Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EPILOG

Alex bergerak maju-mundur dengan gelisah di ruang tunggu.

Entah kenapa, untuk kali ini, dia tidak merasa tenang. Dia biasanya bisa membaenggakan kecenderungannya untuk tetap tenang di bawah tekanan; bagaimanapun juga, tekanan bukan masalahnya kali ini. Dan dia jelas tidak merasa tenang.

Pintu-pintu besar di depannya mengayun terbuka.

"Mister Warren?" kepala si resepsionis muncul dari balik pintu saat ia memanggil Alex. "Master Dee menginginkan kehadiran Anda sekarang."

"Terima kasih, Marie," kata Alex, mengangguk paham pada wanita muda itu. Marie mengangguk balik dan menghilang lagi ke dalam. Alex menegakkan dirinya, merapikan pakaiannya, dan berusaha berjalan ke arah pintu sepercaya diri yang dia bisa.

Dia menanti di depan.

"Masuk," kata suara John dari dalam.

Dia melangkah masuk dan mendapati dirinya berdiri di atas karpet biru yang mengarah langsung ke sebuah singgasana di ujung jauh ruangan. Dari berbagai hal yang mengintimidasi soal Griya Dhiyatri yang bisa Alex temukan, tidak ada yang semengerikan karpet biru dan singgasana itu.

Karpet ini sudah menyaksikan banyak hal.

Singgasana itu sudah menyaksikan lebih banyak lagi.

Orang yang duduk di singgasana itu sudah menyaksikan semuanya.

"Halo, Alex," kata John Dee dengan senyum brilian. "Masuk, masuk. Aku sudah menunggumu."

Alex mengangguk dan berjalan ke arah singgasana, berusaha menyeimbangkan level percaya diri dan kerendahan hati dalam penampilannya sebaik mungkin. Dia tidak bisa terlihat seperti kurang percaya diri; itu akan menyinggung John Dee dan mempermalukan klan Alchemists. Tetapi dia juga tidak bisa tampak terlalu percaya diri; kesombongan juga bisa membuat John Dee marah. Hal terakhir yang dia inginkan adalah menyinggung John Dee.

Tidak seorang pun menyinggung John Dee. Tidak seorang pun. Paling tidak, tidak seorang pun hidup cukup lama untuk menyinggungnya lagi.

Tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas. Dia berhenti di langkahnya yang keenam belas, persis tujuh langkah dari singgasana. Lalu dia tunduk sopan.

"Master Dee," katanya. "Saya di sini untuk melaporkan tentang katalis Alden Jackson, seperti yang telah diminta."

"Bagus sekali," jawab John Dee. "Tetapi pertama, aku perlu tahu apakah kau sudah mengikuti instruksiku, Alex. Apakah ada catatan tertulis laporan ini?"

"Tidak, Sir," jawab Alex. John mengangguk.

"Jelaskan."

"Sempat ada, saat saya berusaha mencari tahu apa yang salah dan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinannya, tetapi saya menghancurkan semuanya begitu berita dari Anda masuk soal Anda menginginkan tidak ada catatan tertulis, Sir."

"Bagus," kata John. "Sekarang ... laporannya."

Alex mengangguk. "Alden Jackson, nirklan, datang ke kediaman Warren sekitar jam dua-nol-empat siang ini dengan teman Wicce-nya Cora Maguire, yang sedang ditugasi untuk menjaganya, dan Emma Warren, yang memberi tahu pada saya bahwa Mr. Jackson direkomendasikan oleh John Dee untuk mencoba katalis. Kami lalu melanjutkan dengan perkenalan, dan Mr. Jackson menjelaskan kondisinya kepada saya. Dia menjelaskan bahwa Master Dee menyuruhnya untuk mencari Emma Warren dan mengatakan padanya bahwa dia telah diminta Master Dee untuk mencoba katalis. Mantra detektor kebohongan menemukan kejujuran penuh pada pihak Mr. Warren. Saya lalu melanjutkan dengan prosedur standar: meminta level jumlah yang dibutuhkan untuk stabilitas sihir, yang dijawab oleh Mr. Jackson dengan tiga belas, lalu mengaktifkan deret pengaman dan memandu Mr. Jackson—yang pada saat itu tengah di bawah pengaruh mantra pengamannya—ke Jangka Emas.

"Di lab, Mr. Jackson segera meminta katalisnya. Selama menunggu, Mr. Jackson bertanya tentang nama laboratorium; saya membawakan jawaban standar Paradise Lost dan William Blake. Lalu katalisnya selesai, dan Mr. Jackson meminumnya." Alex menghela napas. "Setelah kira-kira tiga puluh detik, Mr. Jackson menampakkan pertanda akan muntah. Saya berhasil mengambil sebuah keranjang tepat waktu dan dia muntah ke dalamnya; dari tampaknya, dia memuntahkan semua katalisnya. Kesimpulan sejauh ini menyatakan bahwa tubuh Mr. Jackson menolak katalisnya, tetapi untuk alasannya, saya masih belum tahu. Bagaimanapun juga, berdasarkan perasmaan alkimianya, logikanya mengarah ke satu hal—katalisnya tidak lebih sempurna dari Mr. Jackson. Itu laporannya, Master."

John Dee tersenyum. "Bagus sekali, Alex," katanya. "Sangat presisi. Kau tidak ketinggalan satu detail pun. Aku masih kagum pada memorimu itu. Tetapi kau benar. Kau belum tahu alasannya." Mata John Dee berkilat. "Bagaimana jika aku katakan bahwa kau akan segera tahu?"

Alex merasa seperti dia akan berjalan di atas tali yang sangat tipis dari titik itu. "Sir?"

John tertawa. "Oh, Alex, jangan cemas! Aku tidak akan menghukummu atau semacamnya! Aku hanya akan membantumu paham, Alex, kenapa tubuh Mr. Jackson menolak katalisnya."

Alex menelan ludah. "Ya, Sir, saya benar-benar heran."

John tersenyum. "Kau benar, Alex, saat kau mengatakan bahwa logikanya, Mr. Jackson lebih sempurna dari katalisnya. Aku tahu kau pasti sangat bingung, terutama karena dia meminum Level Tiga Belas. Level Tiga Belas! Apa kaubisa percaya itu? Belum ada seorang pun yang meminum level setinggi itu dan tetap hidup, apalagi tersempurnakan."

Alex mengangguk. "Saya juga awalnya tidak percaya, Sir, tetapi mantra detektor kebohongan menemukan bahwa dia jujur."

John mengangguk balik. "Karena dia memang jujur. Aku memang memintanya mencoba katalis itu. Aku memang memintanya mengambil Level Tiga Belas. Apa kautahu apa saja yang sudah dilakukannya yang membuatku memutuskan itu?"

Alex menggeleng. John melempar setabung reaksi cairan ke tempat kosong di antara singgasana dan Alex, dan begitu tabung itu pecah, cairan di dalamnya menyala dan mulai membentuk diri menjadi kode-kode—kode yang cuma seorang Alchemist yang tahu cara membacanya.

Alex membaca kode-kode itu. Dengan setiap kata yang lewat, dahinya mengernyit semakin dalam—hingga akhirnya dia mencapai akhir kode itu. Matanya melebar. "Mustahil," katanya. "Ini ... dia...."

"Aku tahu, Alex, aku tahu," kata John. "Dan ya, dia seorang telat mekar. Tetapi semua itu benar. Dia memang melakukan sebuah spektrosida raksasa di Rumah Budak, membersihkan tempat itu dari hantu selamanya. Dan dia melakukan itu tanpa pengalaman tentang sihir sama sekali. Lalu, saat dia bertemu dengan seekor roh pembunuh di Disaster—yang masih kuinvestigasi—dia tidak sengaja melakukan terraformasi pada Calamity."

"Yang berujung pada remaja-remaja yang diculik dari pesta tunggu Rumah Budak," lanjut Alex sambil menggumam. John mengangguk.

"Dan memulai Serbuan Monster secara umum, yang juga ditanganinya tanpa kesulitan berarti. Aku asumsikan kau bertemu dengannya sekali lagi setelah itu?"

"Ya," kata Alex. "Teman-temannya meminta saya membantu melindungi tubuhnya sementara dia melakukan proyeksi astral, dan dari berita rencana yang saya dengar, proyeksinya pergi ke dunia monster untuk melakukan mantra Paksagriya di sana untuk memaksa para monster kembali ke dunia mereka sendiri."

John mengangguk paham. "Bahkan tanpa tubuh berwujud, dia masih bisa melakukan Paksagriya dengan pengaruh yang cukup kuat untuk menarik semua monster dan kabut tadi kembali ke dunia monster. Itu cuma menambah lagi daftar potensinya—dan itu bahkan belum mencapai potensinya yang sesungguhnya."

Alex jelas tampak kaget. "Jadi katalisnya...?"

"Tidak sesempurna dia. Ya."

Alex menatap lagi kode-kode yang menyala di tanah. Seorang telat mekar? Melakukan semua hal itu? Semua ini sulit dupercaya. Terlalu sulit dipercaya, malah. Bahkan seorang baru mekar yang kuatnya tidak umum seharusnya tidak sekuat itu, apalagi seorang telat mekar.

Tapi spektrosida di Rumah Budak?

Terraformasi Calamity?

Paksagriya via proyeksi astral?

Dan semua itu bahkan tanpa pernah percaya sihir sebelum dia dipaksa masuk ke dunia ini?

Lelucon macam apa itu?

Macam yang bukan lelucon, sadar Alex. "Sir?"

"Ya?"

Alex membaca laporan itu lagi. Rasanya benar-benar seperti mimpi. "Dia itu apa?"

Master John Dee tersenyum penuh kemenangan, senyum khas yang dimilikinya setiap dia melakukan skakmat yang sempurna. Itu senyum yang selalu tersungging setiap dia memenangkan sebuah pertarungan, atau setiap klannya melakukan sesuatu yang luar biasa.

Itulah senyum yang membuat Alex sadar bahwa dia menanyakan pertanyaan yang tepat.

"Katakan padaku, Alex," mulai John Dee. "Apakah kaukenal dengan istilahGravedancer?"


TAMAT.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro