Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 11 : The Truth Untold

"Saya harus berdiri dekat podium tapi harus di luar pandangan Runa? Maksud Dokter begitu?" Juro bertanya sekali lagi untuk menegaskan. Dipandangnya dokter cantik bertubuh kecil di depannya, dokter yang tiba-tiba menariknya ke klinik sekolah saat dia baru saja memasuki lorong sekolah pagi ini.

"Ya, sedekat mungkin, di belakangnya kalau perlu." jawab dokter Fitra cepat. "Aku juga akan di dekat sana nanti. Semoga saja kekhawatiranku tidak terjadi." kalimat terakhirnya diucapkan untuk dirinya sendiri, sangat pelan.

Juro ingin bertanya lebih lanjut, ingin tahu alasan di balik perintah mendadak itu. Ditambah lagi dengan kegelisahan yang diperlihatkan sang dokter justru semakin membuatnya penasaran.

"Dan apa alasannya saya harus melakukan itu? Kalau memberi dukungan, bukannya harusnya dari depan agar terlihat olehnya?" tanyanya.

Secara garis besar dokter Fitra sudah memberi gambaran tentang apa yang terjadi pada Runa selama Juro tidak ada. Dia sebenarnya sudah merasakan kejanggalan itu, karena pesan-pesan yang dikirim oleh Rama maupun Runa, tidak menunjukkan tanda bahwa mereka menghabiskan waktu bersama. Tapi dia tidak mengira bahwa situasinya sampai seburuk ini. Dikucilkan tanpa seorang pun ada di sampingnya, sungguh sesuatu yang tidak bisa dia bayangkan. Dengan karakter Runa, dia tahu kalau ketidakpekaannya  pasti yang membuat keadaannya semakin buruk, namun tetap saja, seburuk apapun orang itu, dia tidak seharusnya diperlakukan seperti ini.

Juro juga penasaran, kenapa seorang dokter sekolah sampai harus terlibat dengan masalah murid seperti ini, tapi sebelum dia bertanya lebih lanjut, bel berbunyi sebanyak 4 kali, tanda bahwa mereka harus berkumpul di aula.

"Sudah mau dimulai. Kamu taruh saja tasmu di loker dan segera ke sana. Ingat, jangan memperlihatkan diri. Runa mungkin akan goyah kalau dia lihat kamu. Aku siap-siap dulu." dokter Fitra berlari tergesa, meninggalkan Juro yang masih dihantui rasa penasaran.

Namun Juro tidak punya pilihan. Instingnya mengatakan kalau dia harus mengikuti perintah dari dokter Fitra. Dia memutar tubuhnya dan mulai berlari menuju kelas. Terdengar sapaan di sana-sini, namun tidak dia hiraukan. Dia harus segera menyimpan tasnya dan menuju aula tempat Runa dan Tanisha bertanding.

Dasar manusia-manusia gila. Apa lagi yang mereka sembunyikan sebenarnya? Batin Juro dalam hati.

Dia sampai di kelas. Kelasnya hampir tak berpenghuni karen murid-murid sudah berada di aula, hanya tersisa 2 anak di dalamnya, salah satunya adalah Rama. Rama yang melihat kedatangan Juro dan melihat ekspresi dingin di wajahnya,  tersenyum salah tingkah dan melambaikan tangan. Juro berjalan pelan ke arahnya, sepelan mungkin agar dia punya cukup waktu untuk meredakan emosi. Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa teman-temannya, terutama Rama, sama sekali tidak memberitahu dirinya tentang masalah Runa dan Tanisha dan membuatnya tahu dari orang lain.

"Aku bisa jelasin," ucap Rama sebelum Juro meledak. "Runa yang melarangku untuk memberitahumu. Dia ga mau kamu hilang konsentrasi pada perlombaan kalau tau keadaan di sini."

"Dan sejak kapan kwe nurut gitu aja?" Juro bertanya ketus, menatap tajam Rama. Dia tidak tahu dari mana sumber kemarahannya pada Rama muncul. Apakah karena dia merasa terkhianati? Atau dia marah karena membayangkan Runa di-bully dan bertahan sendirian? Dia benar-benar tidak tahu.

"Aku ga punya pilihan. Aku ga mau ambil resiko ganggu konsentrasimu. Tapi aku juga ga lepas tanggung jawab sebagai teman begitu aja. Aku tetap mantau Runa dari jauh. Dia bukan anak biasa, kamu juga harus percaya dia. Dia kuat."

Dengan susah payah, akhirnya Rama bisa meredam amarah Juro. Mereka sepakat akan membicarakannya lagi nanti saat perlombaan sudah selesai. Sekarang yang lebih penting adalah segera menuju aula dan memberi dukungan pada Runa. Hanya mereka berdua yang saat ini ada di pihaknya, jadi mereka harus ada di sana.

****

Juro memasuki aula sekolah SMAs TC yang terkenal sebagai aula sekolah terbesar di Yogya. Alasan itu juga yang membuat sekolah mereka sering menjadi tuan rumah untuk olimpiade tingkat sma, semua fasilitas di sini memang luar biasa.

Aula yang sangat besar itu sudah penuh anak-anak. Dia menyeruak di antara mereka yang bergerombol untuk mendekati podium. Dia sengaja memakai hoody dengan penutup kepala agar tidak disapa dan ditanyai macam-macam oleh anak-anak yang penasaran dengan lomba yang baru diikutinya. Untung saja banyak anak yang memakai hoody dengan model dan warna yang sama, karenanya dia tidak mengalami banyak kesulitan untuk sampai ke belakang podium. Dilihatnya kedua sahabatnya sedang berdiri membelakanginya, mendengarkan instruksi singkat dari guru yang akan menjadi juri mereka.

Tanisha menakjubkan seperti biasa. Mereka sudah mengenal satu sama lain sejak smp dulu, jadi sedikit-banyak dia tahu kemapuan Tanisha Pranadhita. Kepercayaan dirinya yang tinggi juga sangat cocok untuk lomba-lomba seperti ini. Karenanya dia sangat penasaran, kenapa staaf guru mengijinkan begitu saja seorang anak baru menantang juara umum.

Sorak-sorai memenuhi aula saat Tanisha turun dari podium setelah penampilannya yang tanpa cela. Juro melihat Runa dan Tanisha berpapasan, tapi Tanisha seperti menghindar untuk menatap Runa, ada yang gak beres, batin Juro.

Runa sudah berada di atas podium dan memulai pidatonya. Juro bergerak mendekat, membuatnya dapat melihat ekpresi gadis itu, dia bisa melihat bahwa sahabatnya itu sangat gugup, mungkin itu yang menyebabkan wajahnya jadi pucat sekarang.

Juro terkejut dengan pelafalan Runa yang fasih, dia pasti benar-benar bukan  anak biasa yang peringkatnya tidak jauh di atasnya. Anak ini sepertinya menyimpan banyak rahasia pada teman-temannya. Who are you, exactly?

Di tengah pidatonya, tiba-tiba Runa berhenti, Juro memperhatikannya, dia mengira itu karena Runa sangat gugup, tapi wajah Runa yang semakin memucat membuat Juro khawatir.

Juro melihat Runa meremas kertas yang dipegangnya dan memasukkannya ke kantong jas almamater yang dia kenakan. Runa melap keringat di dahinya dengan punggung tangan sebelum melanjutkan. Kata-kata yang meluncur keluar dari Runa setelah itu membuat syok terapi sendiri pada Juro, dan dia menyadari murid-murid sekitarnya juga merasakan hal yang sama. Mereka merasakan ada ketakutan dalam setiap kata yang diucapkannya. Kata-kata jujur dari seorang anak yang mereka bully tanpa benar-benar mengenalnya lebih dulu.

Mereka merasa malu pada diri sendiri, berpikir istimewa karena menjadi salah satu murid di sekolah swasta paling bergengsi se-Yogya, namun masih melakukan tindakan buruk kepada temannya sendiri. Semua terdiam mendengar penuturan Runa. Tenggelam dalam perasaan bersalah masing-masing.

Juro mengakui apa yang Rama katakan padanya tadi pagi, Runa bukan anak biasa. Juro mengagumi caranya menghadapi masalah, alih-alih menghindar, dia menghadapinya, tak peduli ada atau tidak dukungan di belakangnya.

Juro melihat Tanisha berkali-kali mengusap air mata dari pipinya, i really don't know what happent to both of  you, kata Juro dalam hati.

Seluruh ruangan seperti tersihir oleh isi pidato Runa yang menyentuh sampai mereka tidak menyadari bahwa Runa sudah menyelesaikan pidatonya. Tubuh Juro refleks mendekat ke arah podium saat dia menyadari ada yang tidak beres dengan Runa. Dia bisa melihat bulir keringat besar-besar dari wajahnya yang kini sudah pucat pasi. Gadis berkaca mata itu sepertinya sedang tidak dalam kondisi baik. Juro terus memperhatikan Runa yang sedang melangkah turun dari podium. Dan benar saja, tepat sebelum tubuh gadis itu meluncur bebas dan terjatuh ke lantai, Juro berlari gesit menggapainya. Suaranya sampai lebih dulu saat kepanikanny tidak bisa dia kendalikan, tubuh kecil itu jatuh menimpa seorang murid yang berdiri tepat di bawah tangga podium, hanya beberapa detik Juro terlambat. Dia lalu mengambil alih tubuh lemas Runa dan mengguncangnya pelan.

"RUNAAAA! RUNNNN... Runaaaa!" Tanisha menangis kencang saking terkejutnya, dia berlari menuju Juro dan tubuh Runa yang sudah dikerumuni murid-murid lain dan ikut mengguncangnya. Saat keduanya masih sibuk untuk berusaha membuat Runa sadar, dokter Fitra menyeruak kerumuman dan mencoba memeriksa keadaan Runa. Dia kemudian melihat ke arah guru-guru untuk meminta izin.

"Ambulan sudah ada di depan. Saya harus bawa Runa ke rumah sakit. Dia ...." dokter Fitra berhenti sejenak, ragu apakah informasi ini perlu dia sampaikan atau tidak. Namun akhirnya dia memutuskan untuk memberi gambarannya saja. "Runa punya kondisi khusus. Dia harus mendapat perawatan sekarang."

****-----****

Bersambung

#TantanganWritora

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro