Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37a

"Ayaaaah!" Akbar menerobos masuk ke ruangan. Tangannya terentang bagaikan sepasang sayap pesawat.

Adnan meninggalkan pekerjaannya untuk menyambut kedatangan Akbar. Dia menangkap anak itu dan mengangkatnya. "Hello, Little prof."

Akbar tertawa girang karena diangkat memutar hingga kakinya melayang di udara. "I fancy it!" Adnan berhenti memutar Akbar. Dia menggendong anak itu dan Akbar secara naluri mengalungkan lengannya ke seputar leher Adnan. "I can't get enough it. I didn't like it at first but now I am addicted to it. Unfortunately, you can't do it at home because Kak Dira may get jealous." [Aku suka ini!] [Aku gak bisa merasa cukup. Aku gak suka ini dulu tapi sekarang aku suka banget. Sayangnya, kamu gak bisa begini di rumah karena Kak Dira mungkin bakal cemburu.]

"Pardon?" Adnan kurang memahami maksud ocehan Akbar.

"Kak Dira easily get jealous. We knew that it is EVERY women's problem."

Gita, sekretaris Adnan, masuk ke ruangan bersama satu tas anak dan satu botol minum. Dia tersenyum dan menyela, "I'm terribly sorry to interupt you but I have to make it clear, NOT every women's problem is easily getting jealous. Do not count me in."

Akbar meringis, "Then what's your problem?"

Gita melirik Adnan dengan sorot usil sebelum menjawab, "Going home on time."

"It sounds like you have poor punctuality." Akbar menggeleng dengan iba. [Ini terdengar kayak kamu punya masalah ketepatan waktu.]

Adnan meringis mendengar respons anak bungsunya, sementara Gita tersenyum lebar. "Poor punctuality may be caused by many aspects, such as a boss." Gita memberikan penekanan pada kata bos disertai lirikan.

Akbar melirik Adnan dan mendesah. Anak itu cukup cerdas menangkap maksud Gita. Adnan melarikan pandangannya ke langit-langit untuk menghindari tatapan menghakimi anaknya. Kemudian Akbar menghadap Gita dengan muka serius sekaligus perhatian. "Please accept my sincerest apology on my father's behalf. He's in love and euuuhm-" [Tolong terima permohonan maafku yang sangat tulus sebagai perwakilan ayahku. Dia sedang jatuh cinta dan-]

Adnan membekap mulut Akbar sebelum terlalu banyak ocehan keluar. Dia terlalu mengenal anaknya dan tahu betapa menakjubkan kemampuan berbicara Akbar. Dia juga tahu protes keras Akbar yang tak suka disela saat sedang bicara. Anak itu melotot dan mencoba melepaskan tangan besar Adnan dari mulutnya.

"Taruh di sana saja, terus kamu bisa keluar. Kalau sudah jam pulang, kamu bisa pulang tanpa perlu menunggu saya," kata Adnan buru-buru.

Gita meletakan bawaannya ke kursi. Dia tersenyum lebar yang menyiratkan 'Gosip baru nih'. Adnan mengendikan kepalanya sebagai kode supaya Gita segera keluar dari situ. Gita setengah berlari keluar dari sana dan menutup pintu rapat-rapat. Adnan bisa menebak bahwa sore nanti akan ada bisik-bisik soal dirinya. Terima kasih banyak kepada Akbar yang telah menjadikan dirinya sebagai topik pembicaraan karyawan sendiri.

"Ayah, it's not polite." Akbar turun dari gendongan setelah Adnan melepaskan bekapannya. "Aku nggak suka Ayah tutup mulut aku. Nanti aku aduin nenek. Biarin Ayah diomelin nenek."

"Maaf, tapi Ayah harus menghentikan kamu bicara soal Ayah in love."

"Ayah kan emang in love." Akbar bersidekap tak terima.

"Ayah..." Kendati Adnan seharusnya dengan mudah menepis ucapan Akbar, pria itu malah mendapati lidahnya sendiri kelu. Dia meneguk ludah dan mengatur pikirannya sejenak. Baru melanjutkan, "Kita nggak bisa membicarakan semua hal ke orang lain."

"Aku cuma ngomong ke Tante Gita." Akbar memanjat kursi Adnan. Dia lebih menyukai kursi Adnan dibandingkan sofa yang ada di sisi lain ruangan.

"Sebaiknya Tante Gita nggak tahu."

"Tante Gita itu baik, Ayah."

Adnan gatal sekali ingin berkata, 'Cewek baik itu tetap punya kemampuan berbagi kabar dan itu yang perlu diperhatikan.' Lawan bicaranya adalah anak TK yang belum waktunya belajar terlalu jauh mengenai karakter manusia dewasa sehingga dia menahan diri dan mengalihkan pembicaraan. "Kamu bilang Kak Dira jealous. Kenapa kamu yakin Kak Dira jealous?"

"Kak Dira emang gitu. She gets jealous about everything of me. Nanti Ayah puter-puter aku, dia mau juga, Ayah nggak bisa. Kak Dira tuh berat. Her bones are really heavy," oceh Akbar.

Tanpa mempertemukan keduanya, Adnan tetap memiliki masalah tentang mendamaikan hubungan Dira dan Akbar. Tak ada hari tanpa keluhan satu sama lain. "Kak Dira bisa sedih mendengar kamu menyebut dia berat. Kamu nggak akan senang melihat Kak Dira sedih," kata Adnan lembut.

"Kak Dira udah sedih, Ayah," tukas Akbar.

"Kenapa Kak Dira sedih?" Adnan mendekat. Dia menyandarkan bokongnya pada tepian meja menghadap Akbar.

"Because she's ugly. Her crush doesn't like her."

"Crush?" Adnan perlu berhati-hati mengucapkan kata barusan. Dia tidak yakin Akbar benar-benar memahami makna kata itu. Sebenarnya, dia berharap Akbar salah menggunakan kata tersebut.

"Yup. Cowok ganteng itu loh."

"Cowok ganteng?" Sudut bibir Adnan berkedut waspada.

"Ayah nggak kenal deh." Akbar mengibaskan tangannya.

"Ayah nggak kenal." Nah, sekarang Adnan patut waspada. "Kalo Abang Reyyan kenal cowok ini?"

"Kenal dong. Kan temen Abang."

Sejauh ini, Adnan pikir dia telah mengawasi anak-anaknya. Ternyata dia melewatkan kabar putri satu-satunya sudah naksir cowok. Terburuk dari yang terburuk ialah dia tidak mengenal cowok ini. Bukankah ini tugasnya untuk memeriksa latar belakang cowok ini sebagai ayah?

"Ayah ngerjain apa nih?" Akbar tertarik pada apa yang ditampilkan monitor.

"Itu produk baru yang mau diluncurkan bulan depan," Adnan menjawab sambil lalu. Dia mengambil ponsel untuk mengetik sesuatu di situ.

Akbar mencoba membaca tulisan paling besar yang ada di monitor, "Kor-Korean food." Dia menoleh dan menyengir. "It's Korean food?"

Adnan mengangguk. Dia meletakan ponselnya kembali ke meja. "Rasa Korea," koreksi Adnan.

"Are you gonna be more rich?" goda Akbar.

Adnan mengulum senyum sambil mengendikan kedua bahu. Di antara ketiga anaknya, Akbar selalu menjadi yang paling ekspresif dan menghibur. Dia ingin sekali mencubit pipi Akbar saking gemasnya pada kemampuan menalar bocah ini yang sering kali terlalu jauh.

MoM

"Kita boleh pulang dulu, ambil suspender aku," nego Akbar untuk kesekian kali.

Adnan menggeleng. "Kita bisa terlambat kalau mampir ke rumah. Kamu ingat, rumah Kak Yuniza itu jauh."

"Aku harus pake suspender. Nenek beliin aku new bow. Kak Yuniza pasti suka lihat new bow aku." [Maksud Akbar, bow itu dasi kupu-kupu.]

"Kita sudah setengah jalan ke rumah Kak Yuniza. Maaf, Akbar. Kamu bisa tunjukkan dasi kamu lain kali." Adnan melirik sekilas, lalu balik menekuni lalu lintas. Dia sudah terbiasa menghadapi rengekan Akbar mengenai penampilan dan tidak akan termakan satu pun. Akbar sudah cukup menarik bahkan tanpa memakai suspender dan dasi. Anak itu saja yang terlalu mementingkan penampilan. Adnan mengenali ketertarikan Akbar terhadap penampilan fisik sebagai akibat pengaruh adik perempuannya.

"Aaaaah, Ayah nggak asik," rengek Akbar.

###

23/01/2025

Akbar muncul niii...

Siapa yang kangen anak bawel ini? Angkat tangan!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro