangguk-angguk. Diam-diam sedikit kecewa karena sebenarnya ia berniat mengajak cewek itu keluar. Hitung-hitung merayakan selesainya ujian semester pertama.
"Kenapa?" Aurel memang tidak bisa untuk tidak bertanya saat melihat raut Alfi yang berubah. Ia terlalu kepo.
"Nggak papa." Alfi menunjukkan senyum tipisnya.
🐛🐛🐛
Alo!
Harusnya aku up kemarin, tetapi terlalu sibuk mantengin ig, yt, twitter eheh. Btw, happy 10 years my boys a. k. a. One Direction🧚♀️
Keep vomment, temans!
Tencuuuu💌
24 Juli 2020
~zypherdust💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro