Page 74
Hari ke empat setelah kematian Kyungho. Hoseok telah kembali ke rumah, begitupun dengan Taehyung. Di hari ke empat ini masih banyak pelayat yang datang dan beberapa rekan bisnis yang sudah sangat dekat dengan keluarga mereka pun memutuskan untuk menetap di sana.
Di temani oleh Youngjae, Daehyun menyambut para pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir untuk sang ayah. Meski masih terasa begitu berat untuk melepas yang terkasih, seulas senyum yang tampak di paksakan itu kerap terlihat di kedua sudut bibirnya ketika mengantarkan rekan bisnis ayahnya keluar dari ruangan di mana peti sang ayah di tempatkan.
Hoseok sendiri berada di sana. Namun karna kondisinya yang masih harus menggunakan bantuan kursi roda untuk berjalan, anak itu menunggu di salah satu ruangan yang sudah di sediakan untuk pihak keluarga.
Sore itu, para pelayat mulai sepi. Keduanya duduk berdampingan di lantai. Masih bisa di lihat oleh Youngjae, kesedihan di wajah sang kakak yang saat itu bersandar lemah di dinding dengan pandangan yang terjatuh pada lantai.
"Istirahatlah untuk pemakaman besok."
"Bagaimana keadaan Hoseok?" sebuah pertanyaan yang terlontar seiring dengan kepala yang sebelumnya menunduk itu, kemudian sedikit terangkat.
"Ibu bilang anak itu tidak mau makan. Pergilah dan bujuk dia. Sepertinya tidak akan ada yang datang setelah ini."
Daehyun tak merespon, tatapan yang terkesan kosong itu hanya mengarah pada lantai kayu, di mana entah berapa puluh orang yang sudah berdiri di sana untuk memberikan penghormatan terkahir pada ayahnya.
"Aku benci melihatmu seperti ini." celetuk Youngjae dan sempat membuat sudut bibir Daehyun tersungging untuk sepersekian detik.
"Aku merasa malu."
"Ya, kau sangat memalukan. Berteriak di IGD seperti orang gila, kau pikir siapa dirimu?" perkataan sinis yang sengaja di buat-buat namun tak seperti nada bicaranya sebelumnya.
"Apa yang bisa ku lakukan sekarang?"
"Perusahaan membutuhkanmu secepatnya. Jangan menunda terlalu lama."
"Aku tidak bisa."
Youngjae menjatuhkan pandangannya pada Daehyun. "Apa maksudmu?"
"Kau saja yang mengambil alih Perusahaan. Aku tidak bisa melakukannya."
"Kau anak sulung, sedangkan aku hanya anak tiri. Kau pikir aku pantas melakukannya?"
"Hanya sementara. Jika kau keberatan, lakukanlah sampai Hoseok tumbuh dewasa. Dan setelahnya kau bisa memberikan Perusahaan itu padanya."
"Dan kau hidup sebagai gelandangan! Menyedihkan."
Perbincangan penuh ketenangan keduanya terinterupsi oleh kedatangan Seokjin dan juga Taehyung yang memasuki ruangan. Youngjae yang menyadari kehadiran keduanya pun segera beranjak berdiri sembari menarik lengan Daehyun. Membuat Daehyun menatap ke arah tamunya dan menampakkan sedikit keterkejutan ketika ia melihat Taehyung yang berjalan di belakang Seokjin.
Keduanya kembali berdiri untuk menyambut tamu mereka. Taehyung dan Seokjin sekilas menundukkan kepalanya ke arah Youngjae dan juga Daehyun sebelum keduanya berdiri berjajar dan memberikan penghormatan terkahir kepada ayah mereka. Bersujud sebanyak dua kali, sebuah penghormatan yang hanya di lakukan untuk seseorang yang sudah tiada sebelum keduanya kembali berdiri.
Saat itu pandangan Taehyung terangkat dan sedikit terkejut ketika ia melihat sebuah foto yang berada di depan peti yang sudah di hias oleh bunga. Ingatannya kembali pada malam itu. Sosok pria paruh baya yang menangis di sampingnya malam itu.
Tiba-tiba kebingungan terlihat di wajahnya. Namun perhatiannya teralihkan oleh Seokjin yang menarik lembut bahunya dan berjalan menghampiri kedua Tuan rumah.
Seokjin segera berjabat tangan dengan Daehyun, menyampaikan ucapan bela sungkawanya. "Maaf karna kami datang terlambat. Aku turut berbela sungkawa atas musibah ini."
"Terimakasih karna sudah menyempatkan diri untuk datang."
Keduanya sempat berpelukan sekilas sebelum Seokjin beralih berjabat tangan dengan Youngjae dan meninggalkan Daehyun yang kini berhadapan dengan Taehyung.
"Jung Ssaem." tegur Taehyung ragu-ragu.
"Bagaimana keadaanmu? Aku dengar dari Kihyun bahwa kau sudah pulang." sebuah usapan lembut kembali jatuh pada puncak kepala Taehyung dan hal itu membuat Youngjae menatap tak suka ke arah pemuda itu.
"Aku baik-baik saja. Aku juga sudah kembali ke sekolah."
"Begitukah? Syukurlah kalau begitu."
Perhatian Youngjae teralihkan oleh sosok Kuasa Hukum Perusahaan mendiang ayah mereka yang berdiri di ambang pintu dan memberikan isyarat padanya. Youngjae sekilas mengangguk dan menjatuhkan pandangannya pada kedua tamu mereka.
"Jika tidak keberatan, tinggalah untuk beberapa waktu ke depan. Aku permisi dulu."
Sekilas menundukkan kepalanya, Youngjae keluar meninggalkan ketiga orang tersebut yang kemudian duduk berhadapan di lantai dan terlibat sedikit perbincangan di saat Taehyung yang hanya menjadi pendengar dan sesekali melihat ke arah sebuah foto yang sebelumnya ia lihat.
Youngjae menghampiri Pengacara Lee yang saat itu berdiri di lorong yang hanya di penuhi oleh beberapa karangan bunga yang berjajar di dinding.
"Hyeong, ada apa?"
Pengacara Lee sejenak membenahi letak kacamatanya sebelum menyodorkan sebuah amplop putih yang sedikit panjang kehadapan Youngjae.
"Apa ini?" Youngjae menerima amplop tersebut.
"Sebelum berangkat ke Ilsan, Presedir menitipkan ini padaku. Dia berpesan untuk memberikan ini kepada Daehyun jika terjadi sesuatu padanya di masa mendatang."
Dahi Youngjae mengernyit. Mungkinkah yang di tangannya tersebut adalah surat wasiat yang telah di tulis oleh sang ayah. Namun kenapa begitu mendadak seakan sang ayah telah memiliki firasat yang buruk sebelumnya.
"Aku harus pulang sekarang."
"Ah... Ye, terimakasih atas bantuanmu." Youngjae menjabat tangan Pengacara Lee.
"Jaga diri kalian baik-baik. Bagaimanapun juga, Perusahaan tidak bisa di tinggalkan terlalu lama."
"Aku mengerti, aku akan membicarakannya dengan Daehyun setelah pemakaman besok."
"Sampai bertemu besok, aku pergi dulu."
Jabatan tangan itu terlepas. Youngjae sejenak membungkukkan badannya untuk mengantarkan kepergian Pengacara yang lebih senior darinya tersebut. Dia menegakkan tubuhnya dengan pandangan yang langsung terjatuh pada amplop di tangannya.
Merasa penasaran adalah sebuah kepastian. Dia ingin tahu apa yang sudah di tulis oleh Kyungho di sana. Namun teringat akan tamu yang masih tinggal di sana, dia menyisihkan rasa penasarannya. Memasukkan amplop tersebut ke balik jasnya dan bergegas kembali ke ruangan. Saat ia kembali, kebetulan saat itu Seokjin dan Taehyung berpamitan untuk pulang.
"Kalian sudah ingin pergi?" tegur Youngjae, berusaha untuk seramah mungkin.
"Ah... Ye, kami tidak bisa berlama-lama."
Daehyun menyahut, "sekali lagi terimakasih karna sudah menyempatkan diri untuk berkunjung."
"Kau tidak perlu sungkan, kau sudah banyak membantu keluarga kami... Baiklah, kalau begitu kami pamit sekarang."
Seokjin berjabat tangan dengan Daehyun dan berpelukan sekilas, memberikan sebuah dukungan kepada sosok yang telah berjasa pada keluarganya tersebut. "Kuatkan dirimu, Daehyun-ssi."
Daehyun mengangguk. "Terimakasih."
Pelukan itu terlepas dan beralih pada Taehyung. Taehyung segera memeluk Daehyun dan entah kenapa Youngjae lah satu-satunya orang yang merasa terganggu akan hal itu. Sejak ia melihat kedatangan Taehyung sebelumnya, netra yang sedikit menajam itu tak ingin terlepas dari sosok pemuda kurus itu.
"Jaga dirimu baik-baik dan ikuti semua yang di katakan oleh Kihyun padamu."
Taehyung mengangguk dan melepaskan pelukannya. "Ssaem akan kembali ke sekolah 'kan?"
Daehyun mengangguk dengan seulas senyumnya. "Tentu saja, setelah ini Ssaem akan kembali ke sekolah."
"Kalau begitu sampai bertemu di sekolah. Jaga kesehatan Ssaem dan jangan lupa untuk makan secara teratur."
"Ssaem mengerti, kau juga harus menjaga diri baik-baik."
Taehyung mengangguk.
"Baiklah, kami pamit sekarang. Sampai jumpa."
Seokjin membungkukkan badannya di ikuti oleh Taehyung, begitupun dengan kedua Tuan rumah yang membalas salam mereka. Seokjin dan Taehyung pun lantas pergi meninggalkan keduanya, dan tepat setelah kedua tamu mereka menghilang dari pandangan. Youngjae menjatuhkan tatapannya yang sedikit dingin pada Daehyun.
"Temuilah Hoseok dan bujuk dia agar bersedia untuk makan."
"Kau sudah makan?"
"Jangan pikirkan aku, aku sudah terlalu tua untuk kau perhatikan."
"Jika ada apa-apa, cepat panggil aku."
Youngjae tak memberi respon dan Daehyun pun segera meninggalkannya untuk menemui Hoseok. Tepat setelah Daehyun pergi, dia pun bergegas kembali masuk ke dalam ruangan dan berdiri di tengah ruangan dengan tatapan dinginnya yang jatuh pada sosok yang berada di dalam bingkai di hadapannya.
Setelah sempat terdiam untuk beberapa saat. Pada akhirnya Youngjae pun membuka mulutnya untuk melontarkan sebuah perkataan yang terdengar begitu dingin. "Aku tidak tahu apa yang sudah Abeoji lakukan di masa lalu. Tapi jika Abeoji telah mempermainkan takdir anak-anak, aku tidak bisa memaafkan Abeoji... Tolong jangan meninggalkan petaka bagi keluarga yang telah Abeoji tinggalkan... Aku akan melupakan malam itu, jadi Abeoji bisa pergi dengan tenang."
Sebuah monolog yang sama sekali tak mampu memberikan ketenangan padanya di saat hatinya semakin bergemuruh hingga sebuah surat yang sempat ia simpan, kembali ia keluarkan. Merasa sangat terganggu akan hal apa yang kiranya tertulis di dalam surat tersebut.
Di sisi lain, Seokjin dan Taehyung tengah dalam perjalanan kembali ke rumah dan tanpa terasa langit sudah mulai menggelap. Membawa perasaan sunyi itu kembali ketika tak ada percakapan di antara keduanya. Melewati jalanan utama, mobil yang di kemudikan oleh Seokjin terjebak kemacetan.
"Ya, ampun... Kenapa panjang sekali? Sebenarnya mau kemana mereka semua?" si sulung mengeluh dan menarik perhatian dari si bungsu yang sedari tadi tengah menyelami pikirannya sendiri.
"Jika tidak ingin macet, jalan kaki saja."
"Kau ini! Jika jalan kaki, siapa yang akan membawa mobilnya pulang?"
"Nanti polisi juga akan menghubungi Hyeong."
Seokjin tertawa ringan tak percaya dan menjatuhkan usakan singkat pada kepala Taehyung. "Kau ini ada-ada saja."
Seokjin kembali melajukan mobilnya ketika melihat celah di depannya, namun hanya dua meter dan dia kembali berhenti. Dia kembali menggerutu, "jika seperti ini, kapan sampainya?"
"Hyeong." sebuah teguran yang terdengar begitu ragu mengalihakn perhatian sang kakak.
"Ada apa?"
"Aku ingin bicara pada Hyeong."
"Bicara apa?"
Taehyung terlihat ragu dan memancing rasa penasaran sang kakak. "Katakan saja? Hyeong tidak akan marah."
"Hyeong ingat tidak, saat aku mengatakan bahwa ada paman yang menangis di sampingku malam itu?"
"Yang di Rumah Sakit waktu itu?"
Taehyung mengangguk.
"Ada apa? Kau bertemu lagi dengan paman itu?"
"Aku melihatnya lagi hari ini."
"Di mana?"
"Di tempat Jung Ssaem tadi."
Dahi Seokjin mengernyit. "Di mana? Hyeong tidak melihat siapapun selain Jung Ssaem dan saudaranya."
Tampak begitu ragu. Taehyung kemudian menjawab, "yang di foto itu. Paman itu adalah paman yang sama dengan foto yang di taruh di ruangan tadi."
Seokjin mengernyit heran. "Ayah Jung Ssaem?"
Taehyung mengangguk.
"Kau yakin? Apa kau tidak salah lihat?"
Taehyung menggeleng. "Aku sudah melihat fotonya berkali-kali, dan orang itu sama dengan paman yang menangis malam itu."
"Bagaimana bisa?" bergumam tak percaya. Seokjin di buat tidak mengerti dengan keadaan sekarang. Kenapa ayah Daehyun bisa menangisi adiknya malam itu.
"Hyeong, mobil di depan sudah berjalan." teguran dari Taehyung yang segera menyadarkan sang kakak.
"Ah..." Seokjin buru-buru memajukan mobilnya sebelum mendapatkan protes dari pengendara di belakangnya. Dia kembali menjatuhkan pandangannya pada Taehyung, "kau yakin paman itu benar-benar ayah Jung Ssaem?"
Taehyung kembali mengangguk dan kembali membuat Seokjin berpikir keras tentang apa motif ayah Daehyun malam itu. Namun berapa kalipun ia berpikir, ia tidak bisa menemukan jawabannya di saat ia sendiri belum pernah bertemu langsung dengan ayah Daehyun.
"Ya sudah, jangan di pikirkan. Hyeong akan coba bertanya pada ayah."
Taehyung mengangguk dan kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Sempat terdiam, mulutnya kemudian bergumam, "Jung Ssaem pasti sangat kesepian."
Seokjin sekilas menjatuhkan pandangannya pada si bungsu. Namun segera berpaling ke jalanan di hadapannya ketika tak ada lagi yang terucap dari mulut si bungsu.
Selesai di tulis : 09.02.2020
Di publikasikan : 09.02.2020
Satu pertanyaan dari Chapter ini : Mau di apakan Surat Wasiat itu😏😏😏😏 Yang bener nanti saya kasih ucapan selamat.
Aigoo, Youngjae-ya... Sebenarnya kamu baik atau jahat sih di sini. Kok agak ambigu ya🙄🙄🙄
Saya lagi Happy, Book HOLD ME saya menang dalam Kontes menulis 😁😁😁 Jika ada waktu silahkan mampir, siapa tahu nanti versi panjangnya cepet masuk antrian🙈🙈🙈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro