Page 90
Hari berganti tanpa adanya kejelasan tentang Taehyung dan juga Daehyun yang pada akhirnya memicu keributan besar di kediaman keluarga Daehyun, di mana malam itu Seokjin bertamu tanpa sopan santun. Menggedor pintu dengan tak sabaran dan membuat Hoseok yang saat itu tengah bermain game di ponselnya sedikit terkejut.
Beranjak dari duduknya. Pemuda itu berjalan meninggalkan ruang keluarga menuju ruang tamu dengan langkah kaki yang masih sedikit tertatih. Namun suara keras dari pintu depan itu pun turut mengundang kepanikan dari Jiyoung yang segera datang dari kamarnya.
"Hoseok, siapa di luar itu?"
Hoseok menghentikan langkahnya dan menoleh lalu memberikan sebuah gelengan pada ibu tirinya itu.
"Biar ibu saja yang membukanya."
Jiyoung berjalan mendahului Hoseok untuk membuka pintu. Namun saat itu mobil Youngjae memasuki halaman rumah dan apa yang terjadi di depan pintu rumahnya berhasil membuatnya terkejut.
Bergegas turun dari mobilnya. Youngjae segera menghampiri Seokjin dengan rahang yang mengeras.
"Kim Seokjin-ssi!"
Seokjin berhenti menggedor pintu dan setelah Youngjae sampai di hadapannya. Dengan cepat ia mencengkram kerah baju Youngjae dan menyudutkan Pengacara itu pada tembok di sebelah pintu.
"Kembalikan adikku sekarang juga!" tegas Seokjin.
Pintu di samping mereka terbuka dari dalam dan menampakkan keterkejutan dari Jiyoung.
"Youngjae ... apa yang sedang kalian lakukan?"
Youngjae menepis tangan Seokjin dengan kasar dan segera menghampiri ibunya. "Bawa Hoseok ke kamarnya dan jangan keluar sebelum aku mengizinkannya," dengan begitu Youngjae menutup pintu dari luar dengan paksa dan menahan gagang pintu itu menggunakan satu tangan sebelum kembali mempertemukan pandangannya dengan Seokjin. Sedangkan di dalam sendiri, Hoseok datang menghampiri Jiyoung yang tampak begitu cemas.
"Ada apa? Youngjae Hyeong ada di luar?"
"Ibu juga tidak tahu ... kakakmu sepertinya sedang bertengkar dengan rekan bisnisnya. Lebih baik, kita ke dalam saja."
Jiyoung meraih lengan Hoseok dan memaksa pemuda itu untuk pergi bersamanya sesuai dengan ucapan Youngjae, meski Jiyoung sendiri tidak tahu apa yang terjadi karena Youngjae sendiri telah membohongi keluarganya perihal kepergian Daehyun.
Bertatapan dengan sengit, Youngjae lantas membuka suara. "Tidak seharusnya kau bertindak seperti ini."
"Kembalikan adikku."
"Jangan bicara di sini." Youngjae berjalan ke halaman rumahnya, di ikuti oleh Seokjin.
"Aku meminta kalian untuk bersabar, aku juga sudah berusaha selama ini." Youngjae kembali memulai pembicaraan dengan suasana yang lebih tenang.
"Lima hari. Kau kira itu waktu yang sedikit? Besok adikku harus menjalani terapi ... adikku sedang sakit, jangan macam-macam!"
"Aku tahu, dan bahkan Daehyun jauh lebih tahu dari pada dirimu. Jadi aku mohon tunggulah sedikitlebih lama lagi." Suara Youngjae terdengar sedikit mengeras, begitupun dengan suara Seokjin.
"Kalian sudah sinting! Sebenarnya apa masalah kalian? Apa yang salah pada adikku? ... bukankah di dalam sana dia masih memiliki adik? Lalu kenapa dia justru membawa Taehyung? Kau pikir ini masuk akal!"
Youngjae menghela napasnya, mencoba meredam amarah yang sudah bergejolak di dalam hatinya. Mencoba untuk tetap tenang, suaranya pun sedikit melembut. "Aku sudah mencoba memberikan pengertian pada kalian ... Daehyun, tidak akan pernah menyakiti Taehyung. Percayalah padaku dan aku akan berusaha untuk menemukan mereka secepatnya."
"Bagaimana mungkin aku bisa mempercayai orang sakit jiwa itu!"
Cukup! Sudah habis kesabaran Youngjae. Seakan kalimat yang baru saja di katakan oleh Seokjin merupakan sesuatu yang fatal, tangan kanan Youngjae yang mengepal terangkat ke udara dan menghantam wajah Seokjin dalam hitungan detik.
"Jaga ucapanmu!" ucap Youngjae tak berteriak namun penuh penekanan.
Seokjin yang juga sudah kalut pun tak tinggal diam dan balas memukul Youngjae. Membuat Pengacara itu beringsut beberapa langkah dari tempatnya.
"Jangan karena perusahaan kita terlibat kerja sama dan aku tidak berani melaporkan kalian ke kantor polisi!" Seokjin murka dan kembali memukul wajah Youngjae hingga Pengacara itu terjatuh.
Youngjae sekilas menggeleng dan segera bangkit. Sebelum Seokjin kembali memberikan pukulan padanya, Youngjae terlebih dulu menendang perut Seokjin dan membuat Seokjin jatuh ke belakang. Saat itu Youngjae datang dan menduduki perut Seokjin sebelum menjatuhkan beberapa pukulan pada wajah tamunya itu.
"Sadar diri, lah! Kim Taehyung bukan adikmu!" itulah perkataan Youngjae pada pukulan terakhirnya yang langsung ia sesali dan membuat Seokjin terkejut.
Menyadari kebodohannya yang kembali termakan oleh amarahnya sendiri, Youngjae bangkit dan segera menjauh dari Seokjin. Menyesali segalanya yang keluar dari mulutnya malam itu.
Wajah Seokjin mengenyit menahan rasa sakit ketika ia bangkit dan kembali berhadapan dengan Youngjae dengan tatapan tajam yang menuntut. "Apa maksudmu?"
"Pulanglah ..."
"Jawab dulu pertanyaanku."
"Pergilah sebelum kau menyesal sudah datang kemari."
Youngjae lantas meninggalkan Seokjin dan hendak berjalan masuk ke dalam rumahnya. Namun Seokjin tiba-tiba membalik tubuhnya dan kembali mencengkram kerah bajunya dengan lebih kuat.
"Jangan kau pikir aku tuli. Cepat katakan apa maksud dari ucapanmu!"
"Lupakan! Kau tidak ingin mendengar hal itu." Youngjae hendak menurunkan tangan Seokjin, namun Seokjin justru menguatkan cengkraman pada kerah bajunya.
"Jangan main-main denganku ... aku akan membawa kasus ini ke kantor polisi dan menjebloskan kakakmu itu ke dalam penjara!"
"Anak itu adik Jung Daehyun," celetuk Youngjae dengan pembawaan yang tenang, "bukan adikmu, Kim Seokjin."
Seokjin terkejut. Namun cengkraman itu bukannya melemah, justru semakin kuat dan menuntut. "Apa yang baru saja kau ucapkan? Jangan mengada-ada!"
"Aku sudah memperingatkanmu. Tapi itulah kenyataan yang harus kau terima ... Kim Taehyung, bukanlah adikmu."
Cengkraman pada kerah baju Youngjae terlepas. Namun detik itu juga tubuh si Pengacara jatuh ke samping setelah Seokjin memukul wajahnya dengan cukup keras.
"Jangan bicara omong kosong!"
Malam yang semakin larut, membawa keheningan menyelimuti bangunan sederhana di dekat pantai itu. Suara ombak kecil yang menggulung dengan tenang bahkan tak mampu mengusik ketenangan di dalam bangunan itu, di mana dua jiwa bernaung di sana.
Dengan lampu kamar yang masih menyala sepenuhnya. Daehyun memandangi wajah Taehyung yang tengah terlelap di sampingnya dalam posisi menghadap ke arahnya. Satu tetes air mata terlihat melepaskan diri dari sudut mata pria dewasa itu tatkala satu tangannya tengah menggenggam tangan kurus milik pemuda di hadapannya itu.
Terhitung lima hari mereka menetap di sana, dan Daehyun masih sangat beruntung ketika ia selalu bisa mengelabuhi Taehyung. Dan bahkan ketika mereka pergi untuk menjalani terapi pagi tadi.
Ya. Mereka pergi ke Hankuk Medical Center pagi tadi. Dan meski Taehyung sudah memberitahu bahwa jadwal terapinya masih besok, Daehyun tetap membawa Taehyung untuk melakukan terapi pagi itu dan tentunya sedikit menyulitkan baginya ketika Taehyung bersikeras ingin pulang. Namun berkat bujukannya, pada akhirnya ia bisa membawa pemuda itu kembali ke tempat itu tanpa menimbulkan kecurigaan.
Hari ke lima dan hatinya semakin resah. Berpikir sampai kapan ia bisa membohongi semua orang dan dirinya sendiri. Dia sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan besar dengan melarikan Taehyung seperti ini. Dia berpikir bahwa pelariannya itu tidak akan bertahan sampai selama ini. Dia pikir Youngjae akan sangat mudah menemukan keberadaannya. Namun semua masih tetap damai di sana.
"Biarkan seperti ini ... Jangan tinggalkan kakakmu ini ..." dua kalimat pendek yang kemudian membimbingnya untuk bergerak mendekat dan mampu menggunakan tangannya untuk memeluk pemuda itu.
Rasanya sangat sakit ketika ia mengingat kembali nasib buruk dari skenario Tuhan untuknya. Di setiap detik, seakan tak mungkin berlalu tanpa adanya penyesalan.
Malam itu, Daehyun kembali menangis dalam keterdiamannya ketika hatinya belum mampu melepaskan kebenaran melalui lisannya. Ketakutan itu semakin hari semakin bertambah besar hingga tanpa sadar bahwa perbuatannya saat ini justru membuat lebih banyak lagi orang yang akan terluka nantinya.
Di tempat yang berbeda. Seokjin tampak duduk di tepi ranjang dengan keadaan yang buruk. Saking buruknya, ia sampai mengabaikan teguran dari kedua orangtuanya ketika ia datang beberapa menit yang lalu.
"Adik kalian sengaja di tukar ..." perkataan itu masih dengan jelas tercetak dalam ingatannya. Pernyataan yang di sertai sebuah bukti yang benar-benar membuatnya kehilangan pijakannya.
Bagaimana bisa? Hanya itulah yang mampu di ucapkan oleh batinnya ketika kenyataan yang ada benar-benar sulit di terima. Taehyung nya, adik kecilnya. Seokjin benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia berharap ini hanyalah sebuah mimpi yang akan menjadi abu-abu ketika ia bangun pada esok hari. Namun bagaimana jika sesuatu yang abu-abu itu justru semakin terlihat jelas ketika ia bangun pada esok hari.
Mencoba melakukan semampu yang ia bisa. Seokjin meraih ponselnya dan menghubungi Kihyun meski hari sudah larut malam. Beberapa detik menunggu, suara Kihyun kemudian terdengar menyapa pendengaran Seokjin.
"Aku ada perlu sebentar, apa kau sedang sibuk?" Mencoba bersikap ramah meski dengan suara yang terdengar begitu dingin.
"Tidak, aku sedang bersantai di rumah sekarang ... ada apa? Apa terjadi sesuatu pada Taehyung?"
"Besok ... jika Taehyung datang ke Rumah Sakit, tolong segera hubungi aku."
"Besok? Memangnya kenapa dia pergi ke sana?" Suara Kihyun terdengar kebingungan.
"Besok adalah jadwal terapi Taehyung, kau tidak melupakannya, kan?"
Dan Kihyun benar-benar bingung sekarang karena Taehyung sudah datang bersama Daehyun tadi pagi.
"T-tunggu sebentar ... bukankah terapinya sudah selesai?"
"Jadwalnya masih besok, apa maksudmu?"
"Tadi pagi Taehyung datang kemari bersama Dokter Jung dan sudah melakukan terapi ... kau tidak tahu?"
Mata Seokjin mengerjap tak percaya. Sambungan itu kemudian terputus secara sepihak seiring dengan ponsel yang menjauh dari telinganya. Kedua tangan Seokjin lantas mengepal kuat, menahan amarah yang bahkan jauh lebih besar di bandingkan dengan sebelumnya ketika Daehyun benar-benar telah mengibarkan bendera perang dengannya.
"Berengsek! Kau pikir ini masuk akal?"
Seokjin dengan cepat berdiri dan melemparkan ponsel di tangannya yang kemudian membentur dinding dengan sangat keras. Pria dewasa itu mencengkram kepalanya menggunakan kedua tangannya, mencoba mengendalikan amarahnya yang tak lagi terbendung hingga beberapa umpatan sempat terdengar keluar dari mulutnya.
Entah apa yang akan terjadi pada esok hari ketika kelopak mata yang sempat menutup, terbuka kembali ...
Selesai di tulis : 11.04.2020
Di publikasikan : 22.04.2020
10 Chapter untuk menuju Chapter 100.
Jika berkenan, silahkan tinggalkan pesan dan kesan kalian ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro