Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

My Last Day in 17

My Last Day in 17

By Kazaremegamine_

Ciel Phantomhive x Oc

“Ciel….”

Sebuah tangan terulur, menuju pipi yang kini mulai basah. Jarinya bergerak mengusap pipi lembut tersebut, bersamaan dengan suara parau yang kembali terdengar. 

“Aku … aku—“ 

“Sst.” Ia berdesis, memotong ucapan seorang gadis yang duduk di depannya. Diusapnya kembali pipi yang kini semakin basah. “Tidak perlu dipikirkan,” ucapnya lagi guna menenangkan gadis tersebut. 

Terlihat gadis itu menggeleng lemah, menolak setuju dengan apa yang diucapkan laki-laki di depannya. Kini, ia menunduk sembari memejamkan mata, membuat tetesan air mata jatuh terbawa gravitasi. 

“Kau tidak perlu memaksakan diri. Cukup jadi dirimu yang seperti biasa,” ujar Ciel yang masih menenangkan gadisnya. Tangannya kini naik menuju puncak kepala, mengusap rambut gadis itu dengan lembut. 

Suara isakan terdengar diikuti kepala gadis itu yang terangkat. Ditatapnya mata Ciel dalam-dalam dengan mata sembabnya. Ia merasakan keteduhan dalam manik safir tersebut, ia juga merasakan sesuatu memeluk hatinya dengan lembut. 

Nyaman dan menenangkan. 

 “Ta-Tapi ... aku tidak cukup baik sekarang,” ucap gadis itu dengan pandangan mata ke bawah. “A-Aku harus jadi dewasa, aku harus memperbaiki sikapku, a-aku juga harus jadi lebih baik,” lanjutnya yang masih sesenggukan.

Ciel sedikit menyipitkan matanya. Tidak suka. Ia tidak suka ketika melihat gadisnya dalam kondisi seperti ini, penuh oleh insekuritas dan ketidakpercayaan diri. Entah kenapa, hatinya bagaikan digores berulang-ulang. 

“Za, lihat aku,” ujar Ciel kembali. Ia meraih tangan gadisnya, digenggam erat tangan itu guna menyalurkan kehangatan dan kepercayaan. Ketika pandangan Za mulai mengarah padanya, ia pun melanjutkan ucapannya. “Hari ini atau esok tetaplah sama. Dirimu tetaplah dirimu. Jangan berubah sedikit pun. Kau hanya harus menjadi versi terbaik dari dirimu.”

Za masih menatap Ciel dengan pandangan yang hampir kosong. Ia ingin kembali menangis mengingat Ciel adalah seseorang yang jarang berucap panjang lebar. Namun, saat ia mengedipkan mata, air mata kembali turun tanpa bisa dikontrol. 

“Ba-Bagaimana jika aku tidak b-bisa?” Air mata masih mengalir ketika Za berucap. Tangannya dengan segera mengusap lelehan air mata tersebut, kemudian memusatkan atensinya kembali pada Ciel yang siap berucap.

“Usia hanyalah angka, bukan tolak ukur kedewasaan. Jika belum bisa hari ini, masih ada hari esok.” Sekali lagi, dengan lembut dan sabar Ciel berucap. “Jangan dijadikan beban, biarkan ini semua mengalir dengan sendirinya.”

Setelah Ciel berkata seperti itu, pundak Za kembali bergetar. Ciel merengkuh tubuh mungil gadisnya, mendekapnya erat-erat. Lalu, ia berbisik, “Sst, aku ada di sini. Ingat janji kita.” 

Za balas merengkuh Ciel, ia menumpahkan semua emosi dan perasaannya pada pundak laki-laki itu. Sementara Ciel hanya bisa mengelus punggung Za. “You did great, Za. Istirahat dulu, ya.”

Za hanya mengangguk. Perasaannya sudah membaik sekarang, walau bekas-bekas insekuritas masih melekat padanya. Kini, tangannya menggenggam erat tangan Ciel. Setelah ia diinstruksikan oleh Ciel, ia segera merebahkan dirinya di kasur. 

Ciel mengelus pelan kening gadisnya, kemudian mengecupnya singkat. “Sleep well, Milady. Have a nice dream.

~

Za mengedipkan matanya, ia melihat ke sekeliling yang masih gelap. Gadis itu juga merasakan matanya yang sangat berat. Atensinya teralihkan kala sebuah suara merambat di udara.

“Za?”

“Ciel?” Suara balasan itu terdengar serak, ia sedikit berdeham dan menoleh ke samping. “Pagi,” sapanya sembari tersenyum.

Za yang melihat Ciel sudah berpakaian rapi pun segera mengganti posisi menjadi duduk. Ia pun melayangkan sebuah pertanyaan, “Apa ada pertemuan?”

Ciel menggeleng pelan kemudian bangkit dari duduknya di tepi kasur. “Bersiap-siaplah. Aku akan menjemputmu kembali nanti,” kata Ciel dengan senyum yang amat tipis di wajahnya.

“Bersiap-siap? Kita akan ke mana?” tanya Za yang terlihat kebingungan.

“Ke bawah,” kata Ciel sebelum ia keluar dari ruangan tersebut.

“Nona, saya sudah menyiapkan gaun terbaik untuk Anda.” Za menoleh ke depan saat mendengar suara lain. Di sana ada Sebastian dengan senyum khasnya sedang menundukkan kepala. Sesaat kemudian, ia berjalan keluar mengikuti tuannya.

“Em, Nona. Saya yang akan membantu Nona bersiap-siap.” Za menoleh lagi ke depan dan mendapati seorang maid yang biasa ia jumpai juga ada di sini. Seharusnya ia tak perlu kaget lagi jika berada dalam kondisi seperti ini.

“Tolong, ya, Meyrin.”

~

Suara ketukan yang berulang terdengar. Dengan mengangkat ujung roknya, Za berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di sana ia mendapati Ciel yang telah rapi, sama seperti tadi. Laki-laki berstatus Earl itu mengulurkan tangannya yang sempat membuatnya Za terdiam. Jarang-jarang tunangannya itu bersikap manis seperti ini.

Tentu saja Za menerimanya dengan senang hati. Kini, mereka berdua berada di ruang makan. Di sana sudah terhidang berbagai kudapan ringan. Tentu saja yang paling banyak adalah kue cokelat, yang mana adalah favorit mereka berdua.

“Anda ingin teh jenis apa, Nona?” tanya Sebastian yang masih mempertahankan senyum khasnya.

Earl Grey,” jawab Za singkat.

Ciel dan Za kini menikmati kudapan pagi hari itu dengan tenang. Semua pelayan sudah kembali pada pekerjaannya masing-masing. Menyisakan hanya Ciel dan Za di ruangan tersebut.

“Za,” panggil Ciel. Posisi duduk mereka yang bersebelahan membuat mereka dapat berkomunikasi dengan mudah. Za hanya membalas dengan gumaman, karena ia sedang meneguk tehnya. Ciel pun melanjutkan, “Selamat ulang tahun.”

Kedua mata gadis di sebelahnya berkedip lucu, kemudian ia menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah Ciel. Senyuman mengembang tanpa dapat gadis itu kontrol. “Terima kasih,” balasnya yang masih tersenyum lebar.

Ciel merasa lega. Lega karena gadisnya bisa tersenyum kembali seperti biasa, juga lega karena yang semalam sudah tidak dipikirkan lagi oleh Za. Ia pun bangkit dari duduknya dan mendekati kursi yang diduduki Za, di sebelahnya.

“Za, aku … tidak tahu harus berkata apa. Tapi terima kasih sudah bertahan sejauh ini,” kata Ciel tepat di sebelah Za. Za hanya dapat memperhatikan Ciel dari samping, dengan kepala yang mendongak ke atas.  “Terima kasih karena sudah bersamaku selama ini, juga sudah menepati janjimu,” lanjutnya.

Tangan kiri laki-laki itu spontan naik menutupi mulutnya. Ia juga sedikit mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sekilas, Za dapat melihat perubahan warna pada wajah Ciel.  Wajahnya bersemu merah muda. Imut sekali!

Ciel berdeham saat Za mulai terkekeh. “Intinya, selamat ulang tahun ke delapan belas, Za.”

Za tersenyum, sampai-sampai matanya berbentuk seperti bulan sabit. “Terima kasih. Aku juga menyayangimu.” Ketika gadis itu lihat kembali, rona pada wajah Ciel semakin pekat. Lelaki itu hanya membalas dengan dehaman yang membuat Za terkekeh kembali.

“Sudah, hentikan,” ucap Ciel sembari mengusak Rambut Za hingga sedikit berantakan. Tentu saja Za tidak terima, ia pun menangkap tangan Ciel dan membawanya ke pipinya. Gadis itu menduselkan pipinya pada tangan Ciel kemudian mengecup telapaknya singkat yang langsung membuat Ciel menarik tangannya.

Za tertawa dan berucap, “Ciel tersipu.”

“Bukan,” balas Ciel sebelum berdeham dan menambahkan, “seharusnya aku yang seperti itu.”

Ia meraih tangan kanan Za mendekati wajahnya sembari ia berlutut. Dapat Za rasakan napas hangat Ciel yang mengenai punggung tangannya. “Terima kasih untuk segalanya, aku bersyukur bisa bertemu dengan dirimu. Jangan pernah meragukan dirimu, jangan menganggap rendah dirimu. You’re very meant to me. I love you.” Ciel berucap panjang lebar yang kini membuat pipi Za memanas. Walau pada kalimat terakhir, suaranya teredam karena Ciel yang mengecup tangan gadisnya.

Kondisi wajah mereka tak jauh berbeda sekarang. Rona yang bersemu di wajah masing-masing dapat menunjukkan bagaimana perasaan mereka saat ini. Za juga merasa sangat beruntung bisa bersama Ciel selama ini. Ciel juga dapat memegang janji seperti dirinya. Janji yang sama, satu sama lain.
 
“Aku berjanji akan selalu berada di sisimu, apapun yang terjadi. Sampai kapanpun waktu berjalan.”

F  i  n

©2021, Megamine Kazare

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro