Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 19🍭


Aurel sama sekali tidak bisa memejamkan matanya malam ini. Terus saja bolak-balik membalikkan badan ke kiri dan kanan. Sama sekali tidak berniat untuk terlelap.

Suara denting dari ponsel membuat Aurel dengan cepat meraih benda pipih itu di atas nakas. Ia bangun dan mengecek pesan di sana.

Kak Alfi✨

tidurnya jan kemaleman
jan sampe telat besok

Lebih dari lima kali ia membaca ulang pesan yang dikirimkan Alfi itu. Menggigit bibir dan menempelkan tangan di dadanya. Mendengar detak jantungnya yang bergemuruh hebat hanya karena pesan itu.

Rasanya ia ingin berteriak kencang tetapi sadar dengan waktu saat ini. Akhirnya ia hanya bisa menutup muka dengan bantal dan meredam teriakannya di sana. Setelah puas, ia kembali mendudukkan diri. Kejadian beberapa saat lalu kembali melintas di dalam kepalanya.

"Kamu mau nggak jadi pacar aku?"

Aurel masih terus terdiam. Belum bisa mencerna dengan baik ucapan pria di depannya yang masih tanpa ekspresi.

Sedetik kemudian Aurel melotot, merasa bola matanya nyaris keluar. "Hah?!"

Nyaris lima menit baru Aurel bisa mengingat jelas perkataan Alfi barusan, walaupun ia belum bisa mengerti dengan maksud kalimat itu. Mungkin saja Aldi mengatakan itu dengan niat bercanda. Aurel tertawa hambar, berusaha menghilangkan kecanggungan.

"Kamu mau nggak jadi pacar aku?"

Oke, kali ini Aurel benar-benar yakin kalau pendengarannya memang berfungsi dengan baik. "Maksud kakak, aku sama Kak Alfi? Pacaran? Saling ngirim pesan tiap hari? Bisa sering jalan berdua? Bisa saling cemburu juga? Dan ngerayain anniversary?"

Alfi menggangguk yakin. "Iya."

"Kak Alfi serius?"

"Iya, Aurel. Aku serius."

Aurel berpikir sebentar. "Tapi ..., bukannya terlalu cepat, Kak?"

"Lebih cepat lebih baik," jawab Alfi mantap. "Gimana?" Alfi masih belum menampilkan ekspresi apa-apa.

Aurel diam. Ini memang masih terlalu cepat. Mereka bahkan baru bertemu di luar sekolah sebanyak dua kali dan pertemuan ketiga mereka menjadi pertemuan di mana pria itu mengajaknya menjalin hubungan. Sebenarnya ini kesempat bagus, walaupun sempat ragu tetapi Aurel tidak ingin membuang kesempatan ini. Ia juga takut bila tidak jawab sekarang, laki-laki itu akan berubah pikiran nantinya.

"Iya, Kak. Aku mau," final Aurel. Sebagai konsekuensi dengan keputusan nekatnya ini, ia berjanji akan menerima konsekuensinya nanti. Wajahnya bersemu merah, sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain.

Alfi terlihat bernapas lega, dan senyuman kecil terbit di bibirnya. "Makasih," katanya lembut.

"Iya, Kak."

Aurel rasanya harus pergi dari sinj sekarang karna ia tidak yakin sanggup menahan gejolak dalam dirinya yang ingin berteriak senang selama dua menit ke depan. "Aku masuk dulu, Kak."

Alfi menganggukkan kepalanya. Aurel lantas berjalan pergi. Sebelum masuk ke dalam pagar, gadis itu berbalik.

"Hati-hati, Kak," ucapnya dengan canggung dan juga malu-malu. Dan setelah diangguki Alfi, ia masuk ke dalam rumah dan langsung berlari ke kamarnya.

Aurel lagi-lagi menutup muka dengan bantal dan memekik kegirangan. Mengingatnya membuat ia merasa senang sekaligus malu. Kembali senyum-senyum memikirkan Alfi. Apalagi pesan yang barusan pacarnya itu kirim, membuat wajahnya sekarang sudah semerah tomat.

🐛🐛🐛

Aurel hari ini sengaja datang pagi-pagi sekali. Padahal biasanya ia paling rajin untuk mengikuti baris di lapangan agar bisa melihat kakak kelas yang menjadi pujaan hatinya. Tetapi gadis itu malah sangat bersyukur karena ia berhasil masuk ke kelas sebelum apel pagi dimulai.

Alasannya cuma satu, ia tidak berniat berpapasan atau pun bertemu dengan Alfi. Bukannya apa, hanya saja ia masih terlalu malu dengan kejadian semalam. Bahkan ia belum terlalu yakin kalau sekarang Alfi—kakak kelas yang disukainya sejak masa MPLS—kini menjadi pacarnya.

Beberapa menit kemudian terdengar bunyi riuh dari arah koridor yang artinya apel pagi telah selesai dilakukan dan para murid masuk ke kelas masing-masing.

Syabila yang lebih dulu masuk ke kelas sebelum murid yang lain, menaikkan sebelah alis saat menemukan teman sebangkunya itu sudah manis di tempatnya.

"Tumben, lo," tukasnya saat menghampiri Aurel. Ia menaruh tasnya dengan rapi dan mendudukkan dirinya. Aurel hanya terdiam, sama sekali tidak berniat menjelaskan mengapa ia bisa sampai duluan di kelas ini.

Dion yang baru memasuki kelas langsung menanyakan hal yang sama pada Aurel. "Kok gue nggak liat lo di barisan? Padahal biasanya ngebet banget demi liat do'i."

Aurel juga sengaja tidak peduli dengan lelaki itu.

Pelajaran pertama yang merupakan PKN dimulai. Pak Dika—pria separuh baya berbadan gempal tetapi masih berstatus single—menjelaskan materi di papan tulis.

Aurel sebenarnya merasa gelisah sedari tadi. Ia ingin sekali menceritakan pada Syabila tentang dirinya dengan Alfi, juga ingin mendengar pendapat gadis itu.

Karena semakin dipikirkan, Aurel merasa jika ini tidak benar. Padahal kemarin ia berniat membuang segala pikiran buruk dan bertekat menjalaninya saja. Tapi tiba-tiba saja gosip murahan tentang Alfi yang dicap playboy terus mengusik pikirannya. Bagaimana bisa pria itu langsung mengajaknya berpacaran bahkan mereka baru keluar bersama sebanyak tiga kali. Ditambah sikap biasa-biasanya di sekolah. Bukan maksud Aurel laki-laki itu harus terus menyapanya tiap kali berpapasan, tapi cara menegur Alfi seolah menjelaskan bahwa hubungan mereka tidak lebih dari sekedar kakak-adek kelas. Ini terlalu cepat.

Bagaimana jika Alfi hanya ingin main-main? Bagaimana jika pria itu cuma menganggapnya lelucon dan sama sekali tidak menganggap serius hubungan mereka. Bagaimana jika dirinya akan berakhir sama seperti mantan-mantan cowok itu sebelumnya? Aurel meringis dan kemudian menggeleng tegas.

Gadis itu membuka bukunya hingga menampakkan bagian paling tengah yang masih kosong. Mengambil bolpoint dan menulis sesuatu di sana. Lalu buku itu ia geser ke samping, tepat di depan Syabila.

Gue pen cerita sesuatu. Urgent!

Syabila meliriknya dengan alis yang terangkat sebelah. Ia hendak berbicara tetapi Aurel mengarahkan dagu ke papan tulis. Mengisyaratkan untuk menuliskannya saja. Syabilap megikuti arah pandang Aurel lalu ia mengangguk.

Apaan?

Aurel melihat ke depan, mewanti-wanti gerakan Pak Dika. Kemudian kembali menulis dengan cepat.

Gue punya pacar, Bil.

Syabila menoleh pada Aurel. Menatapnya dengan pandangan tidak percaya yang berlebihan. Membuat Aurel memutar mata.

Demi apa? Jan boong lo! — S

Iya seriuasan, ngapain juga gue boongin lo — A

Kok bisa sih? Sejak kapan? Anak sekolah sini? — S

Iya — A

Wah gila! Sejak kapan? — S

Aurel jadi merasa ragu sendiri untuk mengatakannya melihat antusias temannya itu.

Aurel belum selesai menulis tetapi bukunya itu sudah ditarik lebih dulu.

"Bil, gue bel—"

Ucapan Aurel terpotong saat ia mendongak dan Pak Dika yang memenuhi pandangannya. Pria itu tampak membaca buku di tangannya dan menatap Aurel dan Syabila bergantian.

Kembali melihat buku dan sekarang menatap Aurel tajam. "Saya tahu kamu sudah tidak jomblo lagi, Aurel.  Saya turut senang. Tapi tolong, perhatikan apa yang saya jelaskan kalau kamu tidak ingin saya usir keluar," tukas pria itu lalu membuang buku itu di meja Aurel juga Syabila.

"Iya, Pak." Kedua gadis itu menjawab kompak dan saling misuh-misuh. Sementara murid yang lain menahan tawa mereka karena ucapan Pak Dika pada Aurel. Tidak terkecuali Dion yang menampakkan wajah menyebalkannya.

🐛🐛🐛

Wah, rekor!
Seminggu aku upnya tiga kali dong masa😭
Tencuuu BSWClub udah buat aku gak males-malesan lagiii >„<
Well, jan lupa vomment guys!
Semoga Aurel, Syabila, Dion, dan Alfi bisa hibur kalian selama #dirumahaja🙌
Stay safe everyone!<3

17 Mei 2020
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro