[Choi Hansung, King Of Rising Moon] Lembar 01
Gelombang suara meninggi, menggetarkan area bawah tanah dari gedung pencakar langit itu. Tubuh seorang pemuda terlempar oleh lawannya di dalam ring, membuat sebagian besar suara menyayangkan hal itu.
"Choi Hansung ... Choi Hansung ... Choi Hansung ..." teriakan yang menyatu menjadi sebuah melodi.
Di dalam ring, satu pria bertubuh kekar tanpa mengenakan atasan berdiri dengan kebanggaan diri yang melambung tinggi ketika berhasil membanting lawannya. Pemuda dengan tubuh bagian atas yang di lilit oleh kain putih yang kini tergeletak di pinggir ring. Tampak tak berdaya.
Sang wasit yang berdiri di samping pemuda yang terkapar itu pun hendak mengakhiri pertandingan malam itu. Namun tepat saat hitungan ke lima, pemuda itu menunjukkan pergerakan dan kembali mengundang suara sorakan yang seakan ingin menggetarkan gedung itu.
"Ayo! Bunuh dia!"
"Bangun! Ayo cepat bangun!"
"Habisi dia!"
Pemuda itu, Choi Hansung. Menarik sudut bibirnya yang berdarah ketika mendengar suara yang bersahutan dari bangku penonton. Menumpukan kedua sikunya, ia mencoba untuk kembali bangkit hingga sepasang telapak tangan menepuk pipinya dari bawah arena.
"Bangun! Jangan mempermalukan aku sebagai kakakmu. Kau pasti bisa, habisi dia." ujar Choi Seungcheol yang kemudian mengecup puncak kepala Hansung dengan senyum yang mengembang.
Sudut bibir Hansung kembali terangkat. "Beraninya kau mempermalukan aku di tempat seperti ini."
Menepis tangan saudaranya dengan tidak terlalu kasar. Hansung kembali berdiri. Dengan sedikit membenahi kain yang melilit tubuhnya, ia kembali berhadapan dengan lawan yang beberapa tahun lebih tua darinya.
Melihat hal itu, Seungcheol berteriak. Memanggil semua pendukung adiknya untuk kembali menggetarkan ruang bawah tanah dari gedung Club malam Rising Moon.
"Choi Hansung ... Choi Hansung ... Choi Hansung ..."
Hansung berlari dengan terburu-buru meninggalkan gedung Club malam Rising Moon sembari membenahi pakaian yang belum sempat ia rapikan. Meninggalkan ruang bawah tanah gedung itu, pemuda itu mengganti penampilannya dengan mengenakan setelan jas yang membuatnya terlihat lebih dewasa dari usianya yang baru akan menginjak 23 tahun.
Di depan gedung itu sendiri. Seungcheol sudah bersiap di atas motornya, lengkap dengan sebuah helm yang menutupi kepalanya.
"Cepat sedikit!" lantang Seungcheol tanpa melihat bahwa adiknya itu tengah kesusahan mengancingkan kemejanya sembari berlari.
Sampai di tempat sang kakak. Hansung memakai jasnya dan memasukkan ujung kemejanya ke dalam celana secara asal. Sedangkan Seungcheol mengenakan helm di kepala Hansung dan kemudian memberikan sebuah ransel pada adiknya itu.
"Cepat naik! Ayah bisa menghabisi kita."
Hansung buru-buru naik, dan Seungcheol pun segera mengendarai motornya meninggalkan area gedung lalu kemudian berbaur dengan pengendara lain.
"Lima belas menit menuju lokasi," ujar Seungcheol setelah menekan sebuah tombol di alat bantu komunikasi yang sudah terpasang di telinganya. Pemuda itu lantas menaikkan kecepatan, menerobos jalanan lenggang tengah malam.
Di balik punggung Seungcheol. Hansung menghela napas dalam-dalam dan menyandarkan tubuhnya pada punggung Seungcheol dengan kedua tangan yang melingkar di perut sang kakak lalu memejamkan matanya.
Meski samar-samar, Hansung bisa mendengar bahwa kakaknya itu tengah menertawakannya. Pemuda itu lantas bergumam, "brengsek kau! Kenapa tidak bilang jika kita mendapatkan misi?"
Tak terlalu jelas, namun Seungcheol mendengar bahwa adiknya itu sempat mengumpatnya. Ia kemudian terkekeh sebelum menyahuti dengan suara yang cukup lantang, "tidak sopan mengumpati kakakmu seperti itu."
Hansung sedikit menjauhkan tubuhnya dan langsung membenturkan helm yang di kenakan oleh keduanya. "Aku akan membalasmu setelah ini, lihat saja nanti!"
Hanya tawa yang mampu terdengar samar oleh pendengaran Hansung sebelum pemuda itu kembali menyandarkan kepalanya pada bahu sang kakak. Mengambil waktu istirahatnya selama perjalanan setelah bertarung habis-habisan di ruang bawah tanah Rising Moon sebelumnya.
Sekitar lima belas menit perjalanan. Seungcheol memelankan laju motornya ketika memasuki kawasan yang cukup sepi.
"Ya! Choi Hansung, kau tidur?"
Hansung bergumam sebagai jawaban.
"Kita sudah sampai, tunda dulu tidurnya."
Hansung menegakkan tubuhnya dan memukul helm yang di kenakan oleh Seungcheol. "Ku pastikan akan mematahkan tulang hidungmu setelah ini."
Mendengar hal itu, Seungcheol justru terkekeh. Pandangan keduanya kemudian menangkap beberapa orang berjas tengah memblokir jalan dengan memarkirkan mobil mereka di tengah jalan. Tak butuh waktu lama sampai Seungcheol menghentikan laju kendaraannya di dekat kerumunan para pria dewasa itu.
Hansung segera turun dari motor dan membuka helmnya dengan tak sabaran lalu menyerahkannya pada Seungcheol.
"Rapikan pakaianmu," tegur Seungcheol dengan suara berbisik ketika melihat ayah mereka datang mendekat.
Hansung segera membelakangi sang ayah dan membenahi pakaiannya yang terlihat sedikit berantakan, tak lupa pula dengan tatanan rambutnya yang jauh dari kata rapi.
"Kenapa kalian terlambat?"
"Ada sedikit masalah di jalan," Seungcheol beralasan.
"Persiapkan diri kalian."
Jisub hendak meninggalkan kedua putranya. Namun saat si bungsu berbalik, ayah dua anak itu menghentikan niatnya dan justru meraih dagu si bungsu. Menatap tajam pada luka di sudut bibir Hansung dan juga lebam di wajah.
"Ada apa dengan wajahmu?"
"Hyeong memukuliku," jawaban sederhana yang membuat Seungcheol yang baru saja turun dari motornya tersenyum tak percaya.
Jisub memandang kedua putranya itu bergantian. "Jelaskan pada ayah setelah misi selesai," ucap pria itu dengan tegas dan meninggalkan kedua putranya.
Ketika ayah mereka sudah memunggungi tempat mereka. Saat itu Seungcheol mengangkat tangannya ke udara seakan ingin memukul kepala Hansung. Namun ia justru memukul telapak tangannya sendiri.
"Kau ini ... jika membuat alasan, yang masuk akal sedikit."
"Salahmu, kenapa kau tidak menjawab lebih dulu," acuh Hansung yang kemudian meninggalkan sang kakak untuk bergabung bersama ayahnya.
Seungcheol mendengus sebelum mengikuti langkah saudara kembarnya itu. Namun ketika menjangkau Hansung, kakinya tak bisa tinggal diam dan menendang bokong pemuda itu.
"Hentikan ... aku tidak akan berbelas kasih padamu setelah ini."
Seungcheol memalingkan wajahnya dan melenggang pergi, membuat sudut bibir Hansung tersungging.
Dan malam itu, para agen rahasia itu kembali menjalankan tugas mereka. Mengepung sebuah gedung tak berpenghuni yang terletak di pinggiran kota. Berjalan layaknya penyusup, satu persatu dari mereka memasuki gedung tanpa pencahayaan tersebut. Bergerak ke dalam untuk menyergap target yang telah mereka tandai.
Si kembar Choi berada dalam kelompok terpisah, namun telah terhubung dengan alat komunikasi yang terpasang di telinga masing-masing. Suasana yang cukup hening membuat derap langkah kaki mereka terdengar di beberapa sudut bangunan.
Hansung yang kala itu berjalan paling depan hampir saja melepaskan tembakan ketika mendapati pergerakan di sekitarnya. Namun hal itu di urungkan ketika itu hanyalah seekor tikus.
"Menyebalkan! Membuatku kaget saja!" gumam pemuda itu yang langsung di sahuti oleh Seungcheol yang berada di seberang.
"Adikku yang manis tidak boleh berkata kasar di depan ayah," perkataan bernada menyindir yang membuat Hansung memutar bola matanya, jengah.
Kembali menyusuri bangunan yang gelap. Tiba-tiba terdengar suara letusan senjata api dari lantai atas yang seketika menarik atensi dari semua orang.
"Block semua pintu masuk!" terdengar perintah berasal dari alat komunikasi yang mereka kenakan. Setiap kelompok kemudian bergerak sesuai intruksi dari Ketua Team masing-masing.
Beberapa berpencar dan setelahnya terdengar suara tembakan yang saling bersahutan, membuat bingung beberapa orang baru. Di tempat yang berbeda, Seungcheol dan Hansung harus memisahkan diri dari kelompok mereka dan bergerak sesuai insting agar tak mengenai sasaran yang salah.
Hansung kembali mundur ketika mendapati beberapa orang sampai di ruangan ia berada. Namun keberadaanya yang sempat di ketahui itu membuat beberapa butir peluru menghujani tempat persembunyiannya. Tak ingin mati sia-sia di usia muda atau berakhir sebagai pecundang. Pemuda itu sekilas menampakkan diri untuk menyerang balik. Namun dari aksi baku tembak itu, ia hanya bisa melukai satu orang yang terkapar di lantai. Sedangkan yang lainnya berhasil melarikan diri.
"Tiga ke arah utara."
"Pesan di terima, Bung."
Sudut bibir Hansung terangkat ketika ada begitu banyak orang dan hanya kakaknya lah yang menyahutinya. Setelahnya perburuan masih tetap berlanjut. Suara derap langkah dan letusan senjata api yang menjadi perpaduan sempurna untuk melodi kematian malam itu.
Namun semua menjadi lebih mudah ketika misi yang mereka dapat tidak melibatkan seorang sandera. Sekitar enam puluh menit lamanya, tak lagi terdengar suara letusan senjata api dan hanya menyisakan suara derap langkah yang sesekali masih terdengar.
Seungcheol berjalan meninggalkan kelompoknya yang tengah meringkus beberapa orang buron. "Mission, clear!" ucapnya yang kemudian berjalan menembus kegelapan.
"Selamat ulang tahun ... selamat ulang tahun ..." nyanyian itu di nyanyikan oleh Hansung yang kala itu juga hendak menuju pintu keluar. Dan tentu saja hal itu membuat Jisub tersenyum lebar dan Seungcheol yang tersenyum tak percaya.
"Jangan lakukan itu," tegur Seungcheol, namun Hansung tak berhenti menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Jisub lantas menegur dengan suara yang lebih lembut di bandingkan dengan pertemuan mereka sebelumnya, "lakukan pesta perayaan di rumah, anak-anak."
"Kau harus mendapatkan hukuman setelah ..." perkataan Seungcheol terhenti ketika ia merasa sesuatu yang keras menghantam kepalanya dari belakang. Membuat tubuh yang sempat tersentak itu kemudian jatuh ke depan dan tak sadarkan diri. Memicu kepanikan dari saudara dan ayahnya.
"Hyeong ... kenapa diam? Hyeong ... kau masih di sana?" Langkah Hansung terhenti dan beralih memanggil ayahnya, "Ayah ..."
"Di mana posisi kakakmu?"
"Aku tidak tahu ... Ya! Choi Seungcheol, kau sudah gila!" pekik Hansung kemudian. Dan di tempat yang berbeda, ayah dan anak itu sama-sama berlari untuk menemukan keberadaan Seungcheol.
Selesai di tulis : 09.04.2020
Di publikasikan : 09.04.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro