d u a
d u a
GRANDPA'S GRAND WILL: WASIAT KAKEK
*
Kiki menarik Kelvin keluar dari ruang kerja kakeknya menuju kamar tidurnya yang terletak di lantai atas sebelum Kelvin kembali melanturkan kata-kata aneh. Mereka berdua butuh bicara. Bukan ini keputusan yang mereka sepakati di pertemuan singkat mereka yang bahkan tidak memakan waktu hingga sepuluh menit.
Kelvin mendadak menjadi jago akting, seharusnya pria itu bekerja sebagai aktor bukannya pengusaha. Atau mungkin karena status playboynya secara tidak langsung mengasah kemampuan akting Kelvin demi berbohong dari satu wanita ke wanita lain? Terserah, apa pun itu, Kiki tidak mau peduli. Yang ingin ia pedulikan hanyalah alasan pria itu berbohong di depan kakeknya dengan mengatakan kalimat yang berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat dari keputusan mereka tadi.
Kiki menutup pintu kamarnya dengan kasar kemudian menghadap Kelvin dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ia tengah menunjukkan ketidaksenangannya atas kebohongan Kelvin tadi. Kiki memicingkan mata menatap Kelvin yang malah tengah asyik mengamati sekeliling kamarnya yang sangat minimalis.
Kelvin melangkahkan kakinya menuju satu pigura foto yang langsung berhasil menarik perhatiannya. Pigura yang berisikan foto anak perempuan dengan dua kepangan rambut rapi di atas bahu tengah memeluk erat sosok Tommy yang terlihat masih cukup muda dengan senyuman lebar menampilkan gigi depannya yang tanggal. Kelvin meraih pigura itu kemudian menyandingkannya tepat di samping wajah Kiki. Ia melirik ke kiri dan ke kanan secara bergantian, mencoba membandingkan Kiki dengan anak perempuan di dalam foto. "Ini kamu?"
Kiki merebut paksa pigura itu kemudian menaruhnya dengan lembut setelah dilap perlahan dengan ujung bajunya. "Menurutmu?"
"Kamu. Tapi sayang sekali, kamu lebih lucu dan jauh lebih jinak saat masih kecil, tidak seperti sekarang yang sekarang terlihat amat ganas," canda Kelvin yang dilanjutkan dengan senyuman lebar yang mungkin bisa membuat wanita lain luluh, kecuali Kiki.
Kiki kembali memicingkan matanya kemudian menggelengkan kepalanya sambil berdecak, "Apa maksud perkataanmu tadi?"
Menurut Kelvin, Kiki yang kaya dengan segala ekspresi sangatlah menarik sehingga ia memilih untuk bermain lebih lama dengan Kiki. Dengan niatan yang sudah bulat, Kelvin mendekatkan daun telinganya pada Kiki. "Hah? Apa katamu tadi?" tanyanya pura-pura tidak mendengar.
Terlihat jelas oleh Kiki jika Kelvin sedang berniat menjahilinya sehingga ia memutuskan untuk menarik daun telinga Kelvin dan berteriak sekuat tenaga tepat di gendang telinganya. Ia tidak peduli lagi dengan dampak buruk yang mungkin terjadi pada Kelvin. "Apa maksud dari omonganmu tadi? Kenapa kamu bohong? Bukannya kita sudah setuju untuk nolak perjodohan ini?!"
Kelvin dengan satu gerakan cepat menarik dirinya menjauh dari Kiki. Ia mengusap telinganya yang mulai berdengung. "Ck," decaknya. "Kamu benar-benar--." Kalimat Kelvin terhenti begitu saja karena ia sendiri tidak tahu apa yang ingin dikatakannya, otaknya seperti tidak bisa berfungsi dengan normal untuk sementara waktu.
Kiki menormalkan kembali volume suaranya kemudian mereka ulang kalimat tadi sebelum dirinya pergi meninggalkan Kelvin, "Kelvin memohon padaku untuk menerima perjodohan ini, bahkan sampai berlutut di depanku. Tapi sayangnya, aku harus menolak perjodohan ini, Grandpa."
Kiki menatap Kelvin intens, menunggu respon dari Kelvin yang masih saja menatapnya dalam diam. "Kamu masih ingat, kan? Kamu bilang kalau aku bisa menggunakan alasan apa pun untuk memberitahu grandpa jika kita tidak menerima perjodohan ini. Apa mungkin kamu salah tangkap dengan kalimatku? Aku tidak memintamu untuk pura-pura memohon agar aku menerima perjodohan ini bahkan sampai berlutut di depan grandpa."
Ketika pendengarannya sudah terasa normal, Kelvin berdeham kemudian balas menatap Kiki dengan senyum jahil yang sudah kembali menghiasi wajahnya. "Tidak, aku tidak salah sangka. Hanya saja, kamu sudah mulai menarik perhatianku."
"Aku bukan mainan," tegur Kiki, "kamu bisa bermain dengan wanita lain yang jauh lebih menarik."
Kiki mendorong bahu Kelvin agar menjauh dari pintu. Ia ingin keluar dan menjelaskan semuanya kepada Tommy. Ia tidak ingin Tommy salah paham dengan perkataan Kelvin tadi dan malah mulai berharap lebih dengan perjodohan mereka berdua.
"Minggir, aku akan beritahu grandpa kalau kita dengan tegas menolak perjodohan ini," kata Kiki sambil kembali berusaha menggeser tubuh Kelvin yang amat berat.
"Beritahu dulu alasan kamu menolak perjodohan ini," kata Kelvin santai. Tubuhnya sama sekali tidak tergeser satu milimeter pun. Ia masih berdiri di posisi yang sama, seperti tidak mendapat pengaruh apa pun dari tubuh Kiki yang tidak bisa dikatakan kecil untuk ukuran wanita pada umumnya.
Kiki dengan polosnya menjawab dengan jujur, "Penalti dari kontrak terlalu tinggi." Ia mengangkat kedua bahunya acuh. "Tidak sebanding demi menikahi pria playboy sepertimu."
Kelvin tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Kiki. "Astaga, kamu benar-benar menarik." Ia bertepuk tangan di depan Kiki, "Tapi akan sebanding dengan kesehatan kakekmu."
"Apa maksudmu?" tanya Kiki yang sempat tertegun untuk beberapa saat.
Ketika Kiki hendak melontarkan pertanyaan lebih lanjut pada Kelvin, pintu kamarnya diketuk dari luar disusul dengan suara Tommy yang terdengar samar. "Kiki? Kelvin? Grandpa sudah booking restoran untuk makan malam kita bertiga. Ayo, berangkat!"
"Iya, sebentar, Grandpa!" jawab Kiki cepat berusaha menutupi getaran dalam suaranya setelah mendengar perkataan Kelvin mengenai kesehatan kakek satu-satunya, kakek kesayangannya.
Segala kemungkinan buruk langsung memenuhi pikiran Kiki sehingga ia langsung mencari pegangan untuk menopang kakinya yang mulai terasa lemas. Pilihannya jatuh pada Kelvin yang berada paling dekat dengannya. Kiki mencengkeram pergelangan tangan Kelvin dengan erat, tidak memedulikan kuku panjangnya yang menancap ke dalam kulit Kelvin.
"Apa maksudmu? Sebanding dengan kesehatan grandpa?" tanya Kiki. Ia mendongak, menatap wajah Kelvin.
"Harusnya kamu yang paling mengerti dengan kesehatan kakekmu."
Jawaban dari Kelvin atas pertanyaannya cukup menamparnya kembali ke kenyataan. Benar. Kiki yang paling tahu tentang kesehatan Tommy dan akhir-akhir ini hasil pemeriksaan selalu mengecewakan mereka. Jadi, ternyata ini alasan Tommy berulang kali membahas permintaan pertama dan terakhirnya pada Kiki.
Sibuk berkarir membuat Kiki lupa akan banyak hal, termasuk Tommy yang membutuhkannya di masa tua. Kiki menutup matanya erat sebelum kembali membukanya dengan tekad yang sudah bulat dalam hati dan pikiran. Ia memutuskan untuk mengabulkan semua permintaan Tommy yang sudah menciptakan masa mudanya yang indah meskipun tidak dilengkapi dengan kedua orangtuanya yang berumur pendek.
Cengkraman Kiki pada pergelangan tangan Kelvin melemas, perlahan jari tangan Kiki yang kecil dan ramping bergerak turun kemudian menggenggam erat telapak tangan besar Kelvin. "Marry me."
***
Updateeee lg meskipun singkat🥰
Makasih sudah baca sampai sini. Ditunggu vote dan komennya ❤️
Btw, aku ada jual novel prelovedku yg kebanyakan terbitan dari cerita penulis2 Wattpad di ig: @lyanchan_
Kalau tertarik, bisa singgah 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro