Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19

~Akbar's Universe~

Akbar memandangi Adnan melalui jendela kamar Reyyan yang menghadap carport. Bibir bawahnya maju dan alisnya sedikit menukik. Adnan sedang memasukan koper ke mobil diikuti nenek.

Reyyan masuk kamar, melirik Akbar sekilas, lalu menyambar tas ransel di meja belajar. "Ayo siap-siap. Hari ini Abang dan Kak Dira diantar sekolah bareng kamu."

"Why?" Akbar menoleh dengan wajah kaget.

"Ayah pakai mobil buat ke bandara jadi, nggak sempat antar Abang dan Kak Dira ke sekolah."

"Bu-but I don't-"

"Nggak pake bahasa Inggris di rumah. Ingat kata Ayah." Reyyan memanggul tasnya. Kemudian menyelipkan ponsel ke saku celana samping.

"Aku nggak suka macet!" raung Akbar.

"Ke sekolah kamu juga macet. Lurus dulu ke sekolah Abang dan Kak Dira, baru putar balik ke sekolah kamu." Reyyan melongokan kepala ke keluar dan berseru, "Dira, cepat siap-siap. Kita berangkat bareng Akbar."

"Iya! Bentar!" seru balik Dira dari kamar sebelah.

Akbar melemparkan badan ke kasur. "Aku nggak suka," gumamnya.

Reyyan berbalik, lantas terhenyak. Dia baru sadar bahwa adiknya masih memakai pakaian rumah. "Seragam kamu mana?"

"Di kamar."

Reyyan berlari ke kamar sebelah. Tak sampai semenit dia kembali bersama seragam kuning biru di tangan. "Kamu udah mandi?"

"Udah," jawab Akbar ogah-ogahan.

"Kamu kenapa sih? Cepet pakai seragam." Reyyan menarik Akbar supaya duduk. Dengan telaten, dia melepas kaos bermotif dinosaurus dan menggantinya dengan seragam polo kuning berkerah biru.

"I'm not feeling good. Can I stay at home?" Akbar bertanya saat Reyyan menarik celananya.

"Kamu mau main di rumah mumpung Ayah lagi pergi?" Dira muncul di depan kamar.

"No!" Emosi Akbar langsung melejit.

"Bilang aja kamu mau main seharian karena Ayah nggak di rumah," tuduh Dira lagi.

"No!" Akbar memohon ke Reyyan. "Aku nggak oke, Abang."

Reyyan mendesah. Dia menarik Akbar berdiri, lalu memakaikan celana seragam biru. "Kamu sekolah dulu. Kalo sakit, bilang ke Miss Tya. Nanti Miss Tya hubungi nenek. Oke?"

"Kalo udah hubungi nenek, terus aku oke?"

"Nggaklah. Kamu dipulangin, terus nggak dibolehin sekolah lagi. Anak males nggak usah sekolah." Lagi-lagi Dira memprovokasi.

"You lie. Abang... Kak Dira tuh!" Akbar menghentakan kaki menyebabkan Reyyan kesusahan memasukan celana ke kakinya.

"Nggak. Dira cuma becanda. Masukin kakinya." Reyyan mencebik ke Dira yang pura-pura tidak melihat.

"Abang, I'm not fine." Akbar memegang puncak kepala Reyyan saat memasukan kaki ke lubang celana.

"Yang mana yang sakit?"

"Nggak tahu."

Reyyan menepis tangan Akbar setelah selesai menarik celana ke atas. "Sini Abang gendong." Reyyan menangkat badan Akbar. "Dir, ambilin tas Akbar."

"Ogah." Dira memelet, lalu kabur.

Reyyan mendesah. Dengan Akbar di gendongan, dia mengambil tas Akbar di kamar adik laki-lakinya yang ada di sebelah kamarnya. Baru kemudian menyusul Dira.

Param, asisten rumah tangga nenek mereka, mengurus bekas sarapan di meja makan yang masih berantakan. Reyyan menghampiri. "Bu, di situ masih ada pancake buatan Ayah. Buat Bu Param makan. Saosnya bisa pilih yang di meja. Kalau mau pakai buah dan es krim, ada di kulkas," kata Reyyan. Pemuda itu luwes menyampaikan pesan Adnan.

"Iya, Bang. Makasih. Mau Bu Param bantu?" Param berhenti mengurus piring-piring di sink.

"Nggak apa-apa, Ibu. Akbar lagi manja aja."

"Aku nggak manja. Aku nggak baik-baik," protes Akbar.

Reyyan menyengir ke Param, lalu merapatkan keningnya ke kening Akbar dengan hati-hati. Temperatur badan Akbar masih normal dan Reyyan lega. "Iya, iya. Kamu tuh udah big boy. Udah nggak manja. Kasih unjuk Bu Param how mature you are. Pamitnya anak besar gimana?"

"Assalamualaikum, Bu Param. Hati-hati di rumah," ucap Akbar sembari melambai.

Param tersenyum. "Hati-hati juga Akbar. Belajar yang smart di sekolah ya."

"Siap!" Akbar memberi hormat ala tentara.

Reyyan mengangguk saat berkata, "Makasih, Bu Param. Kami jalan dulu. Titip rumah ya."

"Iya, Bang. Hati-hati."

Lewat beberapa langkah menjauh dari Param, Akbar berseru, "Jaga Susuku, Bu!"

"Iya." Param terkikik melihat tingkah Akbar.

Reyyan mempercepat jalannya. Di carport, hanya ada mobil suv hitam. Mobil mini van hitam sudah menunggu di depan gerbang.

"Akbar kenapa?" Adnan turun dari balik kemudi dan menghalangi Reyyan.

"Katanya, dia nggak oke," jawab Reyyan. Sementara Akbar menyembunyikan wajahnya pada lekuk leher Reyyan. "Akbar, pamit dulu sama Ayah. Ayah mau berangkat ke Malaysia. Kamu ketemu Ayah tiga hari lagi loh. Nggak bisa tidur bareng Ayah."

"I don't want. We're not good term," gumam Akbar.

Reyyan beralih ke Adnan. "Kenapa Akbar ngambek sama Ayah?"

"Ah, itu..." Adnan tersenyum masam. "Bukan apa-apa. Ayah cuma nggak mau ngasih yang diminta Akbar. Kalian berangkat sekolah saja. Nanti kesiangan, kena macet."

Reyyan tidak terlalu memerhatikan jawaban Adnan. Dia hanya tertarik pada bagian berangkat sekolah. "Kami jalan duluan. Dah, Ayah. Hati-hati."

"Ayah titip adik-adik kamu ya."

"Sip. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Akbar mengintip Adnan dari balik bahu Reyyan. Dia melihat ayahnya melambai. Namun dia memalingkan wajah. Adnan memandangi sikap anak bungsunya dengan nelangsa.

Reyyan setengah berlari menuju mobil mini van di depan gerbang yang pintu penumpangnya terbuka. Dia naik ke kursi kosong di sebelah Dira. Nandar segera menutup pintu samping Reyyan melalui tombol pintu otomatis pada bagian pengemudi. Kemudian Nandar menjalankan mobil.

"Manja banget pake digendong," ledek Dira.

"Abang..." rengek Akbar.

Reyyan yang kesulitan melepas tas ransel selama Akbar duduk di pangkuannya mendelik ke Dira. "Nggak usah digangguin. Dia lagi bad mood."

"Kalo Akbar bad mood, kita harus nurutin semua maunya dia? Anak ini harus belajar ngalah." Dira mencolek pipi Akbar yang langsung ditepis Akbar secara kasar. "Palingan ngambek karena nggak dibeliin mainan."

"No! Aku nggak ngambek. Aku nggak minta mainan," kata Akbar gusar.

"Terus kenapa minta digendong aja?" tantang Dira.

"I said I'm not OK," tegas Akbar dengan kesal.

"Stop." Reyyan menghentikan Dira yang hendak menyahut Akbar. Dia menarik napas. "Jangan ganggu Akbar lagi. Kamu hari ini pulang sekolah jam berapa?"

"Jam dua." Dira menciut melihat perubahan sikap Reyyan yang dingin.

"Abang pulang jam tiga. Abis Pak Nandar jemput kamu, kamu jemput Abang."

"Aku mau beli roti di Melawai. Boleh ya, Bang."

"Sekalian pulang?"

Dira mengangguk.

"Oke."

Dira mengepalkan tangan dan menggumamkan, "Yes." Dia tidak lagi berminat mengganggu Akbar. Gadis remaja itu memilih membongkar isi tasnya dan membuat coretan di buku sketsa.

Reyyan meminta Nandar menyalakan tv di tengah mobil untuk memperbaiki suasana hati Akbar. Nandar sigap menyalakan TV dan tayangan yang pertama muncul adalah mengenai black hole.

"Mau nonton apa?" bisik Reyyan.

"Nggak mau nonton." Akbar duduk meringkuk. Dia menyandarkan kepala pada dada Reyyan. "I wanna stay at home."

"Sekolah dulu. Nanti pulang sekolah, kamu boleh main sama Susuku dan nenek. Kalo nggak belajar di sekolah, nanti kamu nggak tambah pintar," bujuk Reyyan.

"Aku nggak sekolah hari ini aja, besok sekolah aku tambah pintar kok." Akbar mendongak penuh harapan. "Abang, aku di rumah aja ya?"

Reyyan menggeleng. "Kamu boleh nggak sekolah kalau kasih tahu bagian mana yang sakit."

"Aku nggak tahu yang mana yang sakit. I'm just not OK. I wanna stay at home," jawab Akbar. Dia kembali menunduk.

"Itu namanya penyakit maless," celetuk Dira.

"Aku nggak males. Aku mau enam tahun, aku nggak males," sanggah Akbar.

"Emang kamu males, makanya ogah ke sekolah," sahut Dira lebih bersemangat.

"Aku nggak males. Kak Dira yang males tuh jadi bodoh. Nggak pernah juara kelas," balas Akbar.

"Kakak nggak juara karena Kakak nggak mau. Kalo jadi juara, nanti sibuk les kayak Bang Reyyan. Ntar siapa yang nemenin kamu?"

"Aku nggak usah ditemenin Kak Dira."

Reyyan melemparkan kepalanya pada jok dan berpaling ke jendela. Dia akan membiarkan Dira membuat masalah sekali ini jika Akbar akhirnya mau pergi ke sekolah. Saat itu, Reyyan sama sekali tidak tahu bahwa Akbar bersungguh-sungguh dengan keluhan sakitnya. Dua hari kemudian Reyyan melihat bukti dari keluhan tersebut. Akbar mengalami sembelit.

###

28/01/2023

Sodaraan kaya gini, kan? Berantem gitu...
Yang saling sayang kayaknya jarang. Apa aku yang belum nemuin sodara yang setiap pagi ngucapin 'wo ai ni' dan berpelukan penuh kasih?

Btw, Reyyan ini pernah aku tulis jadi cameo di teenfic. Namun sebab teenfic itu punya potensi sakit kepala, aku stop dulu. Ga tau deh kalian pernah baca ato ga teenfic ini hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro