Chapter 21🍭
Syabila menatap Dion yang duduk di sampingnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Pasalnya lelaki itu tengah bermain permainan cacing di ponselnya dengan teramat fokus, membiarkan buku tugas matematika yang belum selesai ia kerjakan tergeletak di atas meja.
Sesekali gadis itu mengganggu kegiatan Dion menyebabkan cowok itu yang mengumpat kesal.
Janhan tanyakan Aurel, karena ia sedang berkutat dengan buku tugasnya sendiri. Syabila sempat menawarkan jawaban pada gadis itu, tetapi ia bersih keras ingin mengerjakannya sendiri. Sebenarnya itu bukan masalah besar, hitung-hitung Aurel dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mata pelajaran matematika saat ini.
Lain hal dengan Dion. Syabila yakin lelaki itu bisa menyelesaikannya. Syabila juga sempat menawarkan jawaban seperti yang ia lakukan pada Aurel. Tetapi Dion tampaknya lebih menyukai cacing warna-warni di ponsel pintarnya itu.
Syabila mengamati Dion. Kalau sedang serius begini, wajah cowok itu lumayan juga. Walaupun hal yang membuatnya serius adalah permain cacing warna-warni. Diam-diam Syabila terkekeh. Beruntung ia berhasil menyelesaikan tugas matematika dengan cepat, karena itu bisa membuatnya mengamati lelaki di sampingnya.
Dion mendesah saat cacing yang kali ini berwarna merah muda itu menabrak ujung salah satu cacing yang lain. Membuat tubuh gemuk dan panjangnya berubah menjadi makanan yanv kemudian dimakan oleh cacing-cacing di sekitarnya. Ia meletakkan ponsel di meja dan merentangkan tangan. Melihat dengan cermat berapa skornya sekarang.
Setelahnya Dion menoleh ke samping dan mendapati Syabila yang menatapnya. Ia mengangkat alis bingung karna perempuan itu yang menjadi salah tingkah seola sedang ketahuan mencari sesuatu. Perempuan itu kemudian pura-pura menyibukkan diri dengan buku-buku di depannya, yang malah membuat Dion semakin yakin kalau Syabila memang sedang salah tingkah.
Dion terkekeh. "Lo kenapa, sih?"
"Apa, sih!" balas Syabila dengan ketus. Dion menggelengkan kepala lantas beralih pada punggung gadis di depan mereka. "Rel, udah nomor berapa lo?"
"Rel!" panggil Dion lagi sambil menggoyang-goyangkan pundak kanan gadis itu.
Aurel yang merasa terganggu menepis tangan Dion. "Berisik,deh!" katanya sambil memajukan kursi yang ia duduki.
Dion mencibir. Lantas kembali mengambil ponsel dan berniat ingin melanjutkan permainannya. Tetapi tangan Syabila lebih dulu menyembunyikan benda milik Dion itu di belakang punggungnya.
Matanya ia arahkan pada buku tugas di atas meja. "Kerjain dulu, sana! Tuh liat punya gue," titahnya. Dion memutar mata. Mau tak mau menuruti perintahnya.
Syabila itu keras kepala. Dan Dion teramat yakin perempuan itu tidak akan mengembalikan ponselnya begitu saja. Kalau dia juga kukuh meminta ponsel, pastinya Syabila akan mengomel dan mereka berdua akan terlibat adu mulut. Saat itu bisa dipastikan juga akan ikut mengomelinya dengan alasan karena sudah mencipatkan keributan dan mengangguk fokusnya.
Berteman beberapa bulan dengan Aurel dan Dion membuat ia semakin kebal dengan tabiat dua orang gadis itu. Padahal ia lelaki, tetapi entah kenapa besahabat dengan mereka terasa lebih nyaman.
Dion pun mulai fokus menulis di bukunya dengan mata yang terus bergantian melihat hasil tulisan tangannya dan buku tugas Syabil, tak lupa dengan sedikit gumaman kesal. Syabila yang menyadari itu tersenyum penuh kemenangan.
Aurel tiba-tiba saja berdiri dari kursinya. Syabila yang awalnya sedang diam-diam mengamati Dion teekejut. "Kenapa lo?"
"Mau buang sampah," kata Aurel tanpa menoleh. Sebenarnya di dalam kelas mereka tersedia dua buah tempat sampah plastik yang diletakkan di depan dan juga di belakang ruangan. Tempat sampah di belakang juga letakknya sangat dekat dengan tempat duduk Aurel. Tetapi gadis itu memilih berjalan keluar kelas, membuang sampahnya yang cuman kertas hasil coretan dan bekas bungkusan permen.
Saat selesai membuang sampah Aurel tidak langsung masuk ke kelas. Ia menyempatkan untuk duduk di kursi kayu tepat di depan kelasnya. Matanya menelusuri setiap sudut yang bisa dilihatnya.
Hingga pandangan gadis itu jatuh pada sepasang remaja yang berjalan dari arah sebelah kirinya. Perasaan mereka kelas sebelas, buat apa mereka berkeliaran di area kelas sepuluh? pikir Aurel. Kedua siswa itu tampak saling berbicata serius, tidak peduli dengan keadaan di sekitar yang sebenarnya lumayan rame. Sejurus kemudian si murid lelaki terlihat seperti membuat lelucon karena selanjutnya murid perempuan di sampingnya langsung tertawa kecil.
Kedua orang itu akan terlihat seperti pasangan yang sangat manis kalau saja Aurel tidak mengenal mereka. Tetapi yang ada di sana sekarang adalah Alfi yang notabene-nya adalah pacarnya. Dan di sampingnya ada Baby, perempuan yang katanya digosipkan sedang berada dalam hubungan istimewa dengan pacarnya itu. Aurel tersenyum sinis dan memutar kedua matanya malas.
Interaksi mereka sangat manis. Membuat siapa pun yang melihatnya akan menganggap mereka sebagai couple goals. Tidak dengan Aurel yang rasanya ingin sekali berdiri di antara kedua orang itu. Memisahkan Baby sejauh mungkin dari pacarnya di hubungan mereka yang ketiga hari ini.
Aurel masih duduk di tempatnya. Tangannya ia lipat di depan dada. Menunggu kedua kakak kelasnya itu sampai di depannya.
Saat Alfi dan Baby sudah hampir sampai, Aurel berdiri. Ia melirik sekilas dengan sinis pada Baby, yang malah terlihat bingung dengan reaksi Aurel. Lalu fokus gadis itu berpindah ke Alfi.
"Hai, Kak Alfi!" sapanya yang terkuhat berlebihan dengan senyam yang sengaja dipaksakkan.
Alfi tampak terkejut dengan aksi tiba-tiba Aurel. Ia menatap Baby yang juga sama bingung dengan dirinya. Lantaa tersenyum seperti biasa pada Aurel. Tak berapa lama Alfi dan Baby kembali melanjutkan langkah mereka. Dan kembali saling berbicara pula.
Aurel melongo. Apa barusan ia baru saja diabaikan? Ia menggeram marah lantas kembali ke kelas dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Hampir sampai di bangkunya, tetapi gadis itu malah memekik kesal. Mengundang tatapan juga umpatan dari teman-temannya.
"Kesel, kesel, kesel!"
🐛🐛🐛
Tadi saat pulang sekolah, Aurel langsung tidur siang. Setelah itu ia bangun, mandi, makan, dan sekarang tengah duduk di ruang tengah dengan semangkuk kentang yang baru saja digorengnya. Matanya menatap layar lebar di depannya yang menampilkan film yang diputar ulang. Tetapi pikirannya tidak pada tempatnya.
Gambaran Alfi bersama Baby saat siang tasi masih terus terputar di kepalanya. Walaupun ia sudah berusaha sibuk hari ini, tetap saja ingatan itu sukses membuatnya terus merasa kesal dan tidak mood seharian ini.
Saat berbicara dengan Ibunya atau pun Putri, ia juga menggunakan nada ketus yang membuat lawan bicaranya malah menjadi kesal.
Aurel meraih ponselnya saat mendengar denting notifikasi dari sana. Ternyata ada pesan dari Alfi. Lagi-lagi Aurel memutar mata.
Kak Alfi✨
dek
?
udah makan?
belum
oh
nggak belajar?
nggak
nggak ada pr buat besok?
nggak
kamu kenapa?
gpp
Aurel melempar ponselnya itu asala pada sudut sofa. Merasa dongkol dengan Alfi yang seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal jelas-jelas tadi siang ia lebih memilih berbicara seru dengan Baby dan mengabaikannya.
Aurel melirik sebentar pada ponsel. Ada tiga pesan yang masuk. Tetapi ia mengabaikannya dan pura-pura tidak melihat itu. Matanya membulat kala kembali melirik benda pipih itu dan menemukan Alfi yang malah meneleponnya. Aurel masih bimbang antara menjawab panggilan itu atau mengabaikannya seperti yang dilakukan Alfi tadi siang.
Namun kemudian ia menggeleng. Meskipun Alfi adalah pacarnya dan-sebenarnya-ia wajar bertingkah seperti ini. Tetapi kalau dipikir-pikir yang lebih beruntung dalam hubungan mereka adalah dirinya sendiri. Ia juga tidak boleh terlalu baper dan berujung Alfi yang malah meninggalkannya. Tidak, itu tidak boleh terjadi! pikirnya.
Saat Aurel baru akan menggeser icon hijau, layar ponselnya kembali menampakkan room chatnya dengan Alfi. Ia menarik napas dan memutuskan untuk membalas pesan cowok itu.
Kak Alfi✨
dek
Rel
Aurel
kenapa gak diangkat?
iya?
kamu kenapa?
nggak papa
yakin?
iya
aku ngantuk
mau tidur dulu
ok
jan sampe telat besok
gn
Aurel tidak sepenuhnya berbohong. Ia memang sekarang mengantuk dan sebentar lagi berniat akan ke kamar dan tidur. Melihat percakapannya dengan Alfi membuat ia yang malah merasa bersalah. Alfi bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa dan sangat perhatian melalui percakapan mereka. Tetapi mengingat dirinya yang diabaikan tadi siang membuat ia meringis.
Ah, atau mungkin saja Alfi berpikir hubungan mereka tidak perlu diketahui orang lain? backstreet, eh?
Oke, kalau memang itu yang ia mau, tekad Aurel.
🐛🐛🐛
Double up, eh? v:
Hehe :p
Ciee Syabila ciee :v
Btw, kamis besok aku ujian online, doakan lancar ya manteman ;'
Jangan lupa vomment gengs!
Tencuuu
27 Mei 2020
~zypherdust💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro