Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 95

    Kegelapan menghilang, Daehyun yang sejak semalam tertidur di samping pintu kamar mandi perlahan mulai mendapatkan kesadarannya. Setelah sempat membujuk Hoseok agar anak itu keluar dari kamar mandi, hanya kegagalan yang ia dapatkan.

    Mengusap singkat kedua matanya. Daehyun beranjak berdiri dan kembali mencoba membuka pintu kamar mandi, namun tetap saja tak bisa di buka. Dia kemudian beralih mengetuk pintu itu dengan pelan.

    "Hoseok, buka pintunya."

    Hoseok tak memberi respon meski pemuda itu telah mendapatkan kembali kesadarannya dan duduk di lantai tepat di samping pintu. Tak ada tangis yang tersisa, hanya ada rasa sakit yang tak mungkin bisa di obati oleh paramedis.

    Daehyun kemudian beralih memeriksa laci di samping tempat tidur untuk mencari kunci cadangan. Dan setelah sempat membuka beberapa laci, dia menemukan barang yang ia cara.

    Kembali mendekati pintu, Daehyun lantas memasukkan kunci di tangannya pada lubang kunci pintu kamar mandi dan membuat kunci yang berada di bagian dalam jatuh ke lantai. Sejenak menarik perhatian Hoseok sebelum pemuda itu memalingkan wajahnya saat pintu di sampingnya terbuka.

    Daehyun masuk. Tanpa menutup pintu ia berdiri di hadapan Hoseok lalu menjatuhkan satu lututnya. Memperhatikan pemuda yang baru semalam ia hancurkan hatinya hanya karena pernyataan kecilnya.

    "Sampai kapan kau akan duduk di sini? Kau bisa sakit."

    Hoseok tak merespon, dan bahkan tak memandang Daehyun sama sekali meski Daehyun mendapatkan satu tangannya.

    Daehyun menggenggam lembut telapak tangan Hoseok menggunakan kedua tangannya. Mencoba memberikan pengertian pada pemuda itu.

    "Aku minta maaf. Aku tahu bahwa aku sudah melukaimu ... tapi, aku mohon padamu. Pikirkanlah sekali lagi ... tidak ada orang yang ingin membuangmu."

    Hoseok perlahan memandang lawan bicaranya dan berucap, "kenapa bisa seperti ini?"

    "Aku tidak tahu jawaban apa yang benar."

    "Tidak bisakah aku tetap tinggal di sini. Meski aku ... bukanlah adik Daehyun Hyeong?"

    "Aku minta maaf."

    Hoseok langsung menarik tangannya dan kembali merapatkan kedua lutut pada tubuhnya. "Bagaimana, bagaimana jika mereka tidak menerimaku? Bagaimana jika mereka membuangku lagi? Aku harus hidup dengan siapa?"

    Daehyun menggeleng pelan. "Jangan berpikir sejauh itu. Akan kupastikan bahwa kau bisa hidup bersama mereka dengan baik ... aku berjanji padamu."

    "Tidak bisakah aku saja yang jadi adik Hyeong? Jika dengan sakit keras bisa membuatku tetap menjadi adik Hyeong, aku akan dengan suka rela menerimanya."

    "Jangan lakukan itu, jangan berbicara seperti itu ... aku menyayangimu dan akan seperti itu di manapun kau tinggal. Tetaplah hidup dengan sehat."

    "Aku tidak mau pergi dari sini, apa salahku?" suara Hoseok sedikit meninggi.

    "Kau tidak melakukan kesalahan apapun. Kamilah yang salah, kamilah yang sudah melakukan kesalahan."

    "Untuk itu jangan mengorbankan aku!" Hoseok mengusap kasar wajahnya ketika air mata itu kembali membasahi wajahnya. Dia lantas berujar dengan lirih, "jika aku bersalah, aku akan minta maaf. Hyeong bisa menghukumku, bukannya seperti ini ..."

    Daehyun mendekat dan memeluk Hoseok. Bagaimanapun juga ia turut membesarkan Hoseok, dan perasaan berat untuk melepaskan itu pasti ada. Namun ia tak memiliki pilihan lain karena hanya itulah jalan satu-satunya agar ia bisa membawa Taehyung pulang.

    "Semua akan baik-baik saja. Aku akan memastikan bahwa kau bisa hidup dengan lebih baik bersama mereka. Sekali lagi ... maafkan aku. Aku tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu."

    Selesai membersihkan diri. Daehyun turun ke bawah dan berhasil mengejutkan Jiyoung yang saat itu tengah menyiapkan meja makan.

    "Daehyun ... kau sudah pulang? Kapan kau datang?"

    "Semalam."

    "Kau kemana saja? Adikmu selalu menanyakanmu setiap hari."

    "Aku sudah menemuinya, Eomoni tidak perlu khawatir. Aku akan membawakan sarapan ke kamarnya."

    Jiyoung menatap heran. "Ada apa? Apa adikmu sakit?"

    "Tidak. Hanya saja ... biarkan dia sarapan di kamarnya pagi ini."

    "Ah ... baiklah, ibu siapkan sebentar."

    Menunggu Jiyoung selesai menyiapkan sarapan untuk Hoseok, Daehyun mencari kontak Kihyun dan menghubungi rekannya itu.

    "Kihyun, kau di mana sekarang?"

    "Aku masih di apartemen, ada apa?"

    "Jika hasil pemeriksaan Taehyung hari ini keluar, segera kirimkan padaku."

    "Aku mengerti, aku akan mengirimkannya pada Hyeong setelah hasilnya keluar."

    "Terima kasih, maaf sudah mengganggumu." Daehyun memutuskan sambungan.

    "Kau makanlah di sini, biar ibu yang mengantarkan ini untuk Hoseok," ucap Jiyoung ketika kembali dengan sebuah nampan di tangannya.

    "Tidak perlu, biar aku saja yang mengantarnya."

    Jiyoung tak bisa lagi membantah. Ia menyiapkan menu sarapan Hoseok, memindahkannya beberapa mangkuk ke atas nampan yang kemudian ia sodorkan ke hadapan Daehyun.

    "Apa Youngjae tidak ada di rumah?"

    "Youngjae pergi ke luar kota sejak seminggu yang lalu. Jika sesuai rencana, besok mungkin dia akan pulang."

    Daehyun mengambil nampan itu dan berucap, "tolong jangan katakan pada Youngjae jika aku sudah pulang."

    "Ada apa? Apa kalian sedang bertengkar?"

    "Hanya berselisih paham. Aku akan segera meluruskan masalah di antara kami setelah dia pulang."

    "Baiklah ... ibu tidak akan menghubungi adikmu."

    "Terima kasih."

    Jiyoung hanya mampu menatap prihatin kepergian Daehyun. Wanita itu lantas bergumam, "kenapa dia terlihat lebih kurus? Apa dia sedang sakit?"

    Hari itu, Hoseok sama sekali tidak meninggalkan kamarnya. Pemuda itu lebih sering berbaring tanpa melakukan apapun dan bahkan melewatkan panggilan yang sempat masuk ke ponselnya. Di hari sebelumnya ia sudah membuat janji bersama teman-temannya. Namun dengan keadaan sekarang, ia bahkan tak bisa untuk sekedar mengklarifikasi pada teman-temannya bahwa ia tidak bisa pergi.

    Pemuda itu baru keluar kamar untuk makam malam, itupun tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya sesekali mengangguk atau menggeleng untuk merespon pertanyaan Jiyoung, dan tentu saja hal itu semakin menambahkan kekhawatiran dari sang ibu tiri.

    Selesai makan malam, Hoseok terduduk di tepi ranjangnya dengan pakaian yang sudah rapi, lengkap dengan sepasang sepatu berwarna putih yang membungkus kakinya. Di dekat meja belajar terdapat sebuah koper dan ransel yang berisikan barang-barang yang ia perlukan.

    Pintu terbuka dari luar. Daehyun masuk dan mendekat setelah menutup pintu. Seulas senyum tipis ia berikan sebelum ia mendudukkan diri di samping Hoseok dan mengusap lembut kepala pemuda itu.

    "Kita pergi sekarang."

    "Sebelum itu, bolehkah aku memelukmu, Hyeong?"

    Daehyun mengangguk dan lantas menyambut Hoseok. Membalas pelukan pemuda itu dengan hati yang kembali memberat. Usapan lembut ia berikan pada punggung pemuda itu.

    "Terima kasih karena kau bersedia untuk mengerti."

    Hoseok melepaskan pelukannya dan memandang pria yang kini bukan lagi kakaknya, melainkan orang asing yang pernah merawatnya.

    Daehyun meraih satu tangan Hoseok dan menggenggamnya. Dia lantas berucap, "meski kau telah menjadi bagian dari Keluarga Kim, kau masih tetap menjadi adikku ... jadi, jangan sungkan untuk menyapaku jika kita bertemu di jalan. Kau juga boleh berkunjung kemari jika kau mau ... sekarang, ayo kita pergi."

    Hoseok mengangguk dan mengikuti Daehyun yang beranjak berdiri. Dia mengambil ranselnya, di saat Daehyun sendiri membawakan kopernya. Dengan berat hati, Hoseok meninggalkan kamar dan semua benda kesayangannya di dalam ruangan itu.

    Mencapai lantai dasar, kehadiran keduanya sempat mengejutkan Jiyoung yang baru saja keluar dari ruang keluarga.

    "Daehyun, Hoseok. Kalian ingin pergi kemana?" Jiyoung menghampiri keduanya.

    Daehyun berucap, "aku, akan mengembalikan Hoseok pada keluarga Kim Seokjin."

    Jiyoung terkejut. "A-apa, apa yang kau bicarakan?"

    "Aku akan membawa pulang Taehyung, untuk itu aku harus mengembalikan Hoseok pada mereka agar semua menjadi adil."

    "Tunggu dulu, apa kau sudah membicarakan hal ini dengan Youngjae?"

    "Dia akan tahu setelah dia pulang, Eomoni tidak perlu menghubunginya. Kami pergi sekarang."

    Daehyun meraih tangan Hoseok dan membawa adiknya itu berjalan menuju pintu keluar.

    "Daehyun, tunggu dulu ... Youngjae bisa memarahimu jika kau seperti ini."

    Tak ada respon. Jiyoung dengan panik berjalan mendekati meja di mana terdapat sebuah telepon seluler di sana. Tangannya bergerak dengan cepat menekan beberapa tombol dan menunggu dengan resah hingga Youngjae menerima panggilannya.

    "Halo," suara Youngjae terdengar.

    "Youngjae, di mana kau sekarang? Cepatlah pulang!" panik Jiyoung.

    "Ada apa? Kenapa Eomma panik begitu?"

    "Kakakmu ... Daehyun, dia ingin menukarkan Hoseok dengan Taehyung."

    "Di mana orang itu sekarang?"

    "Dia baru saja pergi membawa Hoseok, cepatlah pulang!"

    "Aku akan pulang secepatnya," terdengar sangat dingin dan tak berperasaan. Seandainya Jiyoung tidak sedang dalam keadaan panik, mungkin ia bisa mengerti arti dari nada bicara putranya saat itu.

Selesai di tulis : 19.05.2020
Di publikasikan : 24.05.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro