Lukisan
Judul : Lukisan
Fandom & credit : Boboiboy, Animonsta
Pair : Boboiboy Ice × Reader's
Story' copyright : NathaliaAdelle
.
"Ice!"
Teriakan dari ruang tengah memanggil si hibernasi yang berada di kamarnya.
Duk! Duk!
Suara tapak kaki menuruni tangga terdengar setelah teriakan itu, sesosok laki-laki dengan jaket hoodie dan topi biru bercorak es terlihat di sana.
"Ada apa, kak Gem?" tanyanya dengan malas.
Boboiboy Gempa berkacak pinggang, mata emasnya menatap adik keduanya dengan kesal.
"Kau sedang apa sampai tidak keluar kamar sedari pagi?" tanya balik Gempa.
"Melukis." Ice menjawab sesingkatnya sembari mengangkat kuas yang berada di genggaman tangan kanannya.
"Melukis? Sejak kapan kau suka melukis, Ice?"
"Sekitar sebulan lalu."
Gempa sedikit mengernyit dahi, merasa aneh dengan Ice. Ia bahkan tidak tahu jika adiknya menyukai seni, terutama di melukis.
"Sebulan lalu?" ulang Gempa dibalas anggukan singkat darinya. "Apa yang lain mengetahui kesukaanmu?"
Ice menggeleng singkat pertanda belum ada yang tahu, "Hanya kak Gem yang tahu, lagipula ini hobi baruku."
Gempa mengangguk paham, senyuman tipis mulai terbit di wajah tampannya, sorot mata pun berubah menjadi hangat. Tangan kanan terulur, menyentuh topi yang tertutupi tudung hoodie milik Ice lalu mengusapnya perlahan.
"Aku suka dengan hobi barumu," pujinya.
"Terima kasih, kak."
"Sama-sama, kalau begitu, aku pergi dulu. Sudah waktunya untuk menjaga kedai tok Aba." Gempa menarik tangannya yang berada di kepala Ice, berpamitan lalu berjalan keluar rumah.
Kriet!
Ceklik!
Pintu rumah tertutup rapat dan Ice masih berada di ruang tengah. Mata aquamarine-nya menatap sekitar ruangan tengah seakan mencari keberadaan penghuni lain, telinganya pun demikian, mendengar setiap suara yang berada di sekitarnya.
Merasa tidak ada suara maupun orang, ia mengambil kesimpulan kalau dirinya berada di rumah sendirian, saudara-saudaranya berada di luar entah apa yang mereka lakukan. Laki-laki bertopi biru muda membalikkan daksa, berjalan menuju kamar.
✿
"Hm ... hm ...."
Senandung kecil keluar dari mulut Ice yang sedang sibuk melukis. Tampak sebuah bunga cantik dari kanvas 20×20 cm sudah selesai dibuat sketsa, hanya tinggal diwarnai saja.
"Sketsa sudah selesai, sekarang tinggal warnanya."
Ice bergumam, menatap pallet yang sudah ada cat air. Tangannya tergerak, menyentuh cat air berwarna biru lalu mulai mewarnai satu persatu kelopak bunga. Ia mengerjakannya begitu teliti, sesekali berhenti, melihat sebentar lalu kembali melanjutkan. Kuas yang dipakainya berulangkali dicelupkan ke dalam gelas berisi air, membersihkannya lalu menyentuh cat putih dan kembali mewarnai.
Ice melakukan itu berulang kali hingga mahakaryanya telah siap, sebuah bunga cantik berwarna biru dengan latar belakang langit malam. Anak kelima dari Boboiboy bersaudara mulai menerbitkan senyum tipisnya, menganggukkan kepala merasa puas dengan hasilnya.
Ice menatap lamat mahakaryanya sembari bergumam, "Mallow blue flower."
"Bunga indah yang memiliki dua makna, cinta terbuang dan kelembutan hati."
Sekelebat ingatan mampir sejenak di benak seusai berkata demikian, ia mengingat sesuatu lebih tepatnya sesosok gadis teman satu sekolahnya. Gadis berambut [h/c] sebahu berasal dari negara tetangga yang memiliki hati lembut, sehingga ia bertutur kata halus bak bangsawan. Gadis itu bernama [Fullname], seorang siswi pertukaran pelajar dari Indonesia.
Ice terdiam, matanya tak lepas dari hasil karyanya. Benaknya memberikan saran untuk memberikan lukisan bunga mallow blue ke [Name].
'Kuberikan saja ke dia?' batinnya.
'Lebih baik kuberikan saja, lagipula dia cocok menerimanya.'
Ice meletakkan kuas di dalam gelas, tangannya bergerak mengambil peralatan melukis dan membersihkannya. Kemudian, merapikannya ke tempat semula. Setelah semua dirapikan, Ice mendekati lukisannya, tangan kanan menyentuh kanvas yang sudah terlapisi cat, memastikan apakah cat itu sudah kering atau belum.
"Sudah kering," lirihnya sembari tersenyum tipis.
Sekarang, dia hanya tinggal memikirkan kapan ia memberikan lukisan karyanya ke gadis itu?
"Kalau di sekolah, itu akan menarik perhatian yang lain."
Ice kembali berkata lirih, berusaha mengambil langkah yang tepat.
"Bagaimana kalau aku datang ke rumah [Name]?" saran si penguasa kekuatan es untuk dirinya sendiri.
"Sepertinya ide bagus."
Ice mengangguk perlahan, merasa setuju dari saran yang diajukan dari dirinya sendiri. Dia akan memberikan lukisan bunga ini di rumah [Name] agar tidak menarik perhatian untuk siapapun.
Ice melangkah ke lemari pakaian, mencari sebuah kain yang menurutnya tak terpakai lagi. Semenit kemudian, sebuah kain merah bermotif sulur tanaman menarik perhatiannya. Tangannya terulur, mengambil kain tersebut dan mengamatinya. Kain merah itu masih terlihat bagus dan cocok untuk menutupi hasil lukisannya.
Ice membawa kain itu setelah menutup lemari pakaian, menghampiri lukisannya lalu menutupi dengan kain merah. Ice menatap jam tangannya dan terlihat dua buah jarum menunjukkan angka yang berbeda, angka 4 dan 5.
"Sudah pukul 04.10 sore ternyata."
Ia bergumam, menyadari betapa lamanya untuk menyelesaikan sebuah lukisan. Seusai itu, Ice mengambil lukisannya, membawanya ke rumah [Name], gadis berhati lembut yang dia maksud. Anak tangga demi anak tangga dipijak, berlari menuju pintu rumah dan membukanya. Ia berkata dalam hati, lebih baik diberi sekarang juga dibanding menanti esok hari.
Ceklik!
"Halo!"
"Astaga!"
Suara dan gadis yang ada di depannya membuat dirinya terkejut, hampir saja dia terpeleset karena orang di depannya.
Ice mengurut dada, menetralkan detak jantung yang berpacu sesaat. Lukisan beserta kain merah masih berada di genggaman.
"Maafkan aku, Ice!" ucap gadis meminta maaf sembari menundukkan kepala sedikit. Ia merasa bersalah karena telah mengagetkan teman barunya.
Ice mengangguk perlahan, mulutnya terbuka sedikit guna mengembuskan napas secara perlahan. Gadis berambut [h/c] sebahu berulangkali meminta maaf, dirinya diliputi rasa bersalah.
"Sudahlah, aku memaafkanmu." Ice berkomentar, memaafkan gadis itu dengan ikhlas.
Gadis itu mengangguk pelan, "Sekali lagi maaf, Ice."
"Apa yang kau lakukan di sini, [Name]?" tanya Ice sembari menutup pintu.
[Name] menatap Ice sejenak lalu menyerahkan tas jinjing yang dibawa ke dia. "Dari ibu, ini ada sedikit makanan ringan yang kami buat tadi. Kuharap kalian menyukainya."
"Terima kasih, [Name]." Ice menerima tas jinjing, tatapan ramah diperlihatkan meskipun tertutupi oleh topi. "Mau masuk?" tawarnya dibalas gelengan singkat.
"Tidak, terima kasih. Aku harus pulang, lain kali saja ya."
"Baiklah, omong-omong, [Name]."
Ice meletakkan tas jinjing di pelataran rumah, tangan kanan meraih lukisan yang dipegang tangan satunya lalu menyerahkan ke gadis di depannya.
"Bawa lukisan ini, kuharap kau menyukainya."
"E-eh?"
[Name] kebingungan namun tetap menerima pemberian membuat lukisan telah berpindah tangan.
"Maaf jika lukisannya terlihat tidak cantik dari lukisan yang biasa kamu jumpai," ucap Ice mengulas senyuman tipis. "Dan kuharap, kau mengerti maksud dari lukisan itu."
"Ah, tak masalah. Aku menghargai pemberianmu, menganggap lukisan ini cantik dan juga berusaha mengerti maksud dari lukisan ini."
Mereka saling tersenyum sejenak sebelum [Name] berpamitan pulang.
"Aku pulang dulu, takut dicari ibu." [Name] berpamitan pulang dibalas anggukan singkat dari Ice.
"Hati-hati."
"Tentu, terima kasih lukisannya dan sampai jumpa di sekolah!"
Tap! Tap! Tap!
Gadis itu berlarian setelah pamit, Ice melambaikan tangan dengan pandangan tak lepas darinya. Daksa [Name] semakin tak terlihat di netra aquamarine, Ice menurunkan tangannya sembari tersenyum tipis. Dalam hati, dia berharap semoga [Name] mengerti maksud dari bunga itu bahkan tanpa harus dijelaskan oleh dirinya.
End
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro