Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

✴️ 1 : Panti - 5 ✴️

Malam itu aku bermimpi aneh. Aku melihat sekeliling diisi kegelapan, hanya cahaya dari kalungku yang menerangi meski tidak begitu membantu lantaran pandanganku masih tertutupi kegelapan seperti orang yang sedang tidur. Sayup-sayup, terdengar suara asing dari kejauhan. Seperti kumpulan orang dalam satu ruang yang sedang berdiskusi.

"Wah, akhirnya datang juga." Kudengar suara pria asing dari kejauhan. Tidak ada wujud, hanya suara dari mereka yang saling membalas.

"Kalian masih hidup rupanya." Kudengar suara seorang pria. Dia terdengar sinis alih-alih senang karena mungkin saja ini pertemuan bersama teman-temannya.

"Tidak usah sinis begitu, sudah berapa dekade kita tidak berkumpul di sini?" Terdengar suara Nemesis menyahut.

Berapa dekade? Tunggu, mereka bicara tentang apa? Bagaimana bisa mereka saling menyahut meski tidak jelas wujudnya? Aku melihat sekelilingku sekali lagi, tapi tidak ada yang terlihat. Hanya suara mereka dihiasi sinar kalungku yang berpendar lebih terang dari biasanya. Namun, tidak terlihat wujud satu pun Guardian seperti yang kuharapkan. Bulu kudukku meremang, merasakan angin menyapu halus tubuhku.

"Rusuh sekali. Tidak heran kenapa yang lain semakin tidak betah." Suara Arsene menyahuti, dia pun juga terdengar kesal.

"Papa!" seruku, berharap dia mendengar. Namun, hanya keheningan yang membalasku.

Kecemasan mulai menguasai, apa mereka sedang mencariku? Jika iya, harusnya mereka balas suaraku tadi. Namun, lagi-lagi hanya terdengar suara mereka saling menyahut. Mereka mungkin sebenarnya saling melihat, hanya saja ada sesuatu yang menutupi pandanganku. Padahal, aku ingin sekali menjumpai mereka, terlebih setelah sekian lama berpisah.

"Hei, hei! Sudah lama tidak berjumpa. Ayo, rayakan!" Kali ini, seorang pemuda terdengar antusias. Sepertinya dia lebih muda diantara teman-temannya. Barangkali seperti suara orang seumuran kakakku, Kyara.

Pertemuan apa ini? Jika benar para Guardian telah berkumpul, harusnya aku dan Kakak diundang juga. Namun, sepertinya aku harus terjebak dalam kegelapan dan hanya bisa menyimak.

"Hush! Putri sedang tidur. Sebaiknya kita bicarakan perihal lawan kita saat ini." Seseorang dari mereka menegur, terdengar lebih muda dibandingkan suara pemuda tadi. Mungkin saja dia seumuranku tapi sedikit lebih tua.

Kalau dari ucapannya barusan, sepertinya Kakak mungkin dalam posisi yang sama sepertiku, mungkin saja mereka mengira kami tertidur padahal dengan jelas mendengar suara mereka. Terlebih ada pertemuan ini terdengar cukup ricuh. Kutebak jumlah pesertanya sebanyak para Guardian itu sendiri. Barangkali saja, lantaran ada sejumlah suara yang kukenal betul.

"Baguslah. Apa kita perlu hajar sekarang?"

Tidak kusangka pemuda itu begitu semangat. Aku jadi teringat dengan Gill di detik sebelum dia ketakutan saat melihat wujud lawan yang harus dia hadapi. Terakhir kulihat dia berusaha mengejar Kakak saat tercekik oleh Zibaq. Barangkali sekarang semua keadaan mulai terkendali, kecuali situasiku di mana panti dalam keadaan kacau beberapa saat lalu.

"Woi, santai sedikit! Nanti mati konyol malah nangis." Terdengar suara pemuda lain mengejek.

"Astaga, rusuh sekali!" seru Nemesis, suaranya terdengar kesal.

Berarti benar dugaanku, ini pertemuan para Guardian. Namun, aku masih tidak mengerti bagaimana mereka saling bicara saat ini, apa seperti orang saling menyahut dari balik dinding kamar masing-masing? Jika benar, harusnya aku bisa mencoba mendekat dan turut serta dalam pertemuan ini.

Tunggu ...

Pertemuan macam apa ini? Jika benar ini pertemuan para Guardian, aku yakin itu masuk akal mengingat suara mereka terkesan saling kenal, malah seperti sudah lama tidak berjumpa. Lantas, jika kalungku bersinar jauh lebih terang dari sebelumnya saat ini, maka aku yakin ini ...

Kalungku sudah menjawabnya. Ini pertemuan para Guardians.

"Hei! Ini aku!" Aku berseru, berharap ada di antara mereka menyahut. Namun, tidak ada balasan, bahkan dari penghuni panti yang harusnya mendengar. Padahal aku yakin jika aku masih berada di dalam panti saat ini dan barangkali situasinya belum juga semakin tenang mengingat betapa kacaunya kejadian barusan.

"Hei, Putri sedang tidur!" Kudengar seruan seorang pemuda yang tadinya menegur. "Diam atau aku usir kalian dari sini!"

Dia menyebut soal Kakak. Sepertinya kami memang sengaja disuruh tidur sebelum pertemuan ini. Lantas, bagaimana bisa aku mendengar mereka? Aku mulai berpikir jika Kakak bisa jadi terbangun juga mengingat betapa berisiknya mereka.

"Astaga, sudah terlalu lama kita terpisah sampai lupa siapa dan siapa. Kalau yang dari tadi diam ini siapa?" Terdengar suara pria yang terkesan begitu ramah, meski aku tidak pernah mengenali suara itu, rasanya seperti dia ingin mengajak setiap pendengarnya untuk menyahuti ucapan dari dia.

"Aku yang dulu bernama Kaanan Asafa." Terdengar suara pria yang terkesan lebih tenang dibandingkan Guardian lainnya. Itu suara pria yang ingin mengadopsiku. Nadanya yang terkesan sedikit kaku dan keras membuatku seketika mengenalinya.

"Asafa? Ah, namamu dipakai Idris sekarang." Kudengar suara Khidir menyahuti. Dia sepertinya sudah aman setelah terakhir melawan Zibaq bersama putrinya saat di tengah Kakak diculik jin itu.

"Benarkah?" Pria tadi membalas.

"Ah, iya. Aku minta maaf tidak meminta izin dulu." Terdengar suara Idris.

Mereka semua ada sini, entah bagaimana. Namun, itu sudah cukup membuatku antusias. Sayang sekali, aku belum bisa melihat rupa mereka. Padahal, aku ingin segera berlari dan menyambut semua pelindungku, memberitahu jika aku senang bertemu kembali dengan mereka.

"Kalian diamlah," tegur pemuda yang sedari tadi hanya menegur. Barangkali dia yang bertugas mengatur pertemuan ini. Meski aku dapat menangkap sedikit kekesalan dari nada suaranya, dia terdengar masih tenang, barangkali berusaha menahan diri. "Kakek telah datang."

Seketika hening. Sepertinya kedatangannya itu ditunggu, aku yakin dialah tujuan utama pertemuan ini. Tidak ada yang berani bersuara, bahkan aku tidak mendengar pergerakan lagi setelahnya, tanda semua orang telah diam dan menunggu suara darinya. Tidak lama, terdengar suara yang memecah keheningan.

"Dia bukan ancaman terbesar bagi kita," ujar Tirta langsung pada intinya. "Namun, sebaiknya jauhkan dia dari Putri dan Pangeran. Karena dia penghalang bagi kita."

Mereka semua mengiakan. Tiada pertanyaan atau tanggapan lain selain itu. Padahal kukira bakal ada sedikit sanggahan, pertanyaan singkat untuk memperjelas perintahnya atau paling tidak mengiakan ucapan Tirta. Namun, semua orang di sana hanya diam seribu bahasa.

"Di mana Pangeran?" Tirta kembali bertanya.

"Dia tidur di rumahku, dijaga dengan baik," ujar pria yang bernama Kanaan Asafa itu.

Kenapa dia bilang rumahnya? Bukannya aku selama ini di panti? Apa yang terjadi saat serangan itu? Berbagai pertanyaan muncul dalam benakku, membuat aku kian penasaran sekaligus cemas akan apa yang terjadi di dunia sekelilingku.

"Untuk saat ini, kita tidak bisa sering bertemu secara langsung seperti ini," ujar Tirta. "Karena kita perlu mengecohnya."

Pertemuan langsung? Berarti para Guardian saling melihat satu sama lain saat ini, tapi tidak denganku. Lantas, kenapa pandanganku masih tertutup?

"Siapa yang bersedia?" Seorang pria buka suara, itu suara yang sama dengan pria ramah tadi. "Oh, gue aja. Boleh, enggak?"

Mereka tidak membalasnya. Padahal aku ingin sekali menjerit dan bilang padanya untuk berhati-hati lantaran Zibaq sudah berhasil mengalahkan kami sebelumnya. Dia tidak bisa bertindak sembrono seperti itu. Aku harus datang padanya dan bilang–

"Kamu tidak berubah sejak lama," komentar Tirta, tidak kusangka dia balas dengan setenang itu. "Berhati-hatilah. Karena Putri tanggungjawabmu untuk saat ini."

"Kalian ngapain, sih?" tanya pria pemberani itu.

"Mengecoh lawan," jawab si 'Kanaan Asafa' atau pria yang akan mengadopsiku.

Ada berapa lawan kami sebenarnya? Bukannya Zibaq saja?

"Jaga diri kalian dan jangan lupa tujuan kita," pesan Tirta. "Karena kita tidak akan gagal lagi."

Pada saat itulah, suasana kembali hening. Menyisakan aku yang terdiam dalam kegelapan dan kebingungan. Saat meraba dan merasakan sekitar, aku yakin tidak tidur di posisi ini, sudah pasti diriku sadar dan tahu betul apa yang telah terjadi. Mereka sedang merencanakan sesuatu, tapi aku tidak tahu apa itu.

Perlahan, mataku terbuka.

***

Aku mengatur napas, jantungku berdegup kencang. Mengingat kejadian barusan terdengar. Para pelindungku telah berkumpul, sedikit pertanyaan dariku terjawab sudah. Mereka yang tadinya kucemaskan kini sudah aman. Aku tidak perlu merasa takut atau bersedih terlalu lama. Kini, tinggal mengobati rasa rindu dengan menemui mereka langsung di lain kesempatan. Namun, di saat yang sama, semua ini menyisakan pertanyaan janggal.

Di mana aku sekarang?

Waduh, ini bab yang sama persis terjadi di pertengahan season sebelumnya, hayo masih pada ingat, nggak? Tentu saja, meski kejadiannya sama persis, ada sedikit perbedaan, yah meski dari segi narasi di mana sudut pandang Kyara dan Remi yang berbeda sedang menulis adegan yang sama. Memang tidak banyak perubahan, tapi setidaknya ada sedikit kukasih bagian perbedaan pola pikir dan cara setiap narator menanggapi situasinya.

Yah, tentu saja, Remi belum bertemu dengan Guardian yang menjaga Kyara cukup lama, juga sebaliknya, jadinya berbeda dikit pandangannya.

Waduh, ini bab cukup ngaret ya, cuma dialog doang isinya, tapi bodo amat ini novel isinya tentang orang-orang yang bisa bicara toh, makanya ada dialog 🗿

Sampai jumpa nanti!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro