Lembar 12
"Aigoo! Benar ini tempatnya?" gumam Hansung yang terdengar seperti sebuah keluhan.
Di pandangnya lagi sepotong kertas di tangannya yang bertuliskan sebuah alamat. Singkat cerita, pagi tadi ia pergi ke Ilsan dengan menggunakan kendaraan umum karena ingin meminjam mobil ayahnya pun, tangannya tengah terluka.
Setelah setengah hari mencari keberadaan Lee Byunghun yang nyatanya sudah meninggal, pada akhirnya Hansung berhasil menemukan alamat dari putra semata wayang Lee Byunghun yang menurut informasi tinggal di Seoul. Namun Hansung tidak menyangka bahwa ia akan kembali secepat ini ke tempat yang baru beberapa hari lalu ia kunjungi.
"Kenapa harus tempat ini?" keluhnya yang kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu masuk Studio tato milik Lee Jooheon.
Beberapa langkah Hansung dari pintu masuk, saat itu Changkyun keluar dan sedikit heran melihat kedatangan pemuda itu meski mereka sudah membuat janji sebelumnya. Namun jadwal yang di tentukan masih sekitar dua hari lagi.
Keduanya saling berjabat tangan menggunakan tangan kiri dan sekilas menyatukan kedua bahu mereka.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku sedang tersesat dan tiba-tiba menemukan tempat ini," jawab Hansung tanpa minat.
"Kau datang bukan karena tatomu?"
"Siapa yang peduli dengan itu? Punggungku sakit gara-gara kakakmu. Di mana dia sekarang?"
"Dasar bayi," cibir Changkyun yang kemudian berjalan masuk di ikuti oleh Hansung.
Keduanya masuk dan menarik perhatian Jooheon yang saat itu tengah melayani seorang pelanggan yang tengah membuat tato di bagian samping lutut.
"Oh! Siapa yang kau bawa ke sini?" Jooheon sejenak menghentikan pekerjaannya.
"Dia ingin bertemu dengan Hyeong."
"Kenapa? Ada apa?"
"Aku mencari putra Lee Byunghun."
Jooheon tertegun, tampak kebingungan di wajahnya yang terlihat seperti orang bodoh. "Kenapa? Kenapa kau mencarinya?"
"Katakan di mana anak itu."
"Di sini. Aku, dia adalah ayahku."
Dahi Hansung mengernyit dengan mata yang memicing. Menunjukkan reaksi seperti tak percaya dengan ucapan Jooheon.
"Hyeong, putra dari Lee Byunghun?"
"Eoh ..." Jooheon mengangguk. "Ayahku sudah mati, untuk apa kau mencariku?"
"Ada sesuatu yang ingin ku tanyakan."
"Bertanya lagi?" seru Jooheon. "Eih ... sudah kukatakan bahwa aku bukan Profesor, kenapa kau suka sekali bertanya padaku?"
"Tolong di percepat sedikit, aku datang kemari lebih dulu," tegur pelanggan Jooheon yang kemudian bertemu pandang dengan Hansung.
"Ah ... tenang saja. Kau tetap menjadi prioritas utamaku, Hyeongnim." Jooheon menjatuhkan pandangannya pada Changkyun. "Bawa dia masuk, buatkan teh jika dia mau. Aku sedang sibuk, jangan menggangguku."
Changkyun sekilas memandang Hansung sebelum meninggalkan tempat itu dan Hansung pun mengikutinya. Changkyun membawa Hansung memasuki ruangan yang pernah dimasuki oleh Hansung ketika pertama kali ia datang ke sana.
"Buka bajumu."
Dahi Hansung kembali mengernyit ketika ia disambut oleh permintaan Changkyun yang menurutnya tak masuk akal, tepat setelah ia menutup pintu. Dia berjalan mendekat sembari berucap, "untuk apa?"
"Memangnya untuk apa kau datang kemari? Cepat buka, aku tidak suka menunggu."
Hansung melepas jaket kulit berwarna hitam yang membalut kemeja putihnya. Penampilan yang sedikit kaku ketika ia tidak sedang bertugas sebagai abdi negara. Namun Hansung memiliki alasan yang masuk akal kenapa ia mengenakan kemeja hari itu, dan alasan itu tidak lain adalah karena akan lebih mudah baginya untuk memasukkan tangannya yang terkilir jika mengenakan kemeja dari pada kaos.
Hansung melemparkan jaketnya ke sofa dan beralih melepaskan kancing kemeja putihnya. Namun ia terlihat sedikit kesulitan dan memandang Changkyun.
"Dari pada hanya diam di situ, lebih baik kau kemari dan bantu aku."
"Aku bukan istrimu, kenapa aku harus membukakan bajumu?" respon yang benar-benar acuh.
Sudut bibir Hansung tersungging. "Jika kau perempuan, aku akan langsung menjadikanmu istri tanpa selir. Berhenti bicara hal konyol dan cepat bantu aku ... kau pikir mudah bagiku melakukannya?"
Changkyun mendekat sembari bergumam, "jika memang sulit, untuk apa kau repot-repot memakai baju? Kau keluar tanpa pakaian pun sepertinya lebih bagus."
Hansung segera menendang bokong Changkyun dari samping. Namun untuk kali pertama, Hansung melihat pemuda itu tersenyum dan sedikit melunturkan sikap arogan di wajah pemuda itu.
Changkyun lantas membantu Hansung menanggalkan kancing kemeja pemuda itu. Sebelah alis Changkyun terangkat ketika ia melihat Hansung lagi-lagi melilit tubuhnya menggunakan kain. Jika tangannya sedang terluka, bagaimana pemuda itu bisa melakukan hal itu?"
"Kau bilang tanganmu terluka. Bagaimana kau bisa memasang kain ini?" pertanyaan yang terkesan acuh ketika ia menggulung kemeja Hansung dan melemparnya ke sofa.
"Hanya orang genius yang tahu bagaimana caranya."
"Buka."
Hansung mencari ujung dari kain yang melilit tubuhnya. Dan setelah ia melepaskan kaitannya, kain itu melonggar dari tubuhnya. Dengan sekali sentakan, kain itu sudah jatuh bertumpuk di lantai. Menyisakan kain putih yang masih melilit tangan kanannya yang terkilir.
Dengan tangan yang bersedekap. Changkyun berjalan mengitari Hansung dan berdiri di balik punggung Hansung. Tatapan dingin dan tajamnya itu melihat gambar baru yang minggu lalu di buat oleh Jooheon.
Mengulurkan tangan kirinya. Changkyun membiarkan hanya jari kelingkingnya yang menyentuh permukaan kulit punggung Hansung. Bisa dilihat bahwa tato baru itu sudah sepenuhnya menyatu dengan kulit Hansung. Dia lantas berjalan menjauh dan mendudukkan diri di sofa.
"Bagaimana?"
Changkyun memandang. "Bagaimana apanya?"
"Untuk apa kau melihat punggungku?"
"Hanya penasaran."
Hansung mendengus dan menghampiri Changkyun. Duduk di samping pemuda itu dan sama-sama menyandarkan punggung mereka ke sandaran sofa.
"Kapan kau akan kembali?"
Hansung dengan tatapan sinisnya dan Changkyun dengan tatapan dinginnya. Keduanya di pertemukan untuk perbincangan santai yang justru terlihat menegangkan ketika tak ada perubahan dari raut wajah mereka yang terlihat seperti dua musuh yang dipertemukan setelah duel kemarin.
"Tidak tahu," jawab Hansung dengan acuh dan mengalihkan pandangannya.
"Dua pekan kau absen, akan sulit untuk mengembalikan posisimu." Changkyun turut mengalihkan pandangannya.
Hansung menjatuhkan pandangannya pada tangan kanannya. Sebenarnya dia juga merasa frustasi dalam keadaan ini. Namun benar-benar sangat marah ketika mengingat kembali bagaimana saat Namjoon mematahkan tangannya.
"Orang itu tidak main-main," gumam Hansung dengan sedikit memberi penekanan.
Changkyun kembali memandang. "Bersyukurlah karena dia tidak akan pernah kembali ke Ring untuk menantangmu."
Hansung balas memandang. "Dari mana kau tahu?"
"Dia adalah pria terhormat. Dia datang hanya untuk menghibur diri, atau mungkin dia sengaja datang untukmu."
Hansung terdiam. Terlihat kerutan di dahinya ketika matanya memicing, menegaskan bahwa dia tengah berpikir keras. Mencoba mencari alasan yang masuk akal kenapa Namjoon tiba-tiba masuk ke Ring sebagai penantangnya. Dan setelah beberapa saat, ingatannya kembali menangkap satu nama yang membuat sudut bibirnya tersungging.
Dia bergumam, "gadis kurang ajar. Apa dia sudah merencakan ini sebelumnya?"
"Kusarankan kau untuk berhenti. Jika putra-putra dari Kim Dong Il mulai tertarik padamu. Kau mungkin akan kehilangan masa mudamu."
Hansung kembali memandang Changkyun di susul oleh seulas senyum yang tersungging. "Memangnya siapa mereka?"
"Ingin mendengar sesuatu?"
"Apa?"
"Setahuku ... seluruh putra dari Kim Dong Il memiliki tato di punggung mereka sebagai tanda bahwa mereka adalah keluarga ..."
Hansung tertegun dan berpikir, sembari mendengarkan ucapan Changkyun setelahnya.
"Aku dengar mereka memiliki desain khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain."
"Seperti apa?"
"Tidak tahu. Sejauh ini aku baru melihat milik Kim Namjoon."
Hansung sedikit menghadap ke arah Changkyun. "Bagaimana menurutmu?"
"Apa?"
"Tato milik orang itu ... bukankah itu hampir mirip dengan milikku?"
Changkyun sedikit kaget. "Aku tidak terlalu jelas melihatnya."
Hansung menatap jengah sebelum suaranya meninggi. "Harusnya kau benar-benar melihatnya!"
"Aku tidak ada urusan dengan mereka, untuk apa aku memperhatikan orang itu?"
"Karena ini menyangkut hidupku!"
Changkyun bingung. "Ada apa dengan hidupmu?"
Hansung kembali menyandarkan punggungnya dengan pasrah sebelum kembali memandang Changkyun. "Hidupku menjadi buruk karena tato ini dan kalian justru menambahnya."
"Kusarankan agar kau tidak berhubungan dengan keluarga Kim Dong Il."
"Kenapa?"
"Aku dengar keluarga mereka memiliki pengaruh yang besar bagi negara."
Hansung menyunggingkan senyumnya. "Kau tidak tahu siapa aku?"
Changkyun memandang tanpa minat.
"Kuberi tahukan padamu. Aku, kakakku dan ayahku ... kami adalah Agen rahasia NIS."
Sebelah alis Changkyun terangkat. Menunjukkan sebuah tanya dan juga rasa tak percaya.
"Kau tidak percaya? Asal kau tahu saja ... ibuku adalah orang Kejaksaan."
Tatapan Changkyun semakin menajam dan penuh selidik. "Lalu, untuk apa kau mencari Jooheon Hyeong?"
"Aku dengar ayahnya lah yang sudah membuat tato di punggung Kim Namjoon."
Changkyun kembali terkejut. Dengan raut wajah yang terlihat lebih kaku, pemuda itu beranjak dari duduknya dan segera meninggalkan Hansung. Tampak sedikit terburu-buru.
"Kau ingin pergi kemana?"
Selesai di tulis : 25.05.2020
Di publikasikan : 25.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro