✴️ 2 : Rumah Baru - 7 ✴️
"Jika kau mau ikut, sebaiknya tutupi hidungmu." Robert menyarankan saat sang tuan rumah menawarkan diri untuk memandu jalan.
Pria itu tidak tampak keberatan, harusnya dia sudah menebak karena sedari awal kami tampak memakai pelindung hidung, membuat kami tampak asing di antara warga. Namun, setidaknya mereka mengenal ciri Robert. Tentu saja ketika masuk ke rumah pria itu, kami segera melepasnya dan akan memasangnya kembali saat keluar.
Pria itu kembali dengan mengenakan selembar kain melindungi sebagian wajahnya dan kami pun memulai misi. Dia berdiri depan pintu, memegang gagangnya. Tatapannya tertuju padaku. "Kamu yakin mau bawa putramu?" tanya pria itu.
"Dia tidak boleh jauh dariku," jawab Robert. "Dia juga cukup patuh, tidak sulit membawanya ke mana saja."
Aku sedikit tersanjung mendengarnya.
"Ya, sudah. Ikuti kami, aku yakin makhluk itu masih di sana." Pria itu mulai membuka pintu, memperlihatkan suasana desa yang masih hening. "Aku tahu, dia begitu berat dan gemuk, kurasa akan sedikit sulit hanya dengan memanahnya saja."
"Aku sudah tahu caranya." Robert menanggapi.
"Benarkah?" Pria itu menyahut.
Robert mengiakan, tapi tidak menjelaskan cara yang dimaksud.
Rupanya kami diajak masuk ke dalam Hutan Senkrad yang dipenuhi dengan pepohonan gelap bersama hawa dingin menusuk hingga ke tulang. Tanganku masih berpegangan pada Robert, sementara pria itu memimpin jalan sambil menoleh ke kiri dan kanan guna memastikan perjalanan kami tetap aman.
Dia lalu berhenti. "Aku yakin dia ada di sekitar rawa dekat sini."
Robert menatap sekeliling, begitu juga denganku. Suasana hutan begitu sunyi, bahkan aku dapat mendengar napasku sendiri. Namun, tidak ada tanda atau bunyi dari makhluk menyerupai kerbau yang selama ini ditunggu. Memang bau lumpur bercampur padu dengan aroma hijau di sekitar sini, tapi bagiku yang belum pernah berjumpa langsung dengan seekor kerbau, suasana saat ini belum kentara bagiku. Aku melirik Robert, berharap dia segera memberitahu kami apa yang dia tangkap dalam suasana penuh keheningan ini.
"Dia sepertinya tidur," ujar pria itu.
"Tahu dari mana?" Robert tidak bergerak, tangannya masih menggenggam jari-jariku.
"Entahlah, padahal kemarin ada dekat sini. Harusnya sudah tercium bau busuk." Dia menatap sekeliling. Berputar selama beberapa detik dan tampaknya sia-sia karena begitu dia kembali, hanya gelengan yang kami terima. "Aneh, dia seakan tahu kalian di sini."
"Dia mungkin sedang beristirahat seperti katamu tadi," tanggap Robert. "Walau tidak menutup kemungkinan dia sedang berburu mangsa."
"Jangan sampai dia masuk ke desa!" Pria itu memegang kedua bahu Robert, menatapnya tajam. "Kau sebaiknya segera memasang perangkap atau kita semua akan mati konyol di sini!"
Dari dahinya yang berkerut, dapat kutebak jika Robert tidak senang akan reaksi tadi. "Akan kulakukan, tapi aku yakin kalian tidak akan mendengar pantangan dariku."
Tangan kami masih berpegangan, sementara Robert gunakan sebelah tangannya itu untuk menyingkirkan genggaman pada bahunya. Kudengar dia mendengkus, tanda sentuhan tadi tidak membuatnya nyaman. Belum lagi bagian bajunya segera dia kibas pelan, seakan sentuhan tadi telah menyisakan jejak kotor pada bajunya.
Pria itu, untungnya, tidak menunjukkan kalau dia tersinggung. "Apa gerangan?" Dia tentu penasaran.
"Jangan keluar rumah setelah matahari terbenam. Jika mendengar suara aneh dari luar, abaikan saja. Bila mencium bau busuk, tutupi hidungmu. Tutup pintu dan jendela rumah, jangan sampai makhluk itu melihatmu. Kalau sampai masuk ke rumah warga, makhluk itu tidak akan melepas mangsa begitu saja. Kamu pasti sudah paham bagian ini." Robert menjelaskan begitu lugasnya seakan sudah menghafal semua kalimat itu sejak awal.
"Apa maksudmu yang terakhir? Jangan sampai masuk ke rumah warga? Lantas, bagaimana orang itu bisa selamat?" balasnya.
Robert memandangi sekitar sejenak, seakan sedang mengawasi sesuatu. "Jika dia sudah menemukan mangsanya, dia tidak akan melepas selama mangsa itu masih berada di wilayah ini."
"Berarti apa?" tanya pria itu. "Apa ada cara agar kami selamat?"
"Ada dua pilihan, teleportasi menggunakan sihir atau pasrah menerima nasib." Robert menunjuk dua jari telunjuk dan tengah miliknya.
Pria itu tertegun sebelum akhirnya bertanya lagi. "Tidak ada cara lain? Kamu tidak bisa membunuh kerbau itu langsung?"
"Sudah kutebak kau bakal bilang begitu." Robert berpaling seakan enggan menatapnya. Tangannya masih menggenggamku dengan erat. "Itu bukan kerbau biasa, nyawa kalian tergantung pada keputusan kalian juga."
"Kau tidak berniat membantu?" Pria itu meninggikan nadanya, terkesan tersinggung. "Kamu punya satu tugas, tahu. Cobalah sedikit membantu!"
"Bukannya tadi sudah kusampaikan?" sahut Robert, dia menatap tajam lawan bicaranya. "Kalian sanggup dengan pantangan tadi?"
Butuh waktu beberapa saat baginya untuk menjawab. "Baik, kami bersedia."
***
Sepulangnya kami dari Hutan Senkrad, pantangan pun segera disampaikan. Tidak seperti dugaanku, para warga hanya diam dan mengiakan, berbeda dengan reaksi pria tadi. Barangkali bepergian pada malam hari bukan suatu hal yang biasa mereka lakukan. Sebenarnya "pantangan" dari Robert bukan suatu yang sulit, maksudku setiap rumah memang harus selalu terkunci dan kurangi perjalanan pada tengah kegelapan malam. Tidak ada yang bisa menjamin keamanan pada siang, apalagi setelah itu.
Sepanjang siang, aku menemani Robert menyirami sebagian tanah dengan air racikan darinya, itu bekal yang dia bawa di tas tadi. Aku pun membantu menuangkan beberapa air ke tanah dan diberi jarak beberapa meter. Baunya begitu harum layaknya pewangi, walau terkadang begitu tajam hingga membuatku bersin. Pulangnya, Robert diizinkan menginap di rumah pria tadi selama misi perburuan kerbau itu. Aku, atas kehendak Robert, disuruh tidur sekamar bersamanya dengan ranjang terpisah.
"Dia tidak boleh jauh dariku." Begitulah alasan Robert. Tentu saja, pemilik rumah sekaligus pemandu kami tadi tidak menganggap itu suatu hal yang aneh. Kami terlihat layaknya seorang ayah dan anak.
Selama di kamar, aku duduk diam di kasur sedangkan Robert tengah sibuk merenung di kasur sebelah, diam memandangi jendela yang belum tertutup gorden. Kami telah melepas kain tadi sehingga seluruh bau bisa tercium dengan jelas. Perpaduan bau antara tanah dan sedikit debu menyatu, membuatku sesekali menggaruk hidung yang gatal. Tanda kamar tamu ini sudah lama tidak didiami apalagi dirawat. Aku yakin pelindungku sedikit kesal akan perlakuan ini sampai berdiam diri begitu lama, tampak tenggelam dalam dunianya, tidak menanggapi keadaan sekitar. Dia bahkan tidak menyahut panggilanku, tapi aku yakin karena saat itu aku memanggil dengan nada yang begitu rendah layaknya bisikan. Namun, suara langkah kaki dari luar yang begitu keras tidak digubris. Entah apa yang dia pikirkan, sepertinya suatu rencana yang telah lama disusun.
"Pangeran." Pada akhirnya, dia bicara.
Aku menyahut.
"Kau menciumnya?" tanyanya.
Mendengarnya, hidungku segera mencari bau yang cukup janggal untuk diperhatikan. Namun, aku hanya mencium bau udara malam yang masuk ke kamar. "Tidak."
Robert membuka gorden untuk mengintip keadaan luar. "Aku mencium bau busuk. Dia sepertinya tahu kita di sini."
Sekujur tubuhku terasa dingin. "Aku ... sedikit takut." Belum pernah aku berhadapan dengan kerbau, terlebih yang beracun.
"Jangan keluar dari sini, itu saja," pesan Robert, masih terdengar tenang sembari memandang luar jendela, dia tutup lagi dengan gorden. "Abaikan setiap suara."
"Apa dia bisa meniru suara?" tanyaku. Ingatanku kembali pada rubah putih yang dulu pernah menyeru namaku.
"Tidak. Dia bodoh seperti binatang lainnya. Hanya saja, kalau dia melihatmu, dia tidak akan melepas mangsanya. Sudah berapa kali aku ucapkan itu?" Robert mengucapkan dengan nada kesal, mulai jemu dengan ucapannya sendiri.
"Aku mengerti," ujarku dengan niat agar suasana hatinya membaik. "Apa aman tidur sekarang?"
"Tidurlah. Aku juga mengantuk." Dia langsung saja berbaring dan menyelimuti diri.
Aku pun melakukan hal yang sama dan mulai memejamkan mata. "Selamat malam, Robert."
"Malam." Hanya itu balasannya.
***
Rasa haus membuatku terbangun. Bulan tampak begitu terang malam ini. Entah kenapa mengingatkanku pada waktu ketika Nemesis pertama kali bersamaku. Dia lindungi kami dari gigitan nyamuk, tapi aku belum bisa menerka guna lain dari bau wangi ini. Begitu menyengat dan untung saja aku tidak bersin lagi. Tercium bau busuk begitu menyengat dibaluti dengan aroma bunga campuran lavender serta tanah pada malam hari. Aku menelan ludah, tenggorokan terasa kering dan rasanya tidak nyaman kalau dibiarkan. Namun, apa aku bisa keluar dari kamar? Memang benar tidak boleh keluar rumah, tapi hitungannya aku masih di dalam rumah.
Sebaiknya aku ditemani.
Kutengok Robert yang masih terlelap. Sebenarnya aku ingin ditemani ke bawah karena di kamar kami tidak disediakan makan atau minum sama sekali. Kecuali saat pemilik rumah memberikan sepiring waktu itu sebelum akhirnya dikembalikan lagi. Namun, begitu mulut ini terbuka ingin menyebut namanya, aku mulai ragu, takut kalau dia marah. Mau tidak mau harus keluar sendirian.
Kubuka pintu dengan pelan agar tidak mengganggu penghuni rumah. Begitu keluar, aku menyusuri seisi rumah guna mencari sumber air. Aneh sekali, berbeda dengan kamar kami, jendela rumah masih memperlihatkan suasana luar, tidak tertutup gorden seperti yang Robert katakan. Jika dia keluar sore itu, barangkali akan dia tegur.
Langkahku terhenti begitu melihat teko yang airnya sudah mulai mendingin. Aku dekati meja dan meraih gelas lalu menuangkan air.
Bau busuk itu kian menyengat.
Aku menegak air dan berbalik untuk kembali. Kepalaku menoleh ke jendela yang memperlihatkan suasana luar, sekadar memastikan.
Mata merah tengah menatap diriku.
Betul sekali, sudah biasa di awal arc seri ini akan diperlihatkan gaya para Guardian dalam menghadapi makhluk-makhluk di dunianya, yah, biar kelihatan ciri khasnya aja sih sedikit.
Oh ya, kalian sadar kan, kalau Khidir dan Kyara sama-sama hijau, sementara Robert dan Remi sama-sama coklat. Nah, itu sudah ada orang yang bahas lewat chat doang sih, berteori. Kutebak kalian dah tahu isi teorinya wkwkwk Yah, untuk sementara kembali kepada kepercayaan masing-masing dulu.
Berhubung ini arc masih awal, jadi bakal banyak hal anu terjadi. Jadi, tunggu saja di bab berikutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro