Lembar 13
Jooheon ingin masuk ke ruangan di mana Hansung berada, namun saat itu Changkyun keluar dari ruangan tersebut dan langsung mendorongnya menjauh.
"Kenapa? Kenapa? Ada apa?"
"Kau dalam masalah besar, Hyeong," ucap Changkyun tak terlalu keras, memicu kebingungan di wajah Jooheon.
"Ada apa?"
Changkyun tak menjawab dan menarik Jooheon agar mengikuti langkahnya. Keduanya kemudian memasuki salah satu ruangan di dalam bangunan itu dan berdiri berhadapan.
Jooheon menegur, "ada masalah apa?"
"Choi Hansung, dia dan keluarganya adalah agen rahasia NIS."
"Apa?" Jooheon tercengang untuk beberapa detik. "Dari mana kau tahu?"
"Orang itu yang mengatakan padaku."
Dahi Jooheon mengernyit, heran. "Agen rahasia gila mana yang dengan mudahnya mengungkapkan identitasnya? Dia pasti hanya membual."
"Bagaimana jika itu benar?"
Jooheon tampak kesulitan untuk mencari jawaban. "Kalau benar ... kalau benar memangnya kenapa? Aku bukan seorang kriminal."
"Tapi dia mencari ayahmu."
Dahi Jooheon kembali mengernyit. "Ada urusan apa?"
"Hyeong ingat pertandingan terakhir orang itu di Rising Moon?"
Jooheon mengangguk meski ia tidak melihat secara langsung. "Memangnya kenapa?"
"Dia datang karena tato di punggung Kim Namjoon."
Jooheon menggaruk kepalanya, belum menangkap maksud yang sebenarnya dari Changkyun. "Memangnya ada masalah apa dengan hal itu? Anak itu ingin menambah tato?"
"Orang itu mengatakan bahwa tato di punggung Kim Namjoon hampir mirip dengan miliknya."
Jooheon menatap remeh dan bergumam, "mirip dari mana? Jika hanya ada dua baris tulisan, belum bisa dikatakan mirip."
Changkyun menatap penuh selidik. "Hyeong sudah tahu tato Kim Namjoon?"
"Aku hanya tahu desainnya, tidak melihat secara langsung. Itupun sudah sangat lama, mungkin orang itu sudah menambahkan gambar lain di punggungnya."
"Di mana Hyeong melihat sketsa tato itu?"
"Dulu ... sangat lama sekali. Aku melihatnya saat ayahku membuatnya."
"Jadi benar, ayah Hyeong yang membuat tato itu?"
Jooheon mengangguk tanpa beban. Saat itu pintu ruangan terbuka dari luar dan mengejutkan Jooheon.
Hansung langsung menegur, "tunjukkan padaku."
"Ya! Jaga sikapmu saat bertamu," ucap Jooheon sedikit kesal.
"Haruskah aku kembali menutup pintu dan mengetuk sebelum membukanya."
"Aish ... lupakan. Ada perlu apa datang kemari?"
Hansung mendekat sembari menjawab, "aku pikir Changkyun sudah memberitahumu."
Jooheon memandang penuh selidik, memperhatikan Hansung dari atas ke bawah lalu kembali ke atas. Dia kemudian melontarkan pertanyaan, "kau ... orang dari NIS?"
"Benar," jawab Hansung tanpa berpikir.
"Jika kau benar-benar orang dari NIS, berarti kau adalah orang bodoh. Bagaimana bisa kau menunjukkan identitasmu di hadapan orang asing?"
"Mudah saja. Jika kalian berkhianat, aku tinggal mengeksekusi kalian sekarang juga."
Sudut bibir Jooheon tersungging. "Kau sangat lucu. Bahkan aku tidak bersekutu denganmu, bagaimana aku bisa berkhianat."
Hansung menepuk tangannya tak terlalu keras. "Baiklah, kita persingkat saja ... aku dengar seluruh saudara Kim Namjoon sudah memiliki tato sejak kecil. Dan seniman tato yang membuat tato itu adalah Lee Byunghun."
"Ayahku meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat, bagaimana aku bisa tahu?"
"Kau mengatakan bahwa kau pernah melihat sketsa tato milik Kim Namjoon."
"Kau menguping?"
"Aku mendengarnya," Hansung membela diri.
"Eih ... tetap saja. Kau berdiri di balik pintu, itu namanya menguping."
Hansung menggaruk telinganya, terlihat sedikit frustasi. "Jangan berbelit-belit dan sekarang tunjukkan sketsa tatonya padaku."
"Aku tidak memilikinya."
"Apa?"
"Semua barang milik ayahku ada di rumah lama. Jika kau ingin melihatnya, kau harus pergi ke rumah lamaku."
"Di mana tempatnya?"
"Di Ilsan."
Hansung memalingkan wajahnya dan tersenyum tak percaya. "Ya! Aku bahkan baru saja dari Ilsan, dan sekarang kau menyuruhku kembali ke sana."
"Aku tidak pernah menyuruhmu."
Hansung berucap tanpa minat, "tunjukkan tempatnya padaku."
"Kau adalah tamu tidak tahu diri yang berani memerintah tuan rumah."
"Aku tidak bertamu."
Jooheon berjalan keluar sembari mencibir, "dia agen rahasia tapi kenapa otaknya hanya separuh." Jooheon kemudian berujar dengan lantang, "Changkyun."
"Ye?"
"Tunjukkan jalan yang benar untuk agen rahasia NIS itu."
Changkyun menyahut, namun hanya Hansung yang bisa mendengarnya, "akan jadi masalah jika orang lain mendengar suaramu, Hyeong."
Changkyun mempertemukan pandangannya dengan Hansung sebelum berjalan melewati pemuda itu tanpa mengucapkan apapun. Hansung kemudian mengikuti Changkyun. Dan hari itu Jooheon terpaksa menutup studionya hanya untuk mengantarkan Hansung kembali ke Ilsan.
°°°°
Hansung dan Changkyun duduk berdampingan di bagian depan badan mobil yang terparkir di depan pagar sebuah rumah. Hansung memperhatikan sekeliling, mencoba menemukan sosok Jooheon yang tiba-tiba menghilang.
Hansung bergumam, "ke mana kakakmu pergi?"
"Dia akan kembali jika ingin," sahut Changkyun dengan acuh.
Hansung menatap tanpa minat, dan hanya berselang satu menit Jooheon kembali menghampiri keduanya setelah mendapatkan kunci rumah yang ia titipkan pada tetangganya. Meski tak lagi ditinggali, Jooheon merasa enggan untuk menjual rumah itu, sehingga dia memutuskan untuk menitipkan rumah itu pada salah satu tetangga yang cukup dekat dengan keluarganya. Dan tentu saja Jooheon memberikan uang sebagai imbalan untuk mengurus rumahnya.
"Apa aku pergi terlalu lama?" tanya Jooheon dengan senyum lebarnya.
Tak ada yang menyahut, Jooheon lantas membimbing kedua pemuda itu untuk masuk ke rumahnya. Meski tak lagi ditinggali, rumah itu terlihat bersih karena bibi yang ditipipi oleh Jooheon selalu rutin membersihkan rumah itu.
Hansung memandang sekitar dan bertanya, "kau yakin rumah ini sudah kosong bertahun-tahun?"
"Bibi yang kutitipi selalu membersihkan rumah ini," jawab Jooheon yang tengah berkeliling seperti mencari sesuatu.
Hansung menyahut, "kenapa tidak dijual saja?"
"Ini satu-satunya peninggalan ayahku, bagaimana mungkin aku menjualnya? Aku sudah menjual galerinya."
Hansung dan Changkyun menyusul Jooheon yang masuk ke salah satu ruangan. Changkyun segera membuka kasur lipat dan membaringkan tubuhnya, tak berniat membantu Jooheon yang tampak mencari sesuatu di lemari yang berada di sudut ruangan.
"Di mana ayahmu menyimpannya?" tegur Hansung.
Jooheon menyahuti, "aku tidak yakin. Sudah lama aku tidak melihat buku itu."
Changkyun turut menyahut, "jika kau tidak ingin membuang waktu, sebaiknya kau ikut membantu."
Hansung menatap sinis. "Bagaimana denganmu, bocah?"
"Kita bahkan hanya berbeda beberapa bulan."
"Siapa yang peduli?"
"Tidak ada," acuh Changkyun.
Hansung kemudian mendekati Changkyun, mendorong kaki pemuda itu menggunakan kakinya dan menciptakan sedikit ruang untuk berbaring.
"Apa yang kau lakukan?" tegur Changkyun.
"Gara-gara kalian tanganku kembali sakit, aku akan tidur sampai kalian menemukannya."
Changkyun tersenyum tak percaya. "Kau bahkan tidak membayar kami."
"Kalian tidak bekerja untukku, untuk apa aku membayar kalian?"
"Oh! Ini dia!" seru Jooheon, membuat kedua pemuda itu serempak beranjak dan mendekat.
Jooheon berbalik dengan membawa buku yang cukup besar dengan sampul yang terlibat usang. Jooheon menaruh buku tersebut di lantai dan kedua pemuda itu duduk bersila mengapit Jooheon.
Jooheon kemudian membuka halaman pertama dari buku tersebut, dan di sana terdapat tulisan yang membuat dahi Hansung mengernyit.
"Untuk keluarga tuan Kim Dong Il dari Seoul," gumam Hansung membaca tulisan tersebut, menegaskan bahwa memang ayah Jooheon mendesain khusus setiap tato yang dimiliki oleh para putra dari Dong Il.
Jooheon sendiri tidak tahu tentang hal itu, satu-satunya sketsa yang pernah ia lihat hanyalah sketsa tato milik Namjoon. Itupun dia tahu karena saat itu dia masuk ke ruang kerja ayahnya ketika sang ayah tengah membuat desain tato tersebut.
Jooheon kemudian membuka halaman selanjutnya dan menemukan sketsa pertama. Gambar dalam kertas itu sedikit memudar karena memang sudah sangat lama dibuat. Namun mereka masih bisa membaca beberapa kalimat yang tertulis di sana, dan jenis tulisan itu sama dengan milik Hansung dan juga Namjoon.
"Kim Soohyun?" gumam Hansung ketika melihat tulisan nama dalam sketsa tersebut.
"Putra pertama Kim Dong Il," sahut Changkyun dan menarik perhatian kedua pemuda lainnya.
Jooheon menegur, "dari mana kau tahu?"
"Cukup mudah," Changkyun menjawab dengan acuh.
"Buka halaman selanjutnya," ujar Hansung.
Jooheon membuka halaman selanjutnya dan menemukan sketsa yang berbeda namun dengan ciri khas yang sama. Terdapat sebuah kalimat yang ditulis menggunakan aksara China dan sebuah nama dalam aksara Hangul.
"Kim Myungsoo," gumam Jooheon.
Changkyun menyahut, "putra ke. dua Kim Dong Il."
Jooheon beralih ke halaman selanjutnya. "Kim Jongdae."
"Putra ke tiga Kim Dong Il."
Jooheon mendecak kagum sembari membalik halaman, "woah ... kau seperti informan sejati. Biar kutebak, Kim Namjoon adalah putra ke empat Kim Dong Il ... benarkan?"
Changkyun hanya mengangguk untuk membenarkan jawaban Jooheon.
"Aigoo ... mereka memiliki seni yang luar biasa di punggung mereka." Jooheon beralih ke halaman selanjutnya. "Kim Jongin, dia pasti putra ke lima."
Jooheon kembali membalik halaman dan semua orang tertegun, mendapati sketsa yang tak asing lagi bagi mereka.
Jooheon bergumam, "bukankah ini Death Bringer?" Jooheon mengarahkan pandangannya pada Hansung. "Milikmu?"
Hansung juga terlihat bingung. "Kenapa ini bisa ada di sini?"
Jooheon membalik halaman kembali, namun hanya ada halaman kosong hingga akhir.
Changkyun kemudian mengambil alih semua perhatian dengan pernyataannya. "Jika hanya nama para putra Kim Dong Il yang berada di sini, kemungkinan besar si pembawa kematian Kim Taehwa adalah putra ke enam Kim Dong Il."
Changkyun bertemu pandang dengan tatapan tak percaya Hansung, sedangkan Jooheon memandang Hansung dengan tatapan tertegun.
Jooheon kemudian bergumam, "kau ... sebenarnya kau ini Choi Hansung atau Kim Taehwa?"
Pandangan Hansung terjatuh pada buku di hadapan mereka. Batinnya cukup terguncang dengan apa yang kini dihadapkan padanya.
Hansung kemudian bergumam, "kenapa jadi begini? Siapa Kim Taehwa?"
Di saat kebingungan melanda Hansung, saat itu sebuah pembenaran datang pada Changkyun yang kini tengah memperhatikan Hansung dalam keterdiaman yang menyimpan ribuan rahasia hingga wajah itu berpaling dan membiarkan seulas senyum tak percaya sempat melukis wajah dengan tatapan dingin miliknya.
Hari itu, dua pertanyaan muncul sekaligus dalam benak Hansung. Siapa Choi Hansung, dan siapa si pembawa kematian Kim Taehwa?
Selesai ditulis : 14.09.2020
Dipublikasikan : 20.09.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro