Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

t i g a


t i g a

GRANDPA'S GRAND WILL: WASIAT KAKEK

*

Gita Carissa duduk di hadapan Hendra Hartanto yang tidak perlu waktu lama untuk langsung dikenalinya sebagai kakek Kelvin, kekasihnya selama delapan tahun terakhir ini. Sepanjang mereka berhubungan, Gita kerap menolak bertemu dengan keluarga Hartanto. Jauh dari dalam lubuk hatinya ia sadar dengan jarak yang amat jauh di antara kedua keluarga mereka. Dan seperti yang baru saja dikatakan Hendra, hanya perasaan cinta antara dirinya dan Kelvin yang paling tidak berjarak. Tentu saja hal itu... tidaklah cukup untuk memulai kehidupan bersama. Logis, tidak ada yang salah. Bahkan, Gita amat setuju dengan perkataan Hendra.

"Saya sama sekali tidak berniat merendahkanmu hingga keluargamu yang sudah susah-payah kamu nafkahi sejak masih remaja, Gita." Hendra Hartanto tampak amat bersalah. Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya yang pastinya akan lebih berat dari sebelumnya. "Hanya saja, kamu tahu dengan jelas jika Kelvin tidak pernah berusaha dengan sendirinya dari bawah seperti dirimu. You guys are on different levels, not saying that Kelvin is better. He's worse."

Kalimat yang diucapkan Hendra tidak membuat Gita tersinggung sama sekali, melainkan seperti pembenaran dari pikirannya selama beberapa tahun terakhir ini dirinya menjalin hubungan dengan Kelvin. Ketika dirinya bekerja keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia malah mendapati Kelvin memperoleh segala hal dengan mudah tanpa perjuangan berarti.

Bukan berarti Kelvin tidak peduli atau bahkan mengabaikan kondisi ekonomi keluarga Gita, namun bagaimana bisa Gita terus menerima bantuan dari orang yang bahkan bisa dikatakan tidak pantas untuk membantunya? Kekasih hatinya itu dengan polos menawarkan dunia yang indah padanya, namun malah terlihat seperti ejekan yang kerap menyayat hatinya. Harga dirinya terluka dan terus membuatnya mempertanyakan kehidupan yang tidak adil ini.

Pikiran seperti itu berulang kali merasuki dirinya setiap kali melihat Kelvin di hadapannya, dan Gita tahu benar, itu bukanlah pikiran yang benar. Tidak boleh ada pikiran semacam itu di antara hubungan kekasih. Jika ada, itu artinya, hubungan mereka sudah tidak sehat.

"Lalu, apa yang Anda inginkan dari saya? Saya yakin, dari perkataan Anda barusan, Anda sudah tahu jelas jika saya bukan dari kalangan orang berada," tembak Gita secara langsung pada inti pembicaraan. "Berpisah dengan Kelvin? Baik. Tapi, apa yang akan saya dapatkan sebagai gantinya?"

Gita menggigit pipi bagian dalamnya dengan kuat. Ia tidak tahu keberanian ini didapatkannya dari mana. Kenapa ia malah membuat hal semakin rumit? Negosiasi? Bukankah lebih baik dirinya pergi saja? Tapi, ia juga tidak bisa melewatkan kesempatan ini begitu saja. Bisa saja ini menjadi kesempatan yang baik untuk memutar hidupnya dan keluarga ke arah yang lebih baik.

"Saya dengar, ibumu sedang menunggu biaya agar operasi bisa segera dimulai dan adikmu sedang kesulitan biaya untuk meneruskan perguruan tinggi."

-

Kelvin menatap cincin yang ditunjukkan padanya di atas etalase kaca dengan senyum lebar. Cincin yang dipesannya berakhir sesuai dengan harapan. Cincin bertatahkan moonstone dengan potongan oval, batu kesukaan Gita. Batu yang mewakili karakter Gita—sederhana namun memikat dalam diam, penuh semangat dan tentunya berkeinginan kuat. Dengan senyum yang belum juga surut dari wajahnya, Kelvin mengantongi kotak beludru warna salmon yang lagi-lagi sesuai dengan warna kesukaan Gita ke dalam saku jasnya. Ia meraih ponsel dari saku celana kainnya kemudian menghubungi Gita tanpa pikir panjang.

"Kamu ada di mana?" tanyanya tanpa basa-basi. "Baiklah. Kujemput sekarang, bersiaplah."

-

Gita masuk ke dalam ruangan yang harum semerbak kopi langsung menyambut indera penciumannya seiring hawa dingin yang juga langsung terasa menyentuh kulit. Ia mengenakan gaun terusan panjang tanpa lengan yang dikirim oleh Kelvin tadi siang. Saat ini, matanya ditutup erat oleh Kelvin dengan kedua telapak tangannya yang besar dan hangat. Apa yang sedang Kelvin lakukan sebenarnya? Firasatnya memburuk.

Gita secara perlahan mendudukkan dirinya ketika merasakan tekanan dari telapak tangan Kelvin pada salah satu bahunya yang secara tidak langsung memintanya untuk duduk. Apa mereka sudah tiba di tempat tujuan?

Gita meraba telapak tangan Kelvin kemudian turun ke lengan pria itu. Tidak lama kemudian Kelvin melepas telapak tangannya dari mata Gita, membuat cahaya remang dari ruangan menimbulkan perbedaan cahaya yang mengharuskan Gita untuk berkedip berulang kali.

Ketika pandangannya sudah terasa normal, ia segera mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk mengetahui hal yang tengah terjadi. Gita menemukan situasi yang bisa didapatkannya dari menonton film-film romantis khas hari kasih sayang. Sungguh, bukan ini yang ia harapkan untuk terjadi hari ini.

Siapa pun wanita yang berada dalam situasi ini sudah pasti mengerti kejadian yang akan terjadi selanjutnya. Lamaran.

Tidak butuh waktu lama hingga Kelvin bertulut di hadapannya dengan kotak cincin beludru warna salmon kesukaannya terbuka dan menampilkan cincin emas dengan batu yang langsung dikenalinya sebagai moonstone, lagi-lagi kesukaannya.

Sekali lagi, ini sungguh bukan saat yang tepat! Tidak ketika dirinya ingin melakukan hal yang berbanding terbalik dengan yang sedang terjadi saat ini.

Pada akhirnya, Gita memilih untuk duduk membisu. Bingung dengan tindakan yang sebaiknya selanjutnya ia ambil. Gita berusaha menenangkan dirinya, menunggu hingga Kelvin menyelesaikan semua yang ingin dia lakukan. Mungkin saja dirinya salah paham. Iya, mungkin saja dirinya salah paham.

"Gita, will you marry me?" tanya Kelvin dengan senyum yang bisa dikatakan paling lebar dari semua senyuman yang pernah Gita lihat. Tidak pernah disangkanya, diawali dengan hubungannya dengan Gita sejak SMA yang hanya didasari karena tinjuan pada rahangnya ketika ia mempermainkan wanita lain. Iya, Gita meninjunya karena taruhan yang ia mainkan bersama teman-temannya semasa SMA. Lintasan singkat kenangan itu membuat Kelvin semakin tersenyum lebar, ia harus berhasil memaksa teman-temannya hadir di pernikahannya sebagai pendamping pria!

Kelvin mengeluarkan cincin itu dari sematan kotak kemudian mengarahkannya pada Gita. Ia juga meraih tangan Gita yang kecil namun cukup kekar dengan urat-urat tangan yang terlihat jelas. Gita memang wanita pekerja keras. Sejak mereka pacaran dari SMA, Gita tidak pernah sekalipun terlihat berleha-leha. Dirinya selalu sibuk bekerja untuk membiayai kehidupan sehari-hari ibu dan adiknya, begitu juga dengan biaya kuliahnya sendiri.

Kelvin selalu ingin membantu Gita, namun Gita terus bersikeras jika hubungan mereka belum cukup kuat untuk dijadikan alasan hingga Kelvin harus membantu membiayai kehidupannya.

Gita masih diam sehingga Kelvin mengulangi pertanyaannya tadi, kali ini ditambah dengan kalimat yang sebenarnya ingin ia ucapkan ketika sudah diterima oleh Gita. "Will you marry me, Love? Menjalani hidup hingga rambut memutih bersamaku, being the love of my life."

Gita menarik tangannya dari genggaman Kelvin. "Maaf, aku tidak pernah membayangkan masa depan denganmu. Dengan pria yang tidak pernah serius dengan segala previlage yang sudah kamu miliki seumur hidupmu."

Gita mengarahkan pandangannya pada cincin yang masih ada dalam genggaman Kelvin. "Cincin itu juga sebaiknya diberikan pada wanita yang pantas."

Gita berjalan keluar dari tempat itu dengan punggung tegak dan langkah yang pasti meskipun hatinya bergetar kuat serta mata yang sudah basah siap menumpahkan air mata. Hidup memang tidak adil, dan benar, mereka tidak diciptakan untuk satu sama lain.

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro