Page 81.
Youngjae melonggarkan dasinya ketika sampai di kediaman keluarganya. Jiyoung yang saat itu baru saja keluar dari kamar tamu dan hendak menuju lantai atas pun mengurungkan niatnya dan memilih menyambut putranya yang baru datang.
"Kenapa pulang selarut ini?" tegur Jiyoung, menyiratkan kekhawatiran dalam nada bicaranya. Wanita itu lantas mengambil tas kerja serta jas yang berada di tangan Youngjae.
"Eomma belum tidur?"
"Belum, Ibu masih ingin mengambilkan selimut untuk Hoseok."
"Memangnya ada apa dengan selimut anak itu?"
"Selimut di kamar tamu sudah lama tidak di cuci. Ibu akan mengambilkan yang baru."
Sedikit keheranan terlihat di wajah lelah Youngjae ketika mengetahui di mana Hoseok berada saat ini. "Kenapa dia berada di kamar tamu?"
"Ibu tidak bisa membantunya naik ke atas, Hoseok pun juga sudah lelah. Jadi Ibu menyuruhnya beristirahat di kamar tamu."
"Tunggu," rahang Youngjae sedikit mengeras. "Di mana Daehyun?"
"Dia pergi sejak tadi pagi dan belum pulang."
Netra Youngjae seketika menajam. Dia dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Daehyun. Namun setelah menunggu sedikit lama, Daehyun tampaknya mengabaikan panggilannya dan itu cukup menyulut emosinya di saat fisiknya merasa lelah dengan aktivitas barunya hari itu.
"Kemana orang ini?" gumam Youngjae, sarat akan kemarahan yang tertahan. Dia hendak kembali menghubungi Daehyun, namun saat itu Jiyoung menahan lengannya.
"Sudah, biarkan dia sendiri dulu. Jangan terlalu memberi tekanan pada Kakakmu ... dia membutuhkan waktu."
"Dia membutuhkan waktu, tapi bagaimana dengan Hoseok? Apa karena anak itu bukan adiknya, dia bisa menelantarkannya begitu saja?"
Jiyoung tampak terkejut, namun Youngjae tampak menyesali perkataan yang tak sengaja ia ucapkan itu.
"Youngjae ... apa, apa yang baru saja kau katakan?"
"Maaf, jadwalku terlalu padat hari ini." Youngjae hendak menghindar dari tuntutan sang ibu. Dia ingin meninggalkan Jiyoung, namun saat itu Jiyoung segera menahan tangannya.
"Katakan pada Ibu, apa maksudmu dengan mengatakan bahwa Hoseok bukan adik Daehyun?"
Youngjae menggaruk pelan keningnya. Kini dialah yang berada dalam posisi serba salah ketika ia yang tidak bisa mengendalikan kemarahannya pada Daehyun. Dia tidak berniat menutupi fakta itu selamanya dari ibunya. Hanya saja, dia ingin Daehyun yang mengatakannya sendiri.
"Aku hanya salah bicara, Eomma tidak perlu memperpanjang masalah ini."
"Ibu bukanlah anak kecil yang bisa kau bohongi dengan cara kekanak-kanakan seperti itu. Katakan pada Ibu, apa yang kalian sembunyikan dari Ibu?"
Youngjae menghembuskan napasnya dengan gelisah, dan pandangan yang sempat teralihkan itu kembali terjatuh pada sang ibu yang masih menunggu penjelasan darinya.
"Apa Hoseok sudah tidur?"
"Belum."
Youngjae meraih lengan Jiyoung dan menuntun wanita itu dengan lembut berjalan menuju sofa. Jiyoung lantas duduk di sofa, sedangkan Youngjae berjongkok di depan wanita itu dengan kedua tangan yang menggenggam lembut kedua tangan ibunya.
"Jangan katakan ini pada Hoseok sebelum Daehyun sendiri yang memberitahu anak itu."
"Apa yang kau bicarakan? Cepat katakan pada Ibu."
"Ayah meninggalkan surat wasiat pada Daehyun," ucap Youngjae dengan hati yang memberat.
"Apa yang di tulis oleh Ayahmu? Katakan pada Ibu."
"Ayah mengatakan bahwa dulu dia menukar putranya dengan putra orang lain."
Jiyoung mulai gelisah. "Youngjae ... apa maksudmu? Putra siapa? Putra siapa yang di tukar oleh Ayahmu?"
"Hoseok ... Ayah menukar putranya dengan Hoseok ketika mereka baru di lahirkan tanpa sepengetahuan orang lain. Hoseok bukanlah adik Daehyun."
Jiyoung menarik tangan kirinya dari genggaman Youngjae dan menggunakannya untuk menutupi mulutnya. Tampak sangat terguncang dengan kebenaran yang baru saja di sampaikan oleh putranya. Dengan cepat ia beralih menggenggam kedua tangan putranya itu.
"Jangan bercanda, bagaimana bisa seperti ini? Pasti ada kesalahan."
Youngjae menggeleng. "Aku sudah memastikan semuanya, dan Ayah ... dia benar-benar melakukan hal itu."
Jiyoung memandang ke atas guna mempertahan air mata yang telah menggenang di pelupuk matanya sebelum perhatiannya kembali tersita oleh putranya.
"Meski Eomma sudah tahu, tapi tolong jangan beri tahu Hoseok. Biarkan Daehyun sendiri yang berbicara pada anak itu ... sekarang tidurlah, Hoseok biar aku yang urus."
Youngjae beranjak berdiri dan mengecup singkat pipi Jiyoung sebelum meninggalkan ibunya yang masih tampak terguncang dengan kebenaran yang baru ia dapatkan. Dan inikah alasan kenapa Daehyun menangis kemarin.
Meninggalkan ruang tamu. Youngjae membuka pintu kamar tamu dan mendapati Hoseok yang saat itu berbaring di atas ranjang sembari memainkan ponselnya. Tanpa menutup pintu, Youngjae menghampiri pemuda yang tampak tak terganggu akan kedatangannya tersebut.
Tanpa permisi, Youngjae segera duduk di tepi ranjang dan langsung merampas ponsel di tangan Hoseok. Membuat pemuda itu terkejut karena sebelumnya ia mengira bahwa ibu mereka lah yang datang.
"Hyeong? Hyeong sudah pulang?"
"Pertanyaan macam apa itu? Aku sudah ada di sini, tentu saja aku sudah pulang," ucap Youngjae yang ingin terlihat menyebalkan seperti sebelumnya. Namun sayangnya wajahnya yang lelah telah berhasil menghancurkan rencananya.
Hoseok menggaruk telinganya sembari bangkit. "Daehyun Hyeong belum pulang?"
"Kenapa?"
"Aku hanya bertanya."
"Seharian ini dia sibuk di kantor." Sedikit kebohongan yang di dapatkan oleh Hoseok malam itu.
"Sampai sekarang?"
"Dia sedang bertemu dengan Klien di luar. Sudah malam kenapa belum tidur dan malah bermain ponsel?"
"Aku belum mandi, bagaimana bisa tidur?"
"Kenapa tidak meminta Ibu untuk membantu."
"Aku malu ..."
Youngjae mengalihkan pandangannya dan tersenyum tak percaya. "Aku tidak tahu jika kau masih bisa merasa malu."
Hoseok mendengus dengan tatapan yang sinis. Youngjae kemudian beralih memunggungi pemuda itu.
"Naiklah, aku akan mengantarmu ke kamar."
"Apa ... tidak sebaiknya aku tidur di sini saja agar kalian tidak perlu repot-repot menggendongku?"
"Kenapa begitu? Kau merasa sudah merepotkan kami?"
Hoseok mengangguk.
"Tidak ada yang merasa di repotkan olehmu. Kami ini Kakakmu ... sudah seharusnya kami melakukan ini."
Bukannya kagum, Hoseok justru menatap penuh kecurigaan terhadap kakak tirinya itu. "Youngjae Hyeong, sangat aneh."
"Apanya yang aneh? Cepat naik."
Tak ingin mendebat, Hoseok lantas bergeser dengan perlahan dan mengalungkan tangannya di leher Youngjae. "Jika aku berat, jangan jatuhkan aku."
"Jangan salahkan aku jika aku nanti sengaja menjatuhkanmu dari tangga."
"Aku akan menuntut Hyeong telah melakukan pembunuhan berencana."
Senyum Youngjae tersungging. "Cih! Lakukan saja ... kita lihat, siapa yang lebih berkuasa di Persidangan nanti." Youngjae berdiri dan menggendong Hoseok meninggalkan ruang tamu.
"Tunggu sebentar," sergah Hoseok yang seketika menghentikan langkah Youngjae.
"Ada apa?"
"Ponselku tertinggal."
Youngjae berbalik. Kembali mendekati ranjang dan meraih ponsel yang sebelumnya ia taruh di atas ranjang lalu menyerahkannya pada Hoseok.
"Ponsel tidak baik untuk matamu."
"Tapi siapa yang tidak memakai ponsel di jaman modern seperti sekarang?"
"Kau ini ... berapa banyak yang kau makan hari ini? Kenapa berat badanmu seperti bertambah?"
"Katakan saja jika Hyeong itu lemah," cibir Hoseok. Namun Youngjae segera memukul pantatnya.
"Katakan sekali lagi dan aku akan benar-benar melemparmu dari tangga."
Hoseok tak lagi mendebat. Pemuda itu justru menaruh dagunya di bahu Youngjae. Keduanya berjalan melewati ruang tamu, dan saat itulah pandangan Hoseok menangkap punggung Jiyoung yang masih duduk di tempat sebelumnya.
Hoseok menegakkan kepalanya ketika menyadari bahwa Jiyoung sedang menangis saat itu. Pemuda itu kemudian berbicara pelan di samping telinga Youngjae, "Hyeong."
"Apa?"
"Sepertinya, Ibu sedang menangis."
Tanpa menghentikan langkahnya. Youngjae mencuri pandang untuk melihat ibunya. "Biarkan saja, wanita memang seperti itu."
Hoseok menghela napasnya dengan pelan dan kembali menaruh dagunya pada bahu Youngjae. Ia lantas bergumam, "rasanya sangat sepi tidak ada Ayah di rumah."
Tak ada lagi garis senyum di wajah Youngjae. Tak ada lagi sisi arogan yang bisa ia tunjukkan. Hanya wajah datar yang terlihat sedikit lelah dan juga tatapan yang sedikit melembut.
Dia lantas berucap, "ada dua laki-laki di rumah ini yang bisa kau jadikan sebagai ayah. Jangan pernah merasa kesepian, karena itu sangat menyedihkan."
Hoseok tak merespon, dia justru mencari tempat yang nyaman di bahu Youngjae. Merasa asing namun sangat damai ketika ia menemukan sisi hangat Youngjae ketika kakaknya sendiri menghilang entah kemana.
Selesai di tulis : 26.03.2020
Di publikasikan : 29.03.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro