Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 17🍭


"Kenapa, noh?" tanya Dion pada Syabila sambil mengarahkan dagu pada Aurel begitu ia memasuki kelas.

"Tau, dari tadi senyum, mulu. Creepy, tau!" kata Syabila. "Gue duduk bareng lo aja, Yon."

Dengan cepat Aurel menahan lengan teman sebangkunya itu. Ia memperlihatkan cengiran yang membuat Syabila semakin menatapnya horror.

"Yon, seriusan. Gue pindah, aja!" seru Syabila. Gadis itu menepis tangan Aurel yang memegang lengannya, memindahkan dengan cepat tas dan barang-barangnya di atas meja.

Dion terbahak melihat itu. Sedangkan Aurel mendengus melihat tingkah berlebihan Syabila. Ia melipat tangan sebal dan memanyunkan bibirnya. Tapi tak berapa lama, ia menerawang dan kembali tersenyum. Tak menyadari pandangan mengerikan Dion dan Syabila padanya.

Tak berapa lama guru mata pelajaran Fisika memasuki kelas dan memulai materi hari ini. Pandangan Aurel terfokus ke depan, tetapi pikirannha sedang terbang jauh.

Melihat Aurel yang terus tersenyum dengan pandangan pada satu titik, Pak Anton menegurnya. "Aurel, kamu paham penjelasan saya, kan?"

Aurel mengangguk dengan senyumnya. "Ngerti, Pak."

Pelajaran kembali berkanjut. Namun nampaknya Pak Anton terus terusik dengan Aurel sehingga ia menegur gadis itu lagi.

"Aurel, kamu ngerti, kan?"

Aurel mengangguk, masih dengan senyuman. "Ngerti, Pak."

"Kalau begitu kerjakan soal ini," kata Pak Anton.

Dion dan Syabila yang semula cemas, menjadi tenang ketika Aurel melangkah maju dan mengambil spidol yang diberikan Pak Anton. Ia membuka penutup spidol itu dan menghadap ke papan tulis.

Saat melihat angka-angka itulah, Aurel merasa seperti tersengat listrik. Ia membulatkan mata, dan bergantian menatap spidol di tangan dan wajah Pak Anton. Ia lantas berbalik dan mendapati seluruh wajah teman sekelasnya. Baru menyadari kalau ternyata ia sedang berdiri di depan kelas sekarang.

Dengan gugup dan kaki gemetar, ia menoleh pada Pak Anton. "Sa-saya nggak tahu, Pak."

Pak Anton menarik napas. "Keluar kamu dari kelas saya. Sekarang juga. Tanpa bantahan." Pak Anton menekan setiap kata yang diucapkannya.

Gadis itu menatap Dion dan Syabila memelas dan berjalan keluar. Sedangkan dua temannya itu hanya bisa memberikan ucapan semangat dengan wajah mereka.

Aurel berjalan keluar dengan lesa. Di saat-saat seperti ini, gadis itu malah melupakan benda pentingnya di dalam kelas a.k.a ponsel. Ia berjalan tanpa tentu arah hingga kakinya sudah berada di luar area kelas sepuluh.

Tak sengaja matanya menangkap papan bertuliskan pepustakaan di atas pintu. Tanpa pikir panjang Aurel pun memasuki ruangan itu.

Seperti dugaannya, tidak banyak anak yang berada di dalam. Hanya satu atau dua orang yang benar-benar belajar atau mengerjakan tugas. Sisanya membaca novel, duduk santai dan saling berbicara dengan suara pelan di ujung bilik sambil menikmati dinginnya ruangan ini, ada juga yang  menyempar
tkan untuk tidur dan bahkan berpacaran diam-diam. Aurel hanya bisa menggeleng-geleng untuk hal terakhir yang diliatnya itu.

Ia mengambil salah satu novel di rak lalu berjalan ke tempat duduk. Ia membuka perlahan novel itu dan mulai membacanya. Beberap saat setelahnya, ia mengangkat kepala dan mendapati Alfi yang baru saja akan berjalan melewatinya.

Aurel tersenyum, hendak memanggil. Namun ia urungkan saat Alfi hanya memberikan senyum tipis dan kembali berbicara bersama temannya sembari berjalan keluar perpusatakaan dengan tangan yang membawa setumpuk buku.

Aurel menaikkan sebelah alisnya. Merasa aneh sekaligus bingung. Ada apa dengan pria itu?

Tetapi kemudian dia menggeleng. Tidak, ini bukan ada yang salah dengan Alfi. Tetapi sepertinya ia yang terlalu percaya diri.

Baru diajak jalan sekali bukan berarti kalian menjadi dekat, bukan?

Aurel tersenyum kecut. Padahal ia merasa semakin dekat dengan Alfi. Tapi nyatanya tidak untuk pria itu. Ia menarik napas.

Ternyata memang waktu yang dihabiskannya kemarin bersama Alfi bukanlah apa-apa untuk pria itu. Tetapi bagi Aurel, walaupun hanya bisa menonton film dan makan malam bersama, ia sudah sangat bersyukur.

Di saat-saat seperti ini Aurel malah mengingat pembicaraan teman sekelasnya tentang Alfi, juga nasihat Dion untuknya.

Rel, jangan jadiin niat awal lo mau deket sama dia biar dia bisa bales perasaan lo, jangan. Deketin aja karena emang lo mau kenal dia dan bisa jadi deket sama dia. Kalo semisal udah deket, yaudah bagus, mau gimana-gimananya nanti biarin aja dia ngalir sendiri.

Kini Aurel mengangguk semangat. Bertekad akan mengingat selalu ucapan Dion itu.

Beberapa puluh menit kemudian, terdengar bunyi bel juga pemberitahuan mata pelajaran pertama dan kedua selesai, digantikan dengan jam istirahat. Aurel langsung bergegas kembali ke kelas.

Beberapa langkah lagi ia akan sampai di depan kelas, ketika Syabila juha Dion keluar dari sana.

"Bentar, gue ambil hp," ucap Aurel.

"Udah, lah, nggak usah," kata Syabila mencegat Aurel dan menariknya untuk berjalan bersama.

"Kek ada yang nge-chat aja," sahut Dion yang langsung disambut decihan Aurel.

"Btw, Rel. Kenapa, dah, lo tadi pagi senyam-senyum gak jelas gitu?"

"Ho'oh, bener. Sampe diusir Pak Anton kan," ejek Dion lagi.

Pertanyaan yang diutarakan Syabila itu berhasil mengingatkan Aurel pada malam yang dihabiskannya bersama Alfi. Gadis kelas sepuluh itu tersenyum.

"Kemarin gue jalan bareng Kak Alfi," bisik Aurel dengan senyum senangnya.

Syabila memberhentikan langkah dan menghadapkan badan pada Aurel. "Demi apa, Rel?!"

"Mimpi kali, tuh!"

Aurel rasanya ingin sekali menjabak rambut Dion karena cowok itu yang sedari tadi terus mengejeknya. "Ish, beneran, ya. Tunggu aja sampe di kelas dan gue liatin foto selfie gue sama dia."

"Ah, masa, sih?" kali ini Dion mulai penasaran. Ketiga murid itu kembali melanjutkan langkah yang sebelumnya sempat berhenti.

"Seriusan, Rel, lo jalan sama Kak Alfi?" tanya Syabila lagi sambil menggoyang-goyangkan lengan Aurel.

"Kok, bisa sih?"

"Ya, bisa lah!" jawab Aurel dengan nada sewot atas pertanyaan Dion. Kedua temannya itu terus saja membanjiri ia dengan berbagai pertanyaan. Sampai-sampai ia harus bersumpah akan menceritakan semuanya, tapi dengan syarat kalau mereka sudah berada di kelas.

Sampai di kantin, mereka bertiga berpencar mencari makanan yang dinginkan. Aurel lagi-lagi tidak sengaja bertatapan dengan Alfi yang juga kebetulan sedang berada di kantin. Lelaki itu memberikan senyum simpul yang juga dibalas Aurel, lalu kembali berceloteh dengan temannya.

Syabila yang sudah selesai membeli menghampiri Aurel. Matanya menangakap Alfi yang berdiri tak jauh dari mereka. Ia menyikut lengan Aurel dan mengarahkan dagu pada kakak kelas mereka itu. "Nggak negur?"

"Malu, ah, sama temennya."

Kedua gadis itu lalu kembali ke kelas mereka setelah menunggu Dion kembali.

"Yon, tadi kita ketemu Kak Alfi?" ucap Syabila.

"Masa?"

Syabila mengangguk. "Masa?" Ia mengalihkan tatapan pada Aurel "Iya, kan, Rel?"

Kembali, Aurel harus memaksakannya senyumnya. Ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Syabila.

Sampai di kelas pun, Aurel juga harus menahan rasa tak nyamannya untuk bercerita tentang hari kemarin pada Dion juga Syabila. Bukannya tak ingin bercerita, entah mengapa sekarang ia hanya merasa itu bukanlah hal besar untuk dibanggakan. Toh, Alfi juga terlihat biasa-biasa saja.

🐛🐛🐛

Seperti hari kemarin, Aurel lagi-lagi berjalan tanpa tentu arah di jam pelajaran pertama. Bukannya ia tidak mendengarkan penjelasan guru seperti sebelumnya, tetapi kali ini karena guru matematika sedang tidak masuk dan hanya memberikan tugas saja. Aurel tentunya sudah selesai mengerjakan tugas itu, sebab kebetulan semalam ia sempat belajar dan menyelesaikan beberapa latihan soal di buku paket.

Syabila dan Dion tidak bersamanya. Kedua orang itu belum menyelesaikan tugas mereka dan sedikit mencontek pekerjaan Aurel di kelas. Karena merasa bosan, Aurel memutuskan untuk keluar sebentar.

Gadis itu merasa berkeliling sekolah pada saat jam pelajaran cukup menyenangkan dan ia kini mulai menjadikan itu sebagai kegiatan favoritnya di sekolah. Beruntung juga, guru piket biasanya mengelilingi sekolah untuk mengawasi para murid hanya pada saat akan memulai pelajaran dan berakhirnya pelajaran.

Aurel melangkah dengan senandung kecil. Melewati mading besar di dekat area kelas 12, tapi sayang tidak ada yang menarik di sana.

Sejurus kemudian, ia sudah tau kemana tempat yang akan dituju. Langkahnya semakin cepat, menuju ke arah lapangan basket di luar yang kosong. Tapi tidak masalah, tujuannya memang bukan lapangan basket. Ia berbelok ke kanan dan berhenti di depan ruang teater. Membuka kaos kaki dan masuk ke dalam.

Ruangan dengan latar berwarma merah itu tampak terang. Aurel memilih untuk duduk di bangku kedua dari depan di bagian paling pojok. Lalu ia mengambil ponsel di saku seragam dan memainkannya.

Terhitung dua puluh menit Aurel menghabiskan waktunya di ruangan ber-ac itu. Tangannya sibuk men-scroll layar. Tampak fokus membaca di Wattpad. Salahkan Syabila yang terus saja meracuninya dengan segala macam jenis cerita dengan aplikasi berwarna oranye tersebut.

Gadis itu tidak sadar ketika ada seorang laki-laki yang berjalan dari arah belakang. Ia duduk di sisi lain bangku panjang yang sama dengan Aurel. Menoleh dan mengamatinya selama lebih dari lima menit.

"Dek," panggilnya.

Aurel menoleh dan membulatkan matanya. "Kak Alfi?!"

Alfi tersenyum kecil atas ekspreai Aurel yang di luar dugaan.

"Kak Alfi ngapain di sini?" nada keterkejutan dalam suaranya belum berkurang.

"Menurut lo?" tanya Alfi balik.

"Tidur?"

Alfi yang terdiam dan kembali menghadapa depan sudah cukup menjawab pertanyaan Aurel.

Aurel yang semula tenggelam dalam ceritanya, sekarang tengah sibuk memutar otak. Ada banyak pertanyaan yang muncul dalam kepalanya. Kegugupan juga tiba-tiba saja menghamporinya karena keheningan yang tercipta.

"Jalan lagi, mau, nggak?" Alfi menoleh dengan tanpa ekspresi pada Aurel yang langung menatapnya.

"Eh, eng ...," Aurel menggigit bibir bingung harus menjawab apa. Tentu saja ia akan mengiyakan ajakan itu, tetapi rasanya aneh kali ia langsung menjawab dengan cepat. "Boleh, Kak."

"Oke, lusa, gue jemput jam lima," kata Alfi. Ia lantas beridiri dan keluar dari ruang teater tanpa pamit pada cewek itu.

Kak Alfi kenapa, sih?

🐛🐛🐛

Hola!
Nah kan aku lebih sering update wkwk. Iya karena aku masukkin cerita ini buat Quote Tracking-nya BSWClub💓
Seneng bet weh bisa teratur dan cepet updatenya, feel nulis cerita ini juga kembali dan muncul mulu bikin w gak sabar pen nyelesaiinnya😭
Terima kasihhh BSWClub
Aku jadi makin produktif!🙌
Btw ini abis nulis langsung dipublish ya jadinya belum sempet diedit wkwk😂
Jan lupa vomment gengs!
Tencuuu😘

12 Mei 2020
~zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro