✴️ 2 : Rumah Baru - 1 ✴️
« Farees Suryanta »
"Di mana Azeeza?" Pria itu bertanya. Entah kenapa posisiku saat ini justru tengah memeluk pinggangnya. Dapat kulihat sekilas wajahnya meski sangat samar. Dia memiliki rambut seperti perpaduan jingga dan merah jambu pendek. Secara fisik, tentu saja, dia jauh lebih tinggi dariku. Pria itu bertanya pada seseorang, tapi aku tidak melihat siapa mengingat pandanganku saat ini hanya fokus ke lantai putih berlapis sesuatu yang lembut layaknya kapas.
"Mohon maaf, Yang Mulia. Dia sepertinya sedang sibuk bersama el-Khalifa," balas orang itu.
El-Khalifa ... Sepertinya aku kenal nama itu. Oh, si naga?
Aneh, semua terasa seperti di dunia lain yang telah lama tak dijumpa, layaknya menemukan kepingan dalam masa lalu yang telah terkubur. Aku ingin menyentuh diri sendiri, memastikan kalau kesadaranku telah penuh pada situasi ini. Namun, mataku hanya menangkap diriku berdiri diam di sisi pria tadi.
"Begitu?" sahut pria yang kuyakini sebagai seorang raja, dilihat dari pakaiannya yang megah membuatnya tampak mencolok dibandingkan lawan bicaranya. "Sayang sekali, padahal sebentar lagi salah satu Guardian pulang dari tugas panjangnya. Dia seharusnya menyambut pengasuhnya."
"Kami bisa turun ke Dunia Bawah dan membawanya kembali," tawar lawan bicaranya.
"Tidak perlu," balas sang raja. "Cukup aku dan Farees yang menyambutnya kali ini. Toh, dia belum pernah bertatap muka dengan Guardian-nya."
Guardian baru berarti? Siapa gerangan? Aku melepas pelukan, untungnya raga ini memilih untuk mengamati sekitar agar aku bisa mengamati sekeliling. Semua terdiri dari campuran warna putih dan biru, menciptakan ilusi layaknya berada di tengah awan dan langit, atau memang benar kami berada persis di sana. Kuanggap tempat ini selayaknya istana hanya karena ruangnya yang luas tanpa terlihat adanya dinding sekali pun. Sungguh aneh, bagaimana cara membedakan batas setiap ruang kalau konsepnya saja seperti berdiri di tengah kabut pekat?
Kulihat pandanganku beralih ke bagian tanganku, perlahan mulai menggaruk bagian samping rambut. Terlihat helaian rambut biru depan mata, tanda saat ini aku seakan berada di raga orang lain, atau justru inilah diriku sendiri. Dari tinggi badan, sepertinya tidak beda jauh dari keadaanku seperti biasa. Pria dewasa di samping saja masih terlihat tinggi layaknya semua orang dewasa yang kuingat.
Mataku kembali menatap kedua pria di depan. Pria yang kutebak sebagai utusan itu pamit dan meninggalkanku bersama sang raja. Kutebak pula jika raja itu mungkin saja ayahku. Berarti–
"Ayo, Farees, mari kita sambut Guardian-mu." Raja itu mulai melangkah.
Aku ikuti arah langkahnya, tanganku terlihat tengah mengandengnya pertanda dia sosok yang pantas aku percayai. Yah, kutebak dia sepertinya ayah kandungku di masa lalu, meski secara fisik tampak berbeda pada bagian rambut, entah dengan penampilan lain seperti bentuk wajah. Namun, rupa saja tampak begitu samar seakan ada kabut tipis menutupi pandanganku saat melihatnya.
Sepanjang jalan pun kulihat raga ini hanya diam dan terus mengikuti langkah sang ayah tanpa ragu.
Namun, tanpa diduga pria itu mengangkatku pada dekapannya dan tersenyum. "Kamu mungkin masih terlalu kecil untuk memahami ini, tapi Ayah telah mengutus semua orang baik untuk melindungi kalian." Dia mencubit pelan hidungku tanda gemas.
Kulihat diriku terkikik pelan, bahkan suasana hatiku saat ini terasa hangat dengan sikapnya.
Dia terus melangkah sambil menggendongku, tampak menuju area tempat penyambutan Guardian itu. Meski dia bilang ini sambutan, entah mengapa suasana dalam istana begitu sunyi. Barangkali sambutan sederhana tanpa perayaan. Rasanya menyedihkan kalau seseorang yang telah lama pergi hanya kembali tanpa diberi kemeriahan.
Ayahku berhenti, tapi tetap menggendongku. Dari jauh terlihat bayangan seseorang mendekat. Dia mengenakan pakaian tebal berlapis-lapis seakan baru saja pulang dari daerah dingin. Sebagian badannya telah dibaluti kain tebal dengan beledu di leher, sementara kaki hanya dipasangi sepatu hitam yang menutupi hingga pahanya. Pakaian itu membuat tubuhnya tampak besar lagi misterius, aku kian penasaran siapa gerangan dia selain sebagai Guardian-ku.
Kulihat ragaku saat ini mulai mengangkat kedua tangan sebagai bentuk sambutan. Terdengar dengan antusias untuk kali pertama kudengar suaraku sendiri dari kehidupan lain. "Selamat datang di Shan, Guardian-ku!" sambutku.
Dia menatapku tanpa sepatah kata, matanya memang bergerak mengamati wujudku dari ujung rambut sampai kaki. Namun, dia langsung mengalihkan pandangan setelahnya seakan tidak mendengar sapaan dariku.
Aku kebingungan. Biasanya seseorang akan membalas sapaan. Apa ini cara dia membalas sapaanku? Aku memutuskan untuk terus mengamati pria itu.
Kulihat tatapannya berhenti dan dia mulai menatap sang raja. Mereka berbincang sejenak sebelum akhirnya pria misterius itu pergi.
Ayahku mengalihkan pandangan padaku begitu dia melangkah. Aku yang masih di pelukannya, langsung saja bertanya. "Ayah, siapa dia?" Itu adalah diriku di mimpi, tanpa pengaruh langsung dariku yang sekarang.
"Dia Kanaan Asafa, dia baru saja pulang dari tugas ekspedisi ke wilayah yang baru kami temukan," terang ayahku. "Dia memang sedikit pemalu, jadi kamu sering-seringlah bicara padanya."
Kulihat bayangan sosok sang Guardian, dia melangkah pelan menyusuri istana ini yang kuyakini memang benar terbuat dari awan. Pakaiannya tampak telah melindunginya dari terpaan angin walau di sisi lain tampak telah memperlambat langkahnya. Dia terus berjalan, semakin jauh hingga lenyap ditelan awan.
***
« Remi »
Mataku terbuka lebar. Cahaya rembulan menyambut bersama pancaran sinar kalungku yang begitu terang. Mimpi itu ... jelas suatu ingatan yang selama ini kucari.
Shan, negeri yang telah lama runtuh. Akulah salah satu penerus takhtanya bersama Kyara. Namun, itu tidak menjawab pertanyaan bagaimana bisa kerajaan di atas awan itu runtuh. Mengapa gerangan?
Lebih anehnya lagi, aku merasakan sentuhan lembut pada diriku. Begitu duduk, kulihat sebuah boneka kelinci dengan ukuran yang cukup besar bagiku tergeletak di samping. Boneka kelinci itu putih dan terlihat begitu gemuk hingga bentuknya tampak bulat. Meski sedikit heran akan kedatangannya yang mendadak, aku merasa tenang saat dia di sisiku meski hanya sebagai boneka. Semua ketakutan yang kualami selama beberapa waktu terakhir perlahan mereda.
Sambil mendekap boneka kelinci itu, aku mendongak dan mengamati cahaya bulan yang menuntunku ke dalam pikiran lain. Ya, ini masih malam, waktu aku seharusnya tidur, tapi bagi anak panti–
Jeritan beriringan seketika menggema dalam pikiranku. Membuatku teringat kembali akan kepanikan waktu itu. Ditambah ingatan akan pemandangan tubuh mereka tergeletak di depan mata tanpa menyahut panggilan dariku. Aku alihkan pandangan ke sekitar, hanya memperlihatkan pepohonan serta semak belukar. Di mana panti itu?
"Pangeran."
Aku terenyak mendengar suara itu, refleks mendekap erat boneka tadi yang kini tampak melindungi perut hingga dadaku. Meski sudah mengenali suara tadi, masih saja perasaan kaget dan gugup menyertai. Aku mengenalnya sebagai sosok yang ditunjuk langsung oleh kalungku dengan cahayanya. Ya, seorang pelindung.
Ketika arah pandanganku tertuju pada suaranya, dapat kulihat sosok itu di bawah sinar bulan, terlihat berlutut di depanku. Aku menunggu lanjutan kalimat darinya. Namun, dia diam saja.
Aku terkesan akan kemiripan kami. Dia sepertiku, tapi dalam wujud orang dewasa. Kami berdua memiliki rambut dan warna mata cokelat. Tampaknya kami sebangsa, sama halnya dengan Arsene, Gill, dan Nemesis.
Entah mengapa, ucapan dari Bibi tergiang kembali. Waktu ketika dia menceritakan tentang sosok yang menyelamatkanku dari hutan.
"Ia salah satu barista di sini, kami memanggilnya Thomson," ucap Bibi waktu itu. "Cukup mengejutkan kalau pria seperti dia berniat mengadopsi anak."
Lalu, aku tanyai dia. "Siapa Thomson?"
Bibi tersenyum. "Thomson adalah pria yang membawamu ke sini. Dia juga teman baikku."
Ketika kutanya bagaimana rupanya, Bibi menjawab jika dia itu pria yang tinggi, rambut dan mata cokelat sepertiku serta berkulit putih.
Berarti dia ...
"Kamu Thomson?" tanyaku, masih mendekap erat boneka kelinci itu.
"Ya, Pangeran."
Bab yang santai ya ges wkwkwk soalnya kemarin kan anu tuh secara iseng aku update tengah malam biar kalian pada tidur.
Nah, sekalian aku kasih info dikit. Aku ada akun Instagram btw kalo mau follow ya follow aja. Username aku itu simpel aja, @kiprangnovel
Sampai jumpa di bab berikutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro