Dying City by acrizzely
Daemona, wanita jahat itu berhasil mengumpulkan suara dan menduduki kota tua tempatku tinggal. Wanita cantik itu berhasil mengalahkan Anglerich dengan kecantikan serta kelicikannya.
"Kalian bodoh!" umpatanku dihadiahi tawa kencang pria-pria di hadapanku.
"Ah, si manis Messy. Sudah bisa mengumpat. Nyonya Daemona pasti senang mendengar ini," pria tua berpakaian hitam-hitam menyeringai lebar. "Ayo kita bawa ke hadapan Nyonya!"
Tubuhku yang kurus diseret paksa. Dengan tangan dan kaki diikat, aku tidak bisa melakukan apapun. Walau mulutku tidak disumpal, aku rasa berteriak pun percuma. Tidak akan ada yang mau menolongku.
Kejahatan mulai menguasai keseluruhan kota tua, Kota Breeze. Tidak ada lagi keramahan tiap masyarakat saat saling bertemu. Semuanya terasa asing. Sangat asing.
Aku memandangi mereka semua yang melihatku acuh tak acuh. Mataku terbelalak saat melihat Bibi Evelyn dengan mudahnya melayangkan tamparan pada si kecil Britany.
"Hentikan Bibi Evelyn- argh!" seorang pengawal menjambak rambutku.
"Tutup mulutmu atau akan kutambah lebarkan dengan ini!" pengawal itu menyeringai jahat sambil mengacungkan parangnya.
Aku tidak menjawab apapun, hanya melemparkan tatapan bengis. Lalu kulihat lagi ke belakang, Bibi Evelyn menyeret anaknya masuk ke dalam rumah. Wajah Britany penuh air mata. Ia tersenyum lemah saat mata kami bertemu.
Tidak akan kumaafkan kalian!
Rumah Wali Kota masih tampak sama. Rumah bertingkat dua dengan halaman yang luas, ditumbuhi berbagai macam bunga berwarna terang. Ada beberapa pohon rindang mengelilinginya. Dulu aku senang datang ke sini, hanya untuk menikmati udara yang terasa lebih segar. Namun, saat ini. Tidak ada kenikmatan yang kurasa dari hembusan angin menerpa wajahku. Oksigen yang memenuhi paru-paruku terasa panas. Dan aku merasa sesak.
Bruk!
Tubuhku dilempar begitu saja. Aku mendongak dan langsung mendapati si angkuh Daemona. Ia tesenyum lebar, membungkuk untuk membantuku berdiri. Kini aku berdiri sejajar dengannya. Mata cokelat pekat kami saling bertemu.
"Apa yang kalian lakukan pada gadis kecilku?" tanyanya dengan suara selembut sutra, ia seakan marah tapi aku bisa melihat binar bahagia di matanya. Ia tentu sangat bahagia karena berhasil membawaku ke sini.
"Oh, Dear. Kauterlihat lusuh sekali. Lihat wajah cantikmu tertutupi debu," tangannya menangkup sebelah pipiku. Dengan jempolnya ia mengusap pipiku.
"Ew! Kau benar-benar kotor! Pengawal, bawa dia ke kamar dan suruh pelayan membersihkannya!"
Kembali lagi tubuhku diperlakukan kasar oleh para pengawal berbadan tegap dan berbau amis.
***
Pemandangan di depanku membuat aku ingin muntah saat ini juga. Setelah ditarik paksa kemudian diperlakukan layaknya putri raja oleh para pelayan di dalam kamar. Aku disuruh ke ruang tamu dan langsung melihat adegan menjijikkan di depan mataku.
Daemona dan Anglerich, mereka ... ugh! Aku sungguh mual. Ini tontonan yang bisa merusak otakku. Walau usiaku sudah dewasa, namun aku tidak ingin di suguhi pemandangan buruk seperti saat ini.
"Kalian seperti binatang!" desisku.
Daemona berhenti dengan aktivitas menjijikkannya. Lalu ia bangkit dari atas tubuh pria bodoh itu.
"Ah, kau sudah datang, Sayang. Maafkan aku yang tidak menyadarinya," ia tertawa kecil. "Kami terlalu menikmati permainan ini."
Anglerich duduk canggung di kursinya. Kulihat dari ekor mata, ia berusaha menutupi tubuhnya dengan bantal-bantal kursi. Rasanya aku ingin menangis saat ini juga.
Kota kami benar-benar sekarat. Tidak ada lagi pejuang yang akan menjatuhkan Daemona. Anglerich yang kukira akan berdiri di sampingku dan membantu mengumpulkan masyarakat untuk menggulingkan Wali Kota baru kami yang terpilih, malah sudah menjadi koleksian wanita setan ini.
"Bagaimana, Messy. Sudahkah kauambil keputusan? Oh, ya. Kata pengawalku kaubisa mengupat sekarang. Kukira mulut manismu hanya bisa mengeluarkan kalimat-kalimat yang tak kalah manisnya. Kali ini, kau membuatku bangga!"
"Aku tidak akan menyerah padamu," ucapku setenang mungkin. Aku tidak ingin menambahkan kebahagiannya saat ini. Pria bodoh yang ingin kuumpat dan kusumpahi saat menunjuknya pun kuurungkan niat itu
"Tuan Anglerich sudah kalah. Bukan berarti aku ikut kalah juga. Kebaikan di kota ini akan aku kembalikan."
Daemona tertawa lebar. Tubuh polosnya mendekatiku. Ia kini berdiri menjulang di depanku.
"Kaulihat ini!" katanya pelan, namun tegas. Ia menunjuk beberapa goresan dan kerutan di perutnya.
"Kehadiranmu yang membuat ini timbul gadis muda. Dan kautahu penyebabnya!"
Aku mendongak membalas tatapan tajamnya. "Kehadiranku di rahimmu bukanlah keinginanku-"
"Tapi kehadiranmu karena kebaikanku telah menghancurkan masa depanku!" rahangku dicengkram kuat. Aku meringis dan Daemona melepaskan tangannya kasar. Aku terdorong ke belakang sandaran sofa.
"Kalau saja aku tidak memberikan hatiku untuknya, semuanya akan baik-baik saja. Aku percaya padanya dan memberikan semua keinginanya. Dan lihat, apa yang ia lakukan? Dia pergi meninggalkanku, bahkan sebelum kaulahir ke dunia! Kebaikan tidak diperlukan di kota ini, Sayang." Daemona memakai pakaiannya dengan cepat.
"Kauboleh pergi sekarang, Anglerich." Pria bodoh yang sedari tadi melihat dan mendengar debatan kami pergi seperti anjing kampung yang ketakutan.
"Kenapa harus Anglerich?" tanyaku pelan, rasa terluka menguar setelah kepergian pria itu.
Daemona tertawa pelan. Ia mengambil duduk di sampingku.
"Karena dia tidak tulus mencintaimu. Aku hanya menggodanya sedikit dan dia memakan semua umpanku. Apakah pria seperti itu yang akan kaujadikan tempat sandaran hidup?"
Aku terkesiap saat Daemona menangkup kedua tanganku.
"Aku memang seorang ibu yang buruk. Aku tidak mendidikmu dengan baik tapi kautumbuh dengan segala kebaikan yang dimiliki pria pengecut itu."
Wanita yang masih saja cantik di usia pertengahan empat puluh, untuk kali pertama tersenyum tulus padaku.
"Kebaikan yang ternyata hanya kepura-puraannya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan! Dan itu membuatku sadar, tidak ada kebaikan tulus di dunia ini. Bahkan cerita dongeng dibuat untuk memenuhi rasa haus kita akan kebaikan sejati. Cinta yang murni."
Aku menghentakkan kedua tanganku. "Kota ini tentram sebelum berada di bawah kekuasaanmu. Kauharus melepaskan jabatan ini. Memberikan pada orang yang layak." Aku tidak lanjut membahas soal Anglerich. Apa yang sudah dilakukannya dan penjelasan Daemona, sudah sangat cukup.
"Tidak sopan! Tapi aku suka perilaku kasarmu. Aku benci jika harus melihat kelemah-lembutan yang kaulakukan. Entah itu dari ucapan atau gerak-gerik tubuhmu. Saat ini kau benar-benar seperti anakku." Ia menyeringai.
"Bermimpilah terus, Sayang. Karena kota ini akan tetap menjujung tinggi kejahatan karena sebenarnya, tidak ada kebaikan yang sejati. Untuk apa menjadi munafik? Jika hitam, hitamkan saja semuanya. Kota Breeze akan tetap menjadi kota kejahatan dan setiap kebaikan yang kaupunya, kusarankan kaulenyapkan, sebelum aku sendiri yang melenyapkanmu!"
Tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro