Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 97

    Tanpa bisa menghilangkan kemarahannya. Seokjin melangkahkan kakinya menuju kamar Taehyung, meninggalkan ayahnya bersama dengan Hoseok. Perasaan yang memburuk nyatanya membuat Seokjin tak mampu mengendalikan kekuatannya.

    Niat hati ingin datang secara baik-baik, justru pintu kayu itu terbuka dengan kasar oleh tangannya dan berhasil mengejutkan Boyoung yang saat itu berdiri beberapa langkah di belakang Taehyung yang berdiri di dekat jendela.

    Tanpa menutup pintu, Seokjin menghampiri ibunya dan langkahnya terhenti ketika sang ibu menahan lengannya.

    "Eomma keluarlah dulu, aku harus bicara dengan Taehyung."

    "Bicara baik-baik."

    Seokjin hanya memberikan anggukan. Membimbing langkah berat Boyoung meninggalkan ruangan itu. Tepat setelah pintu kamar tertutup dari luar, Seokjin segera menghampiri Taehyung yang sama sekali tak memberikan respon terhadap kedatangannya.

    Seokjin segera menarik gorden dengan kasar setelah melihat apa yang menarik perhatian dari Taehyung. Terdiam sejenak untuk menunggu reaksi dari pemuda itu. Namun apa yang terjadi justru membuat Seokjin bingung, khawatir dan tak habis pikir karena Taehyung sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun. Bahkan pemuda itu tak mengalihkan pandangannya sama sekali.

    Melihat hal itu, Seokjin mengangkat tangannya. Menyentuh dengan hati-hati bahu Taehyung sebelum membaliknya tanpa paksaan dan membawa pemuda itu ke dalam rengkuhannya tanpa ada penolakan ataupun balasan.

    "Jangan mengingat apapun tentang malam ini. Anggaplah ini hanyalah sebuah mimpi buruk."

    "Keluarlah," satu gumaman lemah berhasil mengejutkan Seokjin.

    Dekapan itu melonggar dan pemuda itu mengambil satu langkah mundur.

    "Apa yang baru saja kau katakan?"

    "Hyeong keluarlah dulu. Aku ingin sendiri."

    Tampak terperangah dengan sikap dingin yang ditunjukkan oleh Taehyung, Seokjin lantas segera memegang kedua bahu pemuda itu dan sedikit merendahkan kepalanya.

    "Jangan percaya dengan apapun yang orang itu katakan, dia sudah gila. Jangan dengarkan apapun yang orang itu katakan ... kau mendengarkan Hyeong, kan?"

    Perlahan Taehyung mengangkat wajahnya, menemukan tatapan khawatir milik Seokjin. Dia lantas berucap, "jika begitu, kenapa Hoseok tidak ikut pulang bersama Jung Ssaem?"

    Pertanyaan fatal yang tak mampu di jawab oleh Seokjin yang justru terlihat kebingungan. "H-hyeong bisa—"

    "Hyeong keluar dulu. Jangan menemuiku sampai besok pagi."

    "Jangan seperti ini. Hyeong ini kakakmu—"

    "Keluarlah, aku mohon."

    Seokjin sekilas memijat keningnya dan menatap frustasi. "Kita bicarakan besok pagi setelah kau tenang. Dan besok, kau tidak perlu masuk sekolah."

    Seokjin menyerah dan memutuskan untuk pergi. Membiarkan pemuda itu menenangkan pikirannya terlebih dulu. Pintu yang kembali tertutup dari luar membimbing Taehyung kembali mendekat ke jendela. Dibukanya kembali gorden itu dan tak lagi mendapati mobil Daehyun di halaman rumahnya. Dokter muda itu, sudah pergi.

    Ketegangan malam itu menyisakan kecanggungan di ruang keluarga kediaman Kim Taewoo, dimana kedua orangtua itu dihadapkan dengan pemuda asing yang tiba-tiba datang dengan membawa identitas sebagai putra kandung mereka.

    Taewoo lantas berdehem untuk memulai pembicaraan canggung di antara mereka. "Nak, bolehkah kami mengetahui siapa namamu?"

    Dengan kepala yang masih menunduk, Hoseok menjawab dengan suara pelan, "Jung Hoseok."

    "Apa kau sudah makan?" kali ini pertanyaan itu dilontarkan oleh Boyoung dan mendapatkan anggukan dari Hoseok.

    Sepasang suami istri itu saling bertukar pandang. Bagaimanapun juga mereka masih bingung harus bersikap bagaimana pada Hoseok setelah Daehyun membawa semua bukti itu ke hadapan mereka.

    Taewoo lantas meraih tangan Boyoung dan menggenggamnya dengan lembut. "Pergilah, dia memang putra kita."

    Boyoung menggeleng pelan. Masih mencoba untuk menyangkal tanpa lisan yang mungkin akan semakin melukai pemuda di hadapan mereka.

    "Dia tidak tahu apa-apa, pergilah."

    Dengan hati yang berat dan seakan belum merelakan kenyataan yang di hadapkan pada mereka, Boyoung beranjak dari duduknya dan beralih duduk di samping Hoseok. Tatapan prihatin ia berikan pada pemuda itu sebelum tangan hangatnya menyentuh surai hitam pemuda itu.

    "Maafkan kami ... kau pasti sangat terluka dengan kejadian ini. Tapi ... kau tidak perlu mencemaskan apapun lagi. Mulai sekarang, kau akan tinggal di sini."

    Beberapa kali memberikan usapan, tangan Boyoung lantas jatuh pada tengkuk pemuda itu. Bisa dilihat olehnya pemuda itu yang meremat tangannya sendiri hingga berkeringat dan memerah. Boyoung lantas memandang Taewoo seakan ingin bertanya bagaimana. Namun sayangnya sang suami tak memiliki solusi apapun terhadap situasi kacau malam itu.

    Dengan nalurinya sebagai seorang ibu. Boyoung lantas menarik lembut tengkuk pemuda itu dan memberikan rengkuhan hangat seorang ibu yang justru semakin menyesatkan pemuda itu.

    "Tidak apa-apa. Kami tidak akan menolakmu, kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Kita ... akan menjadi keluarga, mulai dari sekarang," terdengar berat, namun Boyoung berhasil mengucapkan kalimat yang memang seharusnya ia ucapkan.

    Detik berlalu dengan keheningan di antara kecanggungan, hingga pada akhirnya Boyoung merasakan bahu pemuda itu berguncang dengan pelan. Pada akhirnya pemuda itu menangis di hari pertama ia merasakan rengkuhan dari wanita yang sudah melahirkannya.

    Pada akhirnya, Jung Hoseok bisa menemui ibu yang selalu ia rindukan. Pada akhirnya, ia bisa melihat wajah ibunya. Dan pada akhirnya, Kim Taehyung harus menerima kenyataan dimana ia tidak bisa melihat bagaimana wajah ibunya secara lamgsung.

    Usapan lembut dengan sesekali tepukan singkat, Boyoung jatuhkan pada punggung pemuda itu. Rasanya begitu asing, namun tak memungkiri bahwa ada perasaan lain di sudut hatinya yang mendorong air matanya untuk keluar dari tempat bersinggahnya.

    Pandangan suami istri itu kembali dipertemukan. Sang ayah yang tampak tak tenang dan mengusap sudut matanya yang berair, dan sang ibu yang masih mencoba memahami perasaannya sendiri. Merengkuh putra kandungnya yang justru telah hidup sebagai orang asing dalam waktu yang lama. Bukan untuk melupakan Taehyung, namun saat ini, dalam keadaan ini—Hoseok adalah anak yang paling membutuhkan dukungan.

    Setelah tenang, Boyoung membawa Hoseok ke kamar Seokjin sesuai dengan permintaan dari putra sulungnya. Karena merasa kamar tamu tidaklah layak untuk di huni pemuda itu dan tidak mungkin juga mereka membiarkan Hoseok tidur di kamar Taehyung malam ini.

    Setelah semua benar-benar menjadi sepi. Kedua pria dewasa dalam keluarga Kim itu duduk berhadapan dengan wajah yang sama-sama menunjukkan kegelisahan.

    "Bagaimana keadaan adikmu?" Taewoo memulai pembicaraan.

    "Dia tidak mau bicara denganku."

    "Itu hal yang wajar, bagaimanapun juga ini sangat mengejutkan."

    "Harusnya aku menghabisi bajingan itu sejak lama," gumam Seokjin, masih terlihat kemarahan dalam nada bicaranya.

    "Sikapmu tadi sangatlah berlebihan."

    Seokjin memandang tak terima. Namun tetap berusaha untuk tenang ketika berbicara dengan sang ayah. "Besok, putuskan kontrak kerja dengan mereka."

    Taewoo tentu saja terkejut dengan permintaan Seokjin. "Jangan gegabah. Kontrak yang sudah ditanda tangani tidak bisa di jadikan sebagai permainan."

    "Aku tidak main-main, aku serius."

    "Kim Seokjin, dengarkan ayah dulu. Kita selesaikan masalah ini secara kekeluargaan."

    Seokjin menyandarkan punggungnya dan menyangga dagunya. Kepalanya benar-benar panas sekarang. Kelancangan Daehyun, kedatangan Hoseok dan perlakuan dingin Taehyung. Sungguh, kepala Seokjin seperti mau meledak saat ini.

    Seokjin menurunkan tangannya. Kembali menegakkan tubuhnya dan memandang sang ayah. "Ayah percaya begitu saja pada orang sinting itu?"

    "Jaga ucapanmu, bagaimanapun juga dia sudah bersikap baik pada keluarga kita selama ini."

    "Cih! Jangan menuntutku untuk memperlakukannya sebagai manusia setelah apa yang dia lakukan malam ini ... aku tidak peduli berapapun kerugian yang harus kita tanggung. Segera akhiri kontrak dengan mereka."

    "Bukan begitu caranya berbisnis ... ayah pikir, apa tidak sebaiknya jika Taehyung kita rawat bersama-sama?"

    Netra Seokjin semakin menajam, begitupun dengan suaranya yang bertambah dingin. "Maksud Ayah apa?"

    "Kita semua tidak mungkin bisa melepaskan Taehyung, begitupun dengan keluarga Daehyun yang tidak akan melepaskan Taehyung setelah melihat keadaan Taehyung saat ini ... jadi, ayah pikir mungkin akan lebih baik jika kita bersama-sama merawat Taehyung."

    "Jangan percaya padanya. Orang sakit jiwa itu tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah."

    "Jika yang kau katakan itu benar, lalu kenapa kau menahan Hoseok di sini?"

    Batin Seokjin tersentak. Mungkin dialah orang yang linglung di sana. Beberapa waktu lalu ia menahan Hoseok yang ingin mengejar Daehyun, dan barusan dia mengatakan bahwa Daehyun sakit jiwa dan sudah membual.

    "Ayah ingin dengar jawabanmu. Benarkah kau sudah mengetahui hal ini sejak lama?"

    Seokjin memalingkan wajahnya, menunjukkan penolakan terhadap pertanyaan sang ayah.

    "Seokjin, cepat jawab ayah. Sejak kapan kau tahu tentang hal ini?"

    Tanpa memandang sang ayah, Seokjin berucap, "Pengacara itu memberitahuku ... saat orang itu membawa pergi Taehyung."

    "Dan kau merahasiakan semuanya dari kami?"

    Seokjin kembali memandang. "Taehyung adalah adikku. Aku turut membesarkannya, jadi apakah aku salah jika aku ingin mempertahankan anak itu? Aku bukan Jung Daehyun yang bisa dengan mudahnya menelantarkan seorang anak yang sudah kurawat sejak bayi ... sampai salah satu dari kami mati, aku tidak akan—"

    "Kim Seokjin!" Taewoo tiba-tiba membentak untuk menghentikan ucapan putranya yang sudah melewati batas. "Jangan bicara sembarangan. Mari bersikap adil."

    "Apa maksud Ayah?"

    "Daehyun sudah mengembalikan Hoseok pada keluarga kita. Kita tidak berhak melarang Daehyun untuk bertemu dengan adiknya."

    "Taehyung tetap di rumah ini ... apapun yang terjadi! Aku tidak akan menjamin keselamatan orang sakit jiwa itu, jika dia membawa paksa Taehyung pergi dari rumah ini!" Dengan amarah yang tertahan, Seokjin beranjak dari duduknya dan meninggalkan sang ayah.

    "Seokjin, Kim Seokjin. Ayah belum selesai bicara ... Kim Seokjin."

    Seokjin tak peduli dan justru berjalan menuju pintu keluar. Malam itu, pria yang tengah di landa kemarahan besar itu meninggalkan rumah tanpa memiliki tujuan yang jelas.

Selesai di tulis : 25.05.2020
Di publikasikan : 26.05.2020

   

   

   
   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro