✴️ 3 : Hadiah Sang Ratu - 4 ✴️
Barangkali ini kebiasaan yang aku terapkan pada setiap Guardian, saat kami melangkah bersama, kupastikan kami selalu berdampingan. Namun, karena tubuh mereka lebih besar dariku, aku merasa lebih aman bernaung di bawah bayangan mereka. Seperti itulah yang aku lakukan bersama Robert saat ini. Tangan para Guardian selalu begitu besar dibandingkan punyaku, sehingga ketika bergandengan semua jariku tetap tidak sanggup meraih seluruh tangan mereka. Selagi melangkah, pandangan Robert lurus ke depan, sesekali pandangan kami bertemu tanpa reaksi, memastikan tidak terpisah barang sesaat.
Langkah kami tertuju pada kapel, tempat yang bernuansa paling tenang di kota Anamsel sejauh ini, walau hanya sedikit tempat yang aku kunjungi di kota. Jumlah orang yang keluar masuk dari kapel masih terbilang sedikit, menambah kesan keheningan yang mendukung aura ketenangan yang dipancarkan. Para petugasnya ramah, apalagi mereka yang sering menerima barang berian dari Robert tadi, semua mengenakan pakaian biru seperti yang Robert kenakan, aku kian yakin dia juga bagian dari mereka. Aku belum bertanya apa yang sebenarnya Robert berikan kepada mereka, sepertinya menarik.
Selagi aku memandang langit-langit kapel yang begitu bersih hingga memantulkan bayangan di bawah, kudengar seruan dari Robert. "Levi! Sini!"
Langsung saja aku berlari ke arahnya. Dia berdiri menghadap pria yang pernah menyebutku pendek secara halus. Aku tidak begitu tersinggung walau mungkin ada muncul perasaan teriris di hati kala mendengarnya. Dia mungkin hanya prihatin akan kondisiku. Pria itu memiliki tatapan lembut, seperti tatapan yang kukenal, aku meyakini satu hal tentang dirinya. Namun, melihat Robert tidak tampak ingin mengeluarkan kebenaran siapa pria itu, aku memilih untuk tetap diam, membiarkan kalungku tetap bersinar selagi aku berdiri di antara Robert dan dia.
"Ini anak yang kumaksud," ujar Robert, bertingkah seakan bicara kepada orang yang belum mengetahui siapa kami. Dia memegang bahuku. "Jika semua ini selesai, akan kubawa dia pergi. Ini bukan tempatnya."
Anamsel bukan tempatku? Padahal selama ini aku baik-baik saja, selain soal panti iblis maupun makhluk sihir yang menghantui tempat ini. Anak sebayaku menerima aku menjadi bagian dari mereka, guru-guru pun juga seru dan pelajaran di sekolah belum pernah lebih menyenangkan dari itu. Pengalaman hidup di sini sedikit lebih baik dibanding saat aku masih di panti, jauh sebelum pertemuanku dengan para Guardian. Bisa dibilang, diri ini sudah betah. Kukira kami akan tinggal di Anamsel dalam waktu yang begitu lama, paling tidak beberapa tahun. Namun, sepertinya Robert ada rencana lain.
Pria itu menatapku sekilas, matanya yang kelabu memantulkan wajahku dengan lembut. Bisa kutebak, hanya dia memiliki sorot mata paling teduh di antara pria yang kukenal. Dia kembali memandang lawan bicaranya. "Aku mengerti, tapi kamu tidak berniat membiarkannya lulus sekolah dasar dulu? Tidak begitu mudah menerima murid kalau asal usulnya amat beragam begitu. Paling tidak, tunggu dia naik kelas dulu, dapatkan buku laporan kegiatan selama di kelas, baru kamu bisa membawanya ke sekolah lain."
"Itu yang kami maksud," sahut Robert, tanpa menunjukkan ekspresi apa pun sembari terus membalas tatapan lembut lawan bicaranya.
Pria itu memejamkan mata, seakan berpikir sejenak sebelum kembali memandang Robert. "Kami? Kamu bicara seakan melupakan seseorang." Nah, dia bicara soal dirinya. Aku sendiri sudah menebak dia bagian dari itu dan sepatutnya disebutkan juga.
Bukannya mengoreksi, Robert kembali melanjutkan kalimatnya tadi. "Sebentar lagi libur musim dingin, aku berencana akan mengajaknya berkeliling."
Mendengar ajakan untuk berkeliling, aku refleks menyahut. "Ke mana?" Ini terdengar menarik.
Sayangnya, Robert tidak menjawab, malahan membahas hal lain seakan tidak mendengarku. "Dia sudah berhari-hari terkurung di panti itu. Aku sebenarnya skeptis, mereka sudah pasti mengenali baunya. Aku tidak ingin mereka tahu keberadaannya, tapi kau memaksa ingin dia tetap di sini, dia seolah jadi pancingan."
"Bukan begitu, Thomson," ucap temannya dengan lembut, keningnya berkerut tapi sorot matanya masih lembut memandang temannya. "Aku tahu dia tidak akan menerkam putra kita–anak itu. Kalian berdua sudah saling berjanji untuk tidak berurusan lagi setelah ini, bukan?"
Apa dia baru saja hampir menyebut kata itu? Meski sedikit menebak dia akan berujar demikian, hati sedikit berdebar mendapat pengakuan dari yang lain, tidak sebatas dari kertas saja melainkan juga di hati. Aku seperti anak mereka, barangkali Kyara juga dianggap demikian.
"Kau mudah percaya orang lain, macam anak kecil saat ditawari permen," komentar Robert dengan tatapan tajam, raut wajahnya mengeras tanda suasana hati telah berubah.
"Panti itu bukan resmi dari pemerintah kita," sahut temannya. "Sementara kapel ini dari pemerintah untuk rakyat, bergerak demi rakyat pula. Mereka tidak dapat ikut campur. Selama Levi di bawah lindungan kapel ini, terjamin sudah hidupnya."
"Aku sering bermasalah dengan makhluk itu." Robert berucap dengan nada ketus. "Apalagi saat tahu dia nyaris membunuh Levi."
Jadi, itu sosok yang waktu itu membuat Nemesis berteriak? Malam itu, aku masih dalam kondisi setengah sadar, wajah Nemesis saja begitu samar di balik kegelapan malam. Hanya dapat kukenal dari suaranya. Tidak tahu pasti apa kepada siapa dia teriak dan mengapa. Apakah yang dia kejar itu Bibi? Seingatku hanya dia sosok lain yang kulihat setelah siuman, itu saja dia mengaku kalau aku dibawa oleh Robert atau... Alexei cara dia memanggilnya.
"Dia tidak akan sampai ke sini," ujar temannya, masih mempertahankan aura lembut dari setiap tutur katanya. "Dalam setiap tarikan napasku, aku jamin hidup Levi."
Benar, teman Robert di depanku saat ini juga seorang seperti dirinya. Kalungku bersinar saat berdiri di antara mereka, tapi aku tahu persis kalimat yang akan diucapkan seorang pelindung–dia akan memastikan aku aman selagi nyawa masih di raga.
"Selama aku masih bernapas, tidak akan ada yang berani menyentuhnya." Matanya yang kelabu memantulkan bayangan Robert. Tatapan mereka beradu dalam keheningan. Dia melanjutkan, kali ini dengan kata yang sedikit ditekankan, walau di saat yang sama dia pelankan suara seakan hanya ingin aku dan Robert dapat mendengar. "Karena aku Guardian juga."
Kejutan mini di akhir bab, sebenarnya harusnya udah ketahuan sih ehe. Udah tebak ini Guardian mana? Tepatnya zodiak mana? Sebenarnya ini cuma tebak-tebak uwaw tanpa hadiah sih. Kalau sudah lama kenal sama para Guardian, kalian sepertinya udah pada ngeh kan siapa 'Guardian Baru' ini? Yah, nantikan saja di bab berikutnya, ehe!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro